KPK Bentuk Satgas Penyidikan Khusus Anggaran Covid-19

KABARIKU – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjelaskan, KPK membentuk satuan tugas untuk melakukan penyelidikan terhadap penggunaan dan penyaluran anggaran penanganan Covid-19.

“Kami mengerahkan sembilan unit koordinasi wilayah untuk melakukan fungsi pencegahan dan penindakan di berbagai daerah,” kata Firli kepada wartawan, Kamis (7/5/2020).

Dia menjelaskan, KPK juga berkordinasi dengan LKPP untuk pengadaan alat kesehatan dan BPKP untuk melakukan pengawasan.

“KPK juga berkordinasi dengan pemerintah pusat terkait besaran alokasi anggaran penanganan Covid-19 melalui kerja sama pemda, BPKP dan korwil KPK di seluruh provinsi dan kabupaten kota, sehingga KPK tahu persis besaran anggaran yang dialokasikan dalam penanganan covid 19,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mendukung dan meminta KPK untuk menindak tegas jika terjadi penyelewengan kekuasaan terhadap anggaran penanganan Covid-19.

“Agar KPK melakukan pengawasan secara ketat serta melakukan penindakan secara tegas terhadap seluruh tindakan korupsi dan penyimpangan yang dilakukan dalam lingkup kewenangan pemerintahan yang luar biasa dalam penanganan pandemik Covid-19 sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020 dan berbagai ketentuan yang terkait,” ujarnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp405,1 triliun yang berasal dari APBN. Besaran anggaran tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Stabilitas Perekonomian di masa pandemi Covid-19.

Sebesar Rp75 triliun dialokasikan untuk belanja alat kesehatan dan kebutuhan lain di sektor kesehatan, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, dan Rp110 triliun untuk perlindungan sosial.

Empat titik rawan korupsi

Sementara itu, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR-RI (29/4) dengan tema utama Langkah-langkah Antisipatif KPK dalam Pengawasan Anggaran Penanganan Covid-19, Firli menjelaskan, ada empat titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi terkait penanganan Covid-19. Yaitu pengadaan barang dan jasa, pengalokasian APBN dan APBD, pemberian sumbangan dari pihak ketiga, dan pendistribusian bantuan sosial.

“Kerawanan dalam pengadaan barang dan jasa adalah terjadinya korupsi, mark up harga, kickback, konflik kepentingan dan kecurangan,” jelas Firli. Untuk pemberian sumbangan, lanjut dia, potensi kerawanan bisa terjadi pada pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan dan penyelewengan bantuan.

Dia menambahkan, realokasi APBN senilai Rp 405,1 triliun dan APBD senilai Rp 56,7 triliun juga menjadi perhatian KPK. “Penyimbangan bantuan itu bisa terjadi berupa sumbangan fiktif maupun kualitas dan kuantitas barang bantuan yang berubah.”

Untuk itu, jelas Firli, KPK telah melakukan upaya-upaya pencegahan, koordinasi dan monitoring kepada kementerian/lembaga/instansi dan pemerintah daerah dalam upaya penanganan pandemi covid-19. Beberapa hal yang sudah dilakukan adalah menerbitkan surat edaran tentang rambu-rambu pengadaan barang dan jasa dan membuat pedoman terkait pemberian dan penerimaan uang/barang sumbangan. (Has)

Tinggalkan Balasan