Jakarta, Kabariku- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar menangguhkan penahanan Bupati Mimika nonaktif Eltinus Omaleng. Dia tidak lagi ditahan per 31 Mei 2023, lalu.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, mengkorfirmasi, saat ini terkait penahanan terdakwa menjadi kewenangan sepenuhnya Majelis Hakim.

“Dan benar, pada Rabu (31/5) Majelis Hakim telah menangguhkan penahanan terdakwa Eltinus Omaleng dkk,” kata Ali. Sabtu(3/6/2023)
Ali yang berlatar Jaksa ini pun menjelaskan, karena penahanan di tingkat persidangan merupakan kewenangan Majelis Hakim, untuk itu pihaknya menghormati Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang mengabulkan permohonan penangguhan penahanan atas Terdakwa Eltinus Omaleng, terhitung sejak 31 Mei 2023 tersebut.
“KPK berharap penangguhan ini tidak mengganggu proses hukum yang sedang berlangsung terhadap para Terdakwa,” ucap Ali.
Tak dirinci alasan penangguhan tersebut. Namun, Ali menuturkan, penasehat hukum Eltinus menjadi penjamin dan harus memastikan kliennya tak kabur atau menghilangkan bukti.
Oleh karenanya KPK meminta kepada para Terdakwa untuk patuh terhadap penetapan hakim yang meminta agar para Terdakwa dan Penasehat hukum selaku Penjamin untuk tidak melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, mengulangi tindak pidana, bersikap kooperatif, siap setiap saat bersedia hadir tepat waktu untuk kepentingan pemeriksaan di persidangan.
“Apabila para Terdakwa melarikan diri, maka Penjamin bersedia membayar kepada Negara uang penjamin sebesar Rp5 Milyar,” cetusnya..
Lebih jauh Ali menjelaskan, Penetapan inipun dapat dicabut sewaktu-waktu apabila Terdakwa melanggar syarat-syarat tersebut.
“Sesuai hukum acara pidana, Jaksa Penuntut Umum KPK harus melaksanakan sesuai penetapan tersebut,” tereangnya.
“Namun demikian kami juga pertimbangkan melakukan langkah proses hukum lanjutannya,” imbuh Ali.
KPK berharap proses persidangan pada tahap berikutnya dapat berjalan secara efektif, sehingga segera memberikan kepastian hukum baik kepada terdakwa maupun masyarakat selaku korban korupsi.
Ali pun menegaskan, yang menjadi alasan Majelis Hakim sejauh ini sebagaimana surat penetapannya adalah karena adanya permohonan dari PH Terdakwa.
Disamping itu Majelis Hakim menilai pemeriksaan telah selesai. Pengaturan jadwal persidangan sepenuhnya ada di Ketua Majelis yang memimpin sidang.
“Dan pada berbagai perkara korupsi, selesainya pemeriksaan seharusnya bukanlah menjadi alasan untuk mengeluarkan para terdakwa dari tahanan, terlebih pada proses penyidikan terdakwa dimaksud kami nilai tidak koperatif,” tandasnya.
Untuk Diketahui, Eltinus ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya. Keduanya yakni, Kepala Bagian Kesra pada Setda Kabupaten Mimika, Marthen Sawy (MS) dan Direktur PT Waringin Megah (PT WM), Teguh Anggara (TA).

Ketiga tersangka tersebut diduga telah merugikan negara Rp21,6 miliar. Dari hasil korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tersebut, Eltinus Omaleng diduga mendapatkan jatah senilai Rp4,4 miliar.
Eltinus diduga telah melakukan persekongkolan jahat dengan Teguh Anggara terkait proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32. Eltinus dan Teguh sepakat adanya pembagian fee untuk keduanya. Eltinus mendapat fee 7 persen. Sedangkan Teguh, 3 persen.
Setelah adanya kesepakatan jahat tersebut, Eltinus Omaleng kemudian memerintahkan anak buahnya, Marthen untuk memenangkan proyek Gereja Kingmi Mile 32 kepada perusahaan Teguh. Padahal, saat itu kegiatan lelang proyek belum diumumkan.
Setelah proses lelang dikondisikan, Marthen dan Teguh melaksanakan penandatangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp46 miliar.
Namun, pada pelaksanaan pekerjaan, Teguh mensubkontrakkan seluruh pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan berbeda. Salah satunya, yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika.
Dalam perjalanannya, progres pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan. Padahal, pembayaran pekerjaan telah dilakukan. Hal itu menyebabkan kerugian negara.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post