Jakarta, Kabariku- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang (BP KPBPB), Den Yealta.
Penahanan Yealta terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas wilayah kota Tanjungpinang tahun 2016 sampai 2019.
“Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka DY (Den Yealta) selama 20 hari pertama,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jumat (11/8/2023) malam.

Penahanan Yealta terhitung sejak hari ini (11/8/2023) sampai dengan 30 Agustus 2023, di rumah tahanan (rutan) KPK Gedung Merah Putih.
Asep menjelaskan, konstruksi perkara kasus ini bermula saat Yealta diangkat menjadi Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang pada Agustus 2013.
Sekitar Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Surat itu berisi antara lain, teguran kepada Badan Pengusahaan (BP) Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan dan BP Tanjungpinang pada tahun 2015.
Dimana, kuota rokok dimaksud melebihi dari yang seharusnya, yaitu 51,9 juta batang. Sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359,4 juta batang, dengan kalkulasi selisih sebesar 693%.
“Selama DY menjabat, realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota,” jelas Asep.
Dengan kebijakannya itu, Yealta telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.
Asep menyebut, Yealta sama sekali tidak melakukan perhitunhan dan penentuan kuota rokok di wilayah Kota Tanjungpinang, sebagaimana jumlah kebutuhan wajar.
“Akan tetapi secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi diantaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang,” terang Asep.
Selain itu, Asep melanjutkan, tersangka Yealta tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok. Hal itu mengakibatkan hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kemudian, adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran.
“Atas tindakannya tersebut, DY menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp4,4 miliar dan tim penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya,” beber Asep.
Adapun perbuatan tersangka Yealta diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp296,2 miliar.
Tersangka dimaksud disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebelumnya, Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, kasus ini berhubungan dengan pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Tanjung Pinang tahun 2016 sampai 2019.
Ali menyebut, Tim Penyidik segera melakukan pemeriksaan dan perkembangan akan disampaikan.
“Nanti kami dalami persoalan itu apakah juga terkait dengan dari bea cukai, karena ini terkait dengan penerimaan yang seharusnya masuk ke negara, ternyata ada fiktif dan lain-lain, terkait dengan cukainya tadi,” tutup Ali.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post