Jakarta, Kabariku – Wakil Menteri Pendidikan Stella Grace menegaskan, Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan tidak akan menggantikan peran manusia selama sistem pendidikan mampu menumbuhkan kemampuan berpikir reflektif, aktif, dan memahami sesama manusia.
Hal ini ia sampaikan dalam International Conference on the Transformation of Pesantren (ICTP) yang digelar di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Dalam konferensi yang menghadirkan pemikir dari dalam dan luar negeri, termasuk akademisi asal Mesir, Turki, dan Iran, serta ratusan perwakilan pesantren se-Indonesia, Stella menyampaikan pandangannya bahwa penguasaan teknologi semata tidak cukup untuk bersaing di era digital.
“Pendidikan yang kita butuhkan adalah yang menumbuhkan karakter, empati, dan kemampuan berpikir tingkat tinggi—hal-hal yang tak bisa direplikasi oleh mesin,” ujar Stella.
Menurutnya, pesantren memiliki posisi strategis sebagai model pendidikan berbasis nilai. Selain mentransfer ilmu, pesantren juga membentuk karakter dan kesiapan mental untuk menghadapi perubahan sosial yang dinamis.
“Pesantren jangan hanya menjadi pengikut zaman. Ia harus menjadi pelopor pendidikan masa depan yang berakar kuat pada nilai, namun tetap adaptif,” tegasnya.
Dalam paparannya, Wamen Stella mengingatkan bahwa AI kini telah digunakan oleh 87% pelajar di Indonesia (data Kemenkominfo 2024) dan 86% pelajar global (Statista, Juli 2024).
Oleh karena itu, ia menyebut bahwa tantangan utama bukan sekadar ‘siap atau tidak’ menghadapi AI, tetapi bagaimana pendidikan merespons perubahan ini secara substansial.
Wamen Stella merinci tiga pilar penting pendidikan di era AI:
Literasi AI – Peserta didik harus memahami, mengartikulasikan, dan menilai kapan sebuah permasalahan bisa diselesaikan oleh AI dan kapan membutuhkan sentuhan manusia.
Pengambilan Keputusan Manusiawi – AI mampu menganalisis data, tapi tidak punya intuisi, empati, maupun kebijaksanaan kontekstual yang hanya dimiliki manusia.
Pemahaman antar Pemikiran Manusia – Di dunia yang makin terhubung, kemampuan membangun dialog dan memahami perspektif orang lain menjadi kompetensi utama yang tak tergantikan oleh mesin.
“AI bisa tumbuh, tapi hanya manusia yang bisa merasakan, memaknai, dan menyadari,” tegas Stella.
Ia menutup sambutannya dengan menyerukan agar pesantren menjadi garda depan pendidikan masa depan-bernilai, berpijak, namun tak tertinggal oleh zaman.*
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post