Jakarta, Kabariku – Di sebuah rumah sederhana di daerah Pekayon, Bekasi, Rizal, 57 tahun, duduk termenung. Satu tahun lebih sejak ia pensiun dari PT Indofarma Tbk, sepeser pun uang pesangon yang dijanjikan perusahaan belum ia terima.
Satu per satu perhiasan istrinya sampai motor kesayangannya akhirnya berpindah tangan, demi membayar kuliah ke dua anaknya. Selain itu Rizal pun terjerat pinjaman online, karena desakan kebutuhan sehari-hari.
“Awalnya saya cuma pinjam dua juta. Sekarang bunga dan denda sudah tembus belasan juta,” ujarnya lirih.
Kisah Rizal bukan satu-satunya. Di balik deretan bangunan pabrik dan kantor PT Indofarma Tbk, perusahaan farmasi pelat merah yang dulu disegani, kini tinggal puing kepercayaan.
Karyawan aktif yang masih bertahan pun tak kalah terpukul. Sudah 17 bulan lamanya gaji mereka tidak dibayar penuh oleh perusahaan.
“Bayangkan, gaji kami dipotong sampai 30 persen. Kami masih kerja penuh, tapi tak bisa memberi makan keluarga dengan utuh,” kata Tarsidi, yang mengaku kini harus menggadaikan BPKB motornya demi menebus ijazah sekolah anaknya.
Saat ini di Indofarma, termasuk anak perusahaan PT IGM, yang bernasib seperti Rizal dan Tarsidi jumlahnya lebih dari 1000 orang.
Mereka hidup dengan kondisi ekonomi morat marit. Bahkan, beberapa diantaranya sudah tutup usia sementara hak-haknya belum diterima.
Skandal Korupsi, IGM Pailit Dan Pembiaran
Ironisnya, krisis yang melilit Indofarma bukan semata karena tekanan pasar atau penurunan permintaan.
Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya dugaan skandal korupsi yang dilakukan jajaran direksi.
Lebih dari Rp300 miliar rupiah dana perusahaan diduga digelapkan dalam rangkaian transaksi manipulatif, dari pengadaan alat kesehatan hingga pinjol.
Selain karena korupsi berujung IGM pailit, krisis di Indofarma pun disebabkan adanya pembiaran dari Holding Bio Farma dan Kementerian BUMN.
Jauh sebelum skandal korupsi meledak, Serikat Pekerja (SP) telah melaporkan berbagai kejanggalan, namun laporan itu diabaikan.
Pengadilan negara memang sedang digelar, tapi yang lebih dulu dihukum adalah mereka yang tak bersalah: para pekerja dan pensiunan yang menggantungkan hidup dari perusahaan ini.
Krisis yang Berujung Tragedi Kemanusiaan
Bagi Indofarma, krisis ini lebih dari sekadar kerugian bisnis, ini adalah tragedi kemanusiaan yang kian membusuk.
Di berbagai grup WhatsApp pensiunan, tiap hari muncul kabar tentang rekan-rekan lama yang kini dikejar debt collector, bahkan ada yang jatuh sakit karena stres dan tekanan mental.
Beberapa laporan menyebutkan ada yang terpaksa kembali bekerja serabutan di usia lanjut demi sesuap nasi.
“Pemerintah tak bisa cuci tangan. Ini perusahaan BUMN. Kami dulu bekerja atas nama negara. Sekarang negara seperti menutup mata,” kata Abdul Rasyid, pensiunan lainnya yang pernah mengabdi 32 tahun di bagian produksi.
Di Mana Negara?
PT Indofarma adalah bagian dari Holding BUMN Farmasi di bawah PT Bio Farma (Persero), dan berada dalam pengawasan langsung Kementerian BUMN.
Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi yang memadai terkait nasib para pekerja dan pensiunan Indofarma. Janji restrukturisasi berkali-kali dilontarkan, tapi tak satu pun menyentuh hak dasar pekerja: gaji dan pesangon yang manusiawi.
“Kalau pemerintah tidak segera turun tangan, krisis ini akan menelan lebih banyak korban,” ujar Jusup Imron Danu, aktivis Serikat Pekerja BUMN, juga mantan karyawan IGM.
Kementerian BUMN dan Holding Bio Farma dituntut tidak hanya bertindak sebagai penonton. Mereka harus memastikan pemulihan tak hanya bersifat kosmetik manajemen, tapi benar-benar menyelesaikan utang moral terhadap ribuan karyawan dan pensiunan yang sudah terlalu lama menanggung beban atas dosa direksi yang kini sedang disidik.*RK
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post