Jakarta, Kabariku – Putusan 10 tahun penjara untuk mantan Direktur Utama PT Indofarma Tbk, Arief Pramuhanto, yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (16/6/2025).
Hakim menyatakan Arief terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dalam pengadaan alat kesehatan (alkes) serta pengelolaan keuangan di PT Indofarma dan anak perusahaannya.
“Menyatakan Terdakwa Arief Pramuhanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” kata ketua Majelis Hakim, Bambang Winarno saat membacakan amar putusan.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Arief Pramuhanto berupa pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” imbuh Hakim.
Menanggapi putusan Hakim tersebut, Sekjen Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya (FSP BUMN IRA) mengatakan, bukan sekadar hukuman bagi individu. Ini lonceng kematian bagi sistem tata kelola Holding BUMN Farmasi yang sudah amburadul sampai ke akar. Negara tak bisa lagi pura-pura tuli.
“Jangan berhenti di vonis. Negara wajib menuntaskan kerugian yang dialami ribuan karyawan dan pensiunan. Mereka korban nyata dari kebusukan manajemen,” tegas Ridwan Kamil, Sekjen FSP BUMN IRA, Selasa (17/6/2025).
Arief tidak sendiri. Tiga anak buahnya, Gigik Sugiyo Raharjo (eks Direktur PT Indofarma Global Medika), Cecep Setiana Yusuf (Manajer Keuangan), dan Bayu Pratama Erdiansyah (Manajer Akuntansi), ikut dijatuhi hukuman dalam perkara korupsi pengelolaan dana Rp377 miliar.
Mereka terbukti bersama-sama merusak keuangan perusahaan dan mengorbankan hak-hak dasar pekerja.
“Vonis ini sebagai validasi dari dugaan korupsi sistematis yang selama ini Serikat Pekerja laporkan. Namun, diabaikan oleh Holding BUMN Farmasi dan Kementerian BUMN,” tegas Kamil.
BUMN Farmasi Bangkrut, Pekerja yang Menanggung
Indofarma memang sudah seperti kapal karam: tahun 2023 rugi Rp605 miliar, utang Rp1,56 triliun, ekuitas minus Rp804 miliar.
Namun, kerusakan tak berhenti di sana. Kimia Farma bahkan lebih tragis, rugi tembus Rp1,8 triliun, utang nyaris Rp12 triliun, dan nyaris kolaps.
Ini masalah sekaligus momentum bagi Bio Farma sebagai holding menjalankan peran parentingnya. Roadmap pemulihan harus segera dilaksanakan dengan konkret. Dan direksi holding yang melakukan pembiaran atas kasus indofarma ini harus juga diminta perrltanggungjawabannya
“Harus kembali saya tegaskan, karyawan yang jadi korban atas salah urus ini,” tegasnya.
Menurut catatan federasi, utang kepada karyawan dan pensiunan Indofarma saja lebih dari Rp200 miliar. Potongan gaji, pesangon yang tak dibayar, hingga jaminan sosial yang tak disetor. Negara tak boleh tutup mata.
Audit Forensik Sekarang, Sebelum Semua Hancur
FSP BUMN IRA menuntut tindakan luar biasa: audit forensik menyeluruh oleh BPK terhadap seluruh entitas di Holding Farmasi.
Tidak cukup dengan laporan tahunan atau audit standar. Harus dibersihkan sampai tuntas, dari hulu ke hilir.
“Jangan tunggu sampai ada Indofarma jilid dua atau Kimia Farma jilid satu. Kita sedang duduk di atas bom waktu. Saatnya Holding BUMN Farmasi bersih-bersih,” kata Kamil.
Kasus Indofarma bisa menjadi pelajaran, atau bisa jadi awal kehancuran total industri farmasi nasional.
“Jika pemerintah tidak segera turun tangan, menyelamatkan korban, dan mengusut ke akar, maka Holding BUMN Farmasi bukan hanya bangkrut, tapi bisa menyeret nama negara dalam skandal korporasi terbesar pasca Timah dan Pertamina,” tandas Kamil.*
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post