Jakarta, Kabariku- Presiden Joko Widodo menjadi satu dari sepuluh kepala negara atau kepala pemerintahan yang mengikuti Major of Economies Forum on Energy and Climate (MEF) yang digelar secara virtual, dari Istana Kepresidenan Bogor. Presiden mengikuti forum yang berisi negara-negara utama dalam pembahasan tentang energi dan perubahan iklim tersebut, pada hari Jumat, (17/9/2021).
Saat ini, dunia tengah menghadapi situasi sulit dalam sejumlah sektor, termasuk sektor energi dan iklim. Situasi sulit tersebut tidak dapat ditangani oleh satu negara saja, melainkan dibutuhkan aksi bersama dalam skala global.
“Kredibilitas, khususnya aksi konkret, sangat krusial,” Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya.
Dalam pertemuan tersebut, hadir turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Wakil Menteri Luar Negeri.
Presiden RI menyampaikan, komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam menghadapi situasi darurat tersebut. Dari sektor energi, pemerintah telah mencanangkan transformasi menuju energi baru dan terbarukan, serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau pada bulan Agustus lalu.
“Untuk mewujudkan transformasi ini, kami telah menyusun strategi peralihan pembangkit listrik dari batu bara ke energi baru terbarukan, mempercepat pembangunan infrastruktur energi baru terbarukan yang didukung pelaksanaan efisiensi energi, meningkatkan penggunaan biofuels, dan mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik,” tuturnya.
Selain itu, Presiden mengungkapkan bahwa Indonesia telah menargetkan netral karbon (Net Zero) pada tahun 2060 dengan kawasan percontohan yang masih terus dikembangkan.
“Termasuk pembangunan Green Industrial Park seluas 20 ribu hektare, terbesar di dunia, di Kalimantan Utara,” ungkap Presiden.
Terkait transisi energi, Presiden menuturkan bahwa kemitraan global sangat diperlukan karena transisi energi bagi negara berkembang membutuhkan pembiayaan dan teknologi yang terjangkau.
“Kami membuka peluang kerja sama dan investasi bagi pengembangan bahan bakar nabati, industri baterai litium, kendaraan listrik, teknologi carbon, capture, and storage, energi hidrogen, kawasan industri hijau, dan pasar karbon Indonesia,” imbuhnya.
Terakhir, Kepala Negara menyampaikan dukungannya terhadap Global Methane Pledge atau ikrar aksi bersama yang bertujuan mengurangi 30 persen emisi metana global pada tahun 2030.
Presiden menyebut, Global Methane Pledge dapat menjadi momentum penguatan kemitraan dalam mendukung kapasitas negara berkembang.
Dalam konteks tersebut, yang menjadi satu fokus utama adalah penyampaian apa yang disebut dengan ‘Nationally Determined Contribution’ (NDC), yaitu komitmen masing-masing negara yang disampaikan dalam kerangka rencana program dan tujuan untuk mengatasi perubahan iklim. Secara khusus sesuai dengan fokus dari pertemuan malam ini adalah terkait dengan transisi ke energi baru dan terbarukan.
“Bersama Amerika Serikat dan 45 negara lainnya, Indonesia juga telah bergabung dalam Global Methane Initiative. Pengurangan emisi metana telah masuk dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia,” tandasnya.
Pertemuan Major Economies Forum bertujuan untuk menggalang kerja sama negara-negara utama untuk langkah-langkah konkret yang ambisius untuk mewujudkan ambisi ataupun target dari pertemuan Conference of Parties (COP26) di Glasgow bulan November mendatang. Dengan tujuan secara spesifik adalah memastikan bahwa perubahan suhu dunia tidak melebihi satu setengah derajat celsius. ***
BPMI Setpres
Dipublikasikan pada Sabtu, 18 September 2021, 19:27 WIB
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post