• Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
Kamis, Juli 3, 2025
Kabariku
Advertisement
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
Home Opini

Kemiskinan Rakyat Kita: Catatan untuk Muhammad Jumhur Hidayat

Redaksi oleh Redaksi
13 Maret 2020
di Opini
A A
0
Potret kemiskinan. Bangunan ini bukan pondok di kebun untuk beristirahat sehabis mencangkul, tapi rumah keluarga miskin di Kecamatan Singajaya, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Foto diambil pada 20 Februari 2020. Kini rumah itu sudah diperbaiki dengan  anggaran dari sumbangan warga dan donatur. (ISTIMEWA)

Potret kemiskinan. Bangunan ini bukan pondok di kebun untuk beristirahat sehabis mencangkul, tapi rumah keluarga miskin di Kecamatan Singajaya, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Foto diambil pada 20 Februari 2020. Kini rumah itu sudah diperbaiki dengan anggaran dari sumbangan warga dan donatur. (ISTIMEWA)

ShareSendShare ShareShare

(Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle)

KABARIKU – Kamis, 5 Maret lalu, ketika diskusi “Mega Skandal Korupsi Indonesia”, di kantor Prof. Din Syamsudin, Mohammad Jumhur Hidayat mengetengahkan situasi kemiskinan kita yang sangat buruk saat ini. Dua puluh juta starving (rakyat kelaparan), 115 juta jiwa miskin dan dekat menjadi miskin (poor and near poor), fenomena masih banyaknya rakyat kurang gizi atau “stunting”, dan lain-lain, menurut Jumhur tantangan nyata. Sementara elit-elit negara sibuk korupsi.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Lalu Jumhur bertanya, “bagaimana pandangan saya (dan pemateri lainnya) atau sejauh apa sebenarnya kemiskinan ini akan terjadi?”.

RelatedPosts

Angin Segar dari Pemerintah: Saatnya Industri Hotel Bangkit Kembali

Koruptor Berlari, Hukum Tertatih

Putusan MK dan Pertanyaan Besar yang Mengiringinya

Jumhur coba mengaitkan dengan pikiran Vladimir Lenin, 1917 dalam The Impending Catastrophe and How To Combat It? dan pikiran Lenin lainnya “What is to be done”.

Saya terpesona dengan pertanyaan Jumhur, yang sudah pasti menurut saya “yang bertanya mungkin lebih tahu dari yang ditanya”. Pertama, pertanyaan ini menyinggung kemiskinan dan elit-elit koruptor yang menggila.

Kedua, bagaimana melihat tantangan kemiskinan ke depan. Ketika Jumhur menyinggung buku Vladimir Lenin itu, Lenin telah memprediksi bencana kelaparan akan terjadi di Rusia. Dan memang empat tahun berselang, 1921-1922, Rusia mengalami kelaparan panjang, yang menewaskan 5 juta penduduk mereka.

Ketiga, “what is to be done”, yang Jumhur meminta adanya pandangan jalan keluar dari situasi kita ke depan.

Kemiskinan kita

Sepanjang Jokowi berkuasa, angka kemiskinan versi BPS turun satu persenan. Merujuk pada tim riset CNBC, 15/1/2020, dalam cnbcindonesian.com, era awal reformasi 1999-2004, angka kemiskinan turun 6,8%. Selama SBY 2004-2019, kemiskinan turun 5,7 persen, sedang masa Jokowi 2014 – 2019 hanya 1,04%.

Trend perlambatan penurunan angka kemiskinan dapat dimaknai pembiaran serius terhadap rakyat miskin dari masing-masing rejim. Pembiaran ini dapat diasosiasikan watak rejim yang berkuasa memang anti pada rakyat miskin ataupun pandangan lainnya, rakyat tidak mempunyai asosiasi yang kuat dalam posisi tawar menekan pemerintah agar mengarus-utamakan kepentingan orang-orang miskin (mainstreaming pro poor policy).

Jumlah kemiskinan kita secara mutlak saat ini sekitar 25 juta jiwa. Angka ini akan membengkak menjadi 115 juta jiwa jika inflasi tidak terkendali. Membengkak ini situasi yang rentan, mengapa? Karena dari garis kemiskinan kita Rp. 440.500 perkapita perbulan, 73% porsinya adalah makanan dan 10% adalah rokok. Jika terjadi kenaikan harga beras, telur dan rokok, misalnya, maka jumlah kemiskinan itu membengkak.

Baca Juga  Warga Kampung Naringgul Terancam Hengkang dari Tanah Kelahirannya

Yang miris sebenarnya adalah angka 20 juta jiwa kelaparan, yang dirilis Asia Development Bank, bersama Bappenas, tahun 2018.

Penyebaran rakyat kelaparan ini belum kita ketahui secara pasti. Namun, seperti dalam contoh berita Suyatmi dan Suyanti yang tinggal di kandang ayam, di Karang Anyer, Jateng (suarajawatengah.id, 6/3/2020), dipastikan tipe mereka adalah rakyat kita yang kelaparan itu. Atau juga rakyat kita yang tumbuh kerdil alias stunting, yang tersebar di beberapa daerah.

Kemiskinan kita saat ini ditenggarai sejalan dengan parahnya situasi pengangguran dan ketimpangan sosial. Parahnya pengangguran sejalan dengan kemampuan kita menciptakan lapangan kerja. Menurut Yanti Sukamdani, Kadin, 2018, kemampuan dunia usaha menciptakan lapangan kerja formal hanya 500.000 per tahun. Rizal Ramli, ekonom kenamaan, menyebutkan 1,25 juta. Tim riset CNBC. mengatakan tahun 2019 tenaga kerja formal hanya 42,7%. Namun, jika dibandingkan dengan kemunculan pencari kerja tiap tahunnya sebesar 2,5-3 juta jiwa, maka akumulasi pengangguran terus bertambah.

Kemampuan bisnis start up, khsusnya taxi online, seperti Gojek dan Grab, yang awalnya mampu secara akumulatif menciptakan lapangan kerja 2,5 juta selama 5 tahun belakangan, akhirnya mengalami kejenuhan. Ojek online bukan lagi peluang kerja yang menarik saat ini.

Dari segi ketimpangan, kekayaan yang saat ini identik dengan kekuasaan, dalam politik maupun pemerintahan, telah membuat pertumbuhan ekonomi secara proporsional semakin menguntungkan orang-orang kaya. Proporsi ini pasti lebih meningkat dibanding riset Bank Dunia beberapa tahun lalu yang memperlihatkan 50% hasil pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelitir persentase masyarakat kita.

Ketimpangan di Indonesia diperlihatkan dari struktur pemilikan rekening di bank sebagai berikut: (beritasatu.com, 28/8/19) dari jumlah uang tersimpan sebesar Rp, 5900 triliun pada Juli 2019, misalnya, dengan total pemilik rekening 291 juta, mayoritas rekening, atau 286.052.349 rekening dimiliki nasabah dengan simpanan di bawah Rp 100 juta. Porsi mereka sebesar Rp 848,67 T atau sekitar 1% saja dari Rp. 5900 T tadi. Sebaliknya, pemilik uang di atas 2-5 miliar mempunyai jumlah rekening 174.230 dengan porsi mereka Rp. 545,51 T (1%) dan pemilik di atas Rp 5 M hanya 98.947 rekening (0,03% pemilik rekening) dengan porsi mereka Rp 2.768,62 T (47%).

Baca Juga  Islam, Demokrasi dan Keadilan Sosial: Catatan Atas Pidato Dato' Seri Anwar Ibrahim

Sejalan dengan ketimpangan pemilikan rekening, kepemilikan tanah juga sangat timpang, di mana 2% orang menguasai hampir seluruh tanah produktif di Indonesia.

Bahkan, Oxfam, sebuah NGO terbesar di Inggris, mengatakan bahwa hanya 4 orang terkaya Indonesia, telah memiliki kekayaan setara dengan 100.000.000 orang termiskin..

Jadi, pertanyaan Mohammad Jumhur terkait “The Catastrophic on Poverty“, atau bencana kemiskinan, selalu menjadi ancaman bangsa kita, melihat kemiskinan riil, kelaparan, potensi “near poor“, pengangguran yang meluas serta kepincangan sosial kita.

Apa yang harus dilakukan?

Mohammad Jumhur Hidayat, melanjutkan pertanyaan dengan “what is to be done“

Kemarin kita sudah melihat pernyataan Jokowi bahwa dia akan membuat kemiskinan di Indonesia menjadi 0%. Pernyataan Jokowi ini tentu harus mempunyai dasar. Jika Jokowi berhasil nenurunkan kemiskinan 1% plus selama 5 tahun, maka untuk menurunkan 9,4% kemiskinan yang ada, Jokowi perlu berkuasa 50 tahun.

Ini adalah kekurangan strategi penganut paham “Revolusi Mental”.

Apabila kita melihat skenario revolusi, seperti di Iran, misalkan, kemiskinan di pedesaan Iran sekitar 33% awal 80-an menjadi 4% tahun 2012-2013, kemiskinan perkotaan hampir 40% awal tahun 80-an menjadi 4% tahun 2012-2013 (sumber: Djavad Salehi-Isfahani dalam “Poverty and Income Inequality in the Islamic Republik of Iran, 2017).

Apa yang dilakukan Iran? Skenario revolusioner (bukan revolusi mental) dilakukan dengan memerangi kemiskinan via menggelontorkan berbagai sumberdaya kepada rakyat miskin, seperti gas gratis untuk rumah tangga, dan uang $45 dollar per kapita miskin)

Di Turki, Erdogan berhasil menguragi kemiskinan (inkam di bawah $4 per hari) dari 30% pada tahun 2002, menjadi 2,27% (2012) lalu menjadi 1,58% (2015). Skenario Erdogan juga seperti pemimpin populis negara lainnya, yakni fokus pada pemberantasan kemiskinan. Dan Erdogan sayang pada orang-orang miskin.

Di Brazilia, pemipin sosialis revolusioner Luiz Inacia Lula Da Silva, dengan program Bosla Familia, program transfer uang kepada 1 dari 4 orang Brazil, di samping 19 kebijakan lainnya, telah menurunkan kemiskinan dari 9 7% menjadi 4,3% selama dia berkuasa, 2003-2011. Dua belas prosen penerima subsidi berhasil keluar dari skema subsidi. Lula menjadikan kepentingan kaum buruh sebagai sentral kebijakannya selama 8 tahun.

Baca Juga  Sikap Bupati Garut Terkait Program dan Bantuan Provinsi, Analis LBH Padjajaran: 'Perlu Diapresiasi Ini Merupakan Bentuk Tanggungjawabnya'

Dari pelajaran tiga negara tersebut, terlihat bagaimana sesungguhnya menghancurkan kemiskinan itu gampang. Semuanya tergantung keberpihakan pemimpinya pada siapa? Jika berpihak pada rakyat miskin, maka pengentasan kemiskinan berjalan cepat.

Masalah di luar kemiskinan memang variatif sifatnya. Negara Islam berbeda dengan komunis atau sosialis. Kompetisi dan kepemilikan menjadi bagian penting dari ajaran Islam. Sebaliknya, ajaran komunis bertendensi merampok semua kekayaan orang kaya dan melarang pemilikan individu. Meskipun prinsip ini sudah berubah.

Dengan demikian, misalnya di Iran dan Turki meski kemiskinan turun drastis, tapi kesenjangan sosial tetap ada. Meski tentunya berbeda skala dengan Indonesia.

Untuk masalah lapangan kerja tentu perlu pembahasan strategik lebih dalam. Sebab, menentukan kadar fleksibilitas labor market dan welfare policy serta pilihan industri negara ala Indonesia, harus didesain ulang.

Namun, untuk sementara, pertanyaan Jumhur Hidayat “what is to be done” dapat dibayangkan dari contoh negara-negara di atas dalam menyelesaikan masalah kemiskinan, setidaknya.

Penutup

Pertanyaan Mohammad Jumhur Hidayat, “The Catastrophic on Poverty” atau bencana kemiskinan yang sedang melanda semakin dalam, yang harus kita prediksi, kelihatannya akan segera datang.

Kenapa?

Karena kemiskinan kita saat ini berbarengan dengan situasi ekonomi memburuk, baik nasional maupun global. Apalagi korupsi trendnya meningkat terus. (Korupsi memperlihatkan kekacauan dalam mengurus negara.)

Keinginan Jokowi menjadikan kemiskinan turun jadi 0%, dengan belajar dari kemampuan Jokowi menurunkan cuma 1% plus, selama 5 tahun, maka Jokowi membutuhkan 50 tahun untuk niatnya itu.

Kemiskinan yang meluas dan akan segera datang mengiringi perlambatan ekonomi dunia saat ini, baik akibat perang dagang maupun efek virus corona, harus diantisipasi dengan berbagai terobosan besar.

Apa yang harus dilakukan?

Pemerintahan membutuhkan “shifting” alias perubahan “mindset” dari revolusi mental yang jelas jelas lambat mengatasi kemiskinan, menjadi revolusi serius, di mana semua usaha negara diarahkan untuk menolong keselamatan orang-orang miskin. (*)

Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

Tags: Dr. Syahganda Nainggolankemiskinanmuhammad jumhur hidayatSabang Merauke Circle
ShareSendShareSharePinTweet
ADVERTISEMENT
Post Sebelumnya

Dicari! Berikut DPO KPK

Post Selanjutnya

Kabar Gembira, Sembuh dari Corona Tiga Pasien Telah Dipulangkan

RelatedPosts

E.S. Hartono

Angin Segar dari Pemerintah: Saatnya Industri Hotel Bangkit Kembali

3 Juli 2025

Koruptor Berlari, Hukum Tertatih

1 Juli 2025
Muhammad Lukman Ihsanuddin

Putusan MK dan Pertanyaan Besar yang Mengiringinya

30 Juni 2025

Pentingnya Pemerataan Pembangunan, Jawa Selatan sebagai Solusi Jitu atau Masalah Baru?

16 Juni 2025
Kiri: Oki Muraza. Kanan: Oki Muraza di hadapan Presiden Prabowo Subianto dalam momen IPA Convex 2025 di Jakarta Mei 2025 lalu.

Profil Wadirut Pertamina Oki Muraza: Dosen dan Peneliti Terkemuka di Arab Saudi

14 Juni 2025

Strategi Prabowo Memerdekakan Palestina

31 Mei 2025
Post Selanjutnya
Juru BicaraPenanganan Corona Achmad Yurianto. (*)

Kabar Gembira, Sembuh dari Corona Tiga Pasien Telah Dipulangkan

Yusril: Tangani Covid-19 Seperti Hadapi Tanggap Darurat Bencana Alam

Discussion about this post

KabarTerbaru

Presiden Prabowo mencium Hajar Aswad saat menunaikan ibadah Umrah di Arab Saudi, Kamis, 3 Juli 2025/Instagram @presidenrepublikindonesia

Presiden Prabowo Tunaikan Ibadah Umrah: Sempat Salat Sunah di Depan Kabah dan Cium Hajar Aswad

3 Juli 2025
E.S. Hartono

Angin Segar dari Pemerintah: Saatnya Industri Hotel Bangkit Kembali

3 Juli 2025

Jelang Seleksi KPID, DPRD Sumut Serap Masukan dari KPID DKI

3 Juli 2025

Jaksa KPK Tuntut Hasto Kristiyanto 7 Tahun Penjara dalam Kasus Perintangan Penyidikan Harun Masiku

3 Juli 2025
Komjen Pol. Muhammad Fadil Imran

Profil dan Biodata Komjen Fadil Imran, Kini Jadi Komisaris MIND ID Selain Kabaharkam

3 Juli 2025

Pesinetron Rayyan Alkadrie Diamankan Polisi, Diduga Peras Kekasih Sesama Jenisnya

3 Juli 2025
Mantan Sekjen MPR Maruf Cahyono

KPK Tetapkan Mantan Sekjen MPR Ma’ruf Cahyono Tersangka Kasus Gratifikasi Rp17 M, Ini Profilnya

3 Juli 2025
Inilah tiga pelajar Pribadi Bandung School yang mengharumkan nama Indonesia di kancah International Greenwich Olympiad (IGO) 2025  di London, Inggris

Tiga Pelajar Bandung Sabet Emas di IGO 2025 London: Ubah Limbah Tulang Ayam Jadi Bahan Beton

3 Juli 2025
Konferensi Pers JAM PIDSUS Penyitaan Rp1,37 Triliun Uang Korporasi Terdakwa Ekspor CPO di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta

JAMPidsus Sita Dana Korporasi Rp1,37 Triliun Perkembangan Perkara CPO Minyak Goreng

3 Juli 2025

Kabar Terpopuler

  • Bu Guru Salsa yang viral, kini bahagia menjadi istri seorang PNS

    Bu Guru Salsa yang Viral karena Video Syur, Kini Bahagia Dinikahi Duda PNS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Viral Pasien BPJS Meninggal Dunia di RSUD Cibabat, Diduga Lambatnya Penanganan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • HUT Bhayangkara ke-79 Digelar di Monas, Sederet Jalan Ini Akan Ditutup 1 Juli 2025 Mulai Pagi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Longsor di Cilawu, Lalu Lintas Garut-Tasik via Singaparna Dialihkan ke Jalur Malangbong

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • DNIKS Dukung Porturin Sukseskan Ajang Olahraga Tunarungu Asia Tenggara 2025 di Jakarta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Sejarah dari Bandung: Seruan Melawan Lupa dan Penuntasan Tragedi Kemanusiaan Mei 1998

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KPK Dalami Kasus EDC Bank BRI Senilai Rp2,1 Triliun, 13 Orang Dicekal Usai Penggeledahan di Dua Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
[sbtt-tiktok feed=1]
Kabariku

Kabariku adalah media online yang menyajikan berita-berita dan informasi yang beragam serta mendalam. Kabariku hadir memberi manfaat lebih

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.

Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.