KABARIKU – Namanya Tio, sekarang umur 11 tahun. Terkena gagal ginjal pada usia 9 tahun. Tiga bulan pertama dia menjalani terapi hemodialisa.
Entah kenapa malam ini aku membaca kembali tulisanku yang bercerita tentang anak-anak yang sudah harus cuci darah. Ada empat anak yang kutulis kisahnya, tiga di antaranya sudah dipanggil Tuhan.
Suaminya sudah meninggalkan mereka sejak Tio berumur tiga tahun. Kepergian sang ayah karena alasan kehadiran Tio membawa sial.
Aku selalu terharu dan takjub kepada sang pendamping, yang begitu gigih merawat anaknya tersebut. Hampir seluruh tenaga dan waktunya dicurahkan untuk si buah hati agar tetap bertahan hidup.
Bila kematian menghampiri mereka, aku begitu sedih. Aku menuliskan kisah kematiannya dengan meneteskan air mata, larut dalam kesedihan itu.
Malam ini, ketika membaca WA (WhatsApp)-ku ada seorang ibu yang menyampaikan kalau anaknya yang berumur 11 tahun sudah menjadi pasien cuci darah.
Pengakuannya sontak membuatku sedih. Seperti biasanya aku selalu bertanya, kenapa bisa terkena gagal ginjal? Sang ibu ternyata tidak keberatan bercerita.
“Namanya Tio, sekarang umur 11 tahun, Pak. Terkena gagal ginjal pada usia 9 tahun. Tiga bulan pertama dia menjalani terapi hemodialisa (cuci darah lewat mesin), kemudian beralih terapi CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis/cuci darah lewat perut), sampai sekarang,” tulis Ibu Ronggo.
Ibu Ronggo yang sering menyebut dirinya mamah Tio lantas menuliskan masa lalu Tio yang lahir prematur.
“Ketubannya pecah mengakibatkan janin Tio kemasukan air ketuban. Walau usia kandungannya baru enam bulan, harus segera dilakukan operasi caesar. Tio lahir prematur,” ungkapnya.
Dari cerita sang Ibu, dokter mengatakan kalau ada kelainan ginjalnya. Pada usia 3 tahun sang anak terkena infeksi ginjal (sindrom nefrotik).
Sindrom nefrotik adalah kerusakan pada ginjal yang menyebabkan kadar protein di dalam urine meningkat. Tingginya kadar protein tersebut disebabkan oleh kebocoran pada bagian ginjal yang berfungsi menyaring darah (glomerulus).
Sindrom nefrotik merupakan salah satu jenis penyakit ginjal pada anak-anak maupun orang dewasa. Kondisi ini dapat diobati dengan mengonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh dokter.
Tio yang sakit-sakitan harus tinggal di tempat yang tidak semestinya. Bila malam hari tiba, tempat itu tidak bisa melindungi mereka dari terpaan angin.
“Sebenarnya sakit Tio sudah sembuh, tetapi pada usia 9 tahun tiba-tiba terkena stroke. Ketika sedang bermain mobil-mobilan dengan adiknya , Tio terjatuh tak bisa bangun lagi dan lemas,” ungkapnya dengan sedih.
Selain terkena serangan stroke, ternyata fungsi ginjal Tio sudah bermasalah dan harus cuci darah.
“Hancur perasaan saya. Kenapa Allah tidak adil? Berat sekali buat saya harus menanggung cobaan ini. Saya single parent dengan tiga anak. Biaya merawat kesehatan Tio begitu besar. Apalagi sering melihat Tio drop tak berdaya. Hati saya sering menjerit,” ujar sang ibunda.
Sungguh sedih mendengar cerita Ibu Ronggo kalau sang buah hatinya tidak lagi bersekolah. Katanya, Tio hanya belajar ngaji saja di rumah.
“Setahun lalu jantungnya berdebar kencang tapi detaknya melemah. Membuat Tio sesak nafas. Dia tidak boleh kecapean. Hanya bermain di dalam rumah dengan adiknya dan anak tetangga sebelah.”
Tidur di Pos Ronda
Kondisi tubuh Tio yang demikian ringkih tentu membutuhkan perhatian lebih dari ibunya. Bukan hanya waktu dan tenaga yang tersita, tetapi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bisa kita bayangkan bagaimana Tio harus bolak balik ke RSCM. Berapa biaya transportnya saja? Karena RSCM satu-satunya rumah sakit yang mampu menangani kasus penyakit gagal ginjal untuk anak-anak.
Belum lagi Tio juga mempunyai dua saudara yang harus diberi makan dan kebutuhan lainnya.
Mama Tio seorang diri membesarkan anak-anaknya. Suaminya sudah meninggalkan mereka sejak Tio berumur tiga tahun. Aku shock mendengar kabar kalau kepergian sang ayah karena alasan kehadiran Tio membawa sial. Sungguh sebuah alasan yang tak masuk akal. Tega betul sebagai seorang ayah meninggalkan anaknya dalam keadaan tak berdaya.
“Pertama kali saya datang di Bekasi, saya bersama anak-anak tidur di pos ronda. Tio nanya apakah ini kontrakannya? Saya jawab ini pos ronda, nak. Aku memeluk Tio dan kami berdua menangis.”
Tio yang sakit-sakitan harus tinggal di tempat yang tidak semestinya. Bila malam hari tiba, tempat itu tidak bisa melindungi mereka dari terpaan angin. Aku tidak bisa membayangkan bila hujan deras datang, mereka pasti kedinginan, belum lagi terkena tampias atau atapnya bocor. Sebuah cerita kehidupan yang begitu memilukan.
Adalah Emi, sahabat mama Tio yang mempertemukan dengan Ibu Yanti. Ibu Yanti lantas memberi tumpangan tempat tinggal buat mereka. Ibu Yanti menjadi dewa penolong keluarga ini. Dengan adanya tumpangan tempat tinggal, Ibu Ronggo bisa bekerja mencari nafkah. Walau kerja serabutan yang penting ada pemasukan.
“Saya bekerja mencuci baju dan gosok di enam rumah. Karena masih kurang, sorenya saya keliling Komplek Kopassus di Cijantung menjual donat dengan mengajak Tio.”
“Tuhan sangat sayang kepada saya, ada yang memberi tempat berjualan nasi di Komplek Kopassus. Saya tidak perlu berkeliling lagi untuk berjualan donat.”
Di tengah cobaan itu justru Tio menunjukan anak yang begitu sayang pada ibunya. Bila ibunya sibuk berjualan nasi, di rumah Tio membantu memasak.
“Bila Tio sehat dan badannya enakan, ia selalu memasak sayur buat aku dan saudaranya. Bila tiba di rumah dari berjualan, sudah tersedia lauk pauk. Tio yang membuat. Ia pandai memasak. Cita-citanya ingin jadi chef terkenal,” ujar Bu Ronggo.
Sebagai seorang ibu aku tidak tega melihat penderitaan Tio. Aku ingin Tio tumbuh seperti anak-anak lainnya.
Keinginan anak berumur 11 tahun untuk menjadi chef sangat tinggi sekali. Cita-citanya itu ia sampaikan ke banyak orang. Salah satunya kepada mama Rafif, yang juga mempunyai anak kecil yang sudah harus cuci darah.
“Bila kami bertemu di Poli Khusus Anak bagian ginjal di RSCM, Tio sangat antusias bercerita tentang cita-citanya menjadi chef. Anak itu sangat kuat menggapai cita-citanya,” ungkap mama Rafif.
Sang ibu ingin mengantarkan agar cita-cita sang buah hati tercapai. “Ikutlah kata hatimu. Itulah pendapat ayahku. Sedangkan saudara-saudaraku tidak setuju ketika ingin mendonorkan ginjalku buat Tio,” ujarnya.
Walau saudaranya tidak mendukung, sang ibu tetap berkeinginan kuat melakukannya. Jalannya tidak mudah. Masih harus melalui tahapan pemeriksaan. Belum lagi tergambar dana yang harus disiapkan untuk menjalani semua proses sampai Tio mendapatkan ginjal dari sang ibunda.
Walau sebagian besar dicover BPJS, tetapi masih harus mengeluarkan ongkos sendiri yang jumlahnya puluhan juta. Untuk ongkos periksa aja mereka tidak mampu, karena harus bolak balik periksa pra transplantansi. Aktivitas tersebut menyita waktu dan membuat Mama Tio tidak bisa berjualan.
Hambatan dan tantangan yang demikian besar tidak mampu menghalangi keinginan kuat Mama Tio untuk mempersembahkan satu ginjalnya buat Falsetio Ronggo Herlanto, nama lengkap Tio.
“Sebagai seorang ibu aku tidak tega melihat penderitaan Tio. Aku ingin Tio tumbuh seperti anak-anak lainnya. Bisa berlari dan bermain sepuas-puasnya dengan teman-temannya. Bisa sekolah dan belajar menuntut ilmu untuk masa depannya. Aku ingin Tio kelak dapat mewujudkan cita-citanya sebagai chef terkenal,” ungkapnya.
Selama proses pemeriksaan pra transplantasi, seorang dokter bernama Apin berjanji akan membantu mencarikan dana. Dokter Apin menghubungi kitabisa.com (situs penggalang dana). Hasilnya, banyak dermawan tergerak hatinya menyumbang untuk keperluan operasi cangkok ginjal keluarga ini.
Itulah jalan yang diberikan Tuhan untuk keluarga ini. Mama Tio sangat gembira sekali mengabarkan rencana operasi transplantasi tersebut yang akan dijadwalkan pada tanggal 12 November 2019.
“Mohon doanya ya Pak Peter. Semoga terlaksana dan sukses,” pintanya kepadaku.
Dari Berkat Satu ke Berkat Lainnya
Lama tak berkomunikasi dengan mama Tio. Aku juga sudah melupakan kalau tanggal 12 November, hari di mana Tio akan mendapatkan ginjal ketiganya. Di pengujung Desember, tiba-tiba mendapat kabar kalau Tio sudah menjadi orang sehat. Sudah mempunyai satu ginjal yang sehat dan berfungsi dengan normal dalam tubuhnya. Tinggal menyelesaikan massa pemulihan. Ibunya juga sudah beraktivitas.
Aku mencoba menghubungi Mama Tio lewat WA. Ia membenarkan kabar tersebut. Lalu kutanya gimana proses operasi cangkok ginjalnya?
“Malam sebelum operasi saya tidak bisa tidur Pak. Terbayang-bayang apa yang akan terjadi besok pagi. Ketika akan memasuki ruang operasi besok paginya, hati saya campur aduk antara takut dan yakin. Takut gagal tapi juga yakin karena demi kesembuhan Tio.”
“Tim dokter transplantasi RSCM melayani dengan baik. Ketika dokter anastesi membisikkan kata-kata semuanya akan baik-baik saja membuat saya semakin yakin.”
Mama Tio lantas menceritakan lagi kalau operasi selesai pukul lima sore. Sang pendonor langsung dibawa ke Gedung A, sementara resipien dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit).
“Tiga hari Tio dirawat di ruang PICU lalu dipindah ke ruang isolasi selama sebulan. Saya cuma tiga hari dirawat lalu boleh pulang. Cuma harus banyak istirahat tidak boleh kerja selama sebulan,” kata Mama Tio.
“Pulang ke rumah kondisi kesehatan Tio sangat baik. Ginjalnya bekerja secara normal, mampu beradaptasi dengan tubuhnya. Sudah tidak perlu cuci darah lagi. Tio sendiri sangat bahagia dan senang melihat perubahan yang ada pada tubuhnya,” ungkapnya dengan bahagia.
Aku sangat gembira mendengar kabar itu. Aku berpikir kalau selanjutnya kesehatan Tio akan baik-baik saja. Kehidupan keluarga mereka akan seperti keluarga yang lain, menikmati kebahagian karena Tio sudah menjadi anak yang sehat.
Tetapi, seminggu yang lalu aku mencoba kirim pesan ke nomor WA Mama Tio. Menanyakan kabar Tio. Lama pesanku tidak dijawab.
“Maaf Pak. Mama dan Tio lagi di RSCM. HP-nya ditinggal di rumah. Saya kakaknya Tio. Besok pagi akan kasih tahu mama, sekalian antar HP mama,” tulis kakak Tio di WA.
Muncul banyak pertanyaan dalam benakku kenapa Tio dirawat di RSCM? Apa karena terjadi rejecktion (penolakan)? Ginjal barunya tidak mau bekerja secara normal? Berbagai pertanyaan bernada kuatir muncul dalam kepalaku. Aku sangat kuatir terjadi apa-apa pada diri anak itu.
Ketika kutanya kenapa Tio ada di rumah sakit sang kakak baru menjawab satu jam berikutnya.
“Tiga Minggu lalu Tio operasi pengambilan akses CAPD-nya. Terinfeksi dan harus operasi ulang besok pagi,” jelasnya lagi.
Sebagai pasien gagal ginjal dengan terapi CAPD, di bagian perut Tio dipasang sebuah alat. Tio diharuskan menjalani operasi pemasangan kateter ke dalam rongga perut terlebih dahulu. Kateter ini nantinya berguna sebagai tempat keluar-masuknya cairan dialisis, yaitu cairan steril untuk menarik zat-zat sisa metabolisme, mineral, elektrolit, dan air dari tubuh.
Karena sudah tidak perlu melakukan dialisis lagi, alat tersebut diambil melalui sebuah tindakan operasi.
Aku tunggu jawaban dari mama Tio tak kunjung datang. Berhari-hari pesan WA-ku belum dibacanya. Baru tadi malam aku kembali menanyakan kepastian kondisi Tio.
Mama Tio tak putus-putusnya mengucapkan syukur kepada Yang Maha Kuasa. Karena karuniaNya semua ini terjadi.
WA-ku langsung dibalasnya. Sang mama membenarkan kalau Tio habis dirawat lagi di RSCM. Katanya, kini sudah ada di rumah dan baik- baik saja.
“Sebenarnya kemarin sempat kuatir akan kondisi Tio. Sehabis operasi pengangkatan akses CAPD, Tio mengalami infeksi. Keluar nanah dan darah dari perutnya.”
Dari cerita Mama Tio, dokter mengatakan harus dilakukan operasi ulang karena jahitannya lepas. Karena menggunakan BPJS, harus antri dan masih lama tindakan operasinya.
“Semakin hari semakin banyak nanah dan darah keluar dari perutnya. Aku sangat kuatir. Aku bergegas membawa Tio ke rumah sakit agar segera ditangani,” ujarnya.
Di sini menurutnya justru muncul masalah baru. Kamar yang tersedia hanya VIP (Very Important Person). Hanya di PTK (Pavilium Tumbuh Kembang) Anak RSCM. Kamar klas 3 yang notabene memakai BPJS penuh semua.
Walau dengan biaya tinggi Mama Tio tetap ingin Tio segera ditangani. Sang bunda ingin yang terbaik bagi Tio. Cepat ditangani akan baik buat Tio.
“Selama seminggu Tio dirawat karena terinfeksi. Harus disembuhkan dulu baru dapat dioperasi. Ya Tuhan, mereka memberi tagihan yang jumlahnya sudah mencapai angka 18 juta. Uang dari mana?” keluh sang ibunda Tio.
Sepertinya, selalu ada jalan keluar bagi kesulitan yang dialami keluarga ini. Tuhan mengirimkan seseorang untuk menolong keluarga ini.
“Datang seorang hamba Tuhan yang baik hati membayar tagihan rumah sakit. Setelah operasi, Tio harus rawat selama satu minggu lagi. Tagihannya mencapai 45 juta rupiah.”
“Ya Tuhan, tak kuasa aku menahan haru karena semua dokter visit tidak mau dibayar. Akhirnya, tinggal 30 juta dan itupun ada hamba Tuhan yang datang untuk membantu,” ucapnya dengan rasa haru.
Mama Tio menyampaikan rasa terima kasihnya kepada banyak pihak yang telah membatu keluarganya baik moril dan materil. Mama Tio tak putus-putusnya mengucapkan syukur kepada Yang Maha Kuasa. Karena karuniaNya semua ini terjadi.
Dan hari ini aku mendengar kabar Tio pertama kali bersekolah lagi.
“Hari ini Tio pertama kali mengikuti homeschooling. Tio mengikuti program ini berkat bantuan dari “Yayasan Ceria Anak Bangsa” asuhan ibu Desi,” ungkapnya dengan gembira.
Kelak kalau tubuhnya semakin sehat, Tio akan menjadi seperti anak lainnya. Bisa bermain di luar rumah, berpegian jauh karena tidak takut sesak nafas. Bisa berlari dan beraktivitas berat, dan tentunya terbuka peluang mengejar mimpinya menjadi chef terkenal.
Aku bisa merasakan kebahagian keluarga ini. Aku salut kepada kegigihan Mama Tio. Seorang ibu yang begitu menyayangi anaknya dengan segenap hatinya. Semoga banyak ibu-ibu dapat mengambil nilai keteladanan dari Ibu Ronggo ini.
*Petrus Hariyanto, Sekjen KPCDI (Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia)
Diceritakan kembali dari : Tagar.id