KABARIKU – KPCDI Depok adalah musik. Hentakan musik dengan ritme dinamis mengiringi peserta untuk berjoged ria. Entah sudah berapa kali berganti lagu, yang jelas peluh terlihat sudah mengalir cukup deras di wajah dan tangan mereka.
Hari Minggu ini (27/10/2019), mengambil tempat di Cafe “My Foodpedia” di Depok, mereka melupakan sejenak kalau diri mereka sebagai pasien cuci darah. Berjoged ria dengan sesama teman seperjuangan membuat mereka happy dan hati bergembira.
Suasana yang sungguh pecah itu ada dalam rangkaian acara kopdar (kopi darat) yang digelar KPCDI Cabang Depok – Cibinong. Sebuah perhelatan yang memang dirancang agar semua pasien dan keluarganya semakin dekat satu dengan yang lain. Membangun persahabatan yang begitu hangat dan saling menguatkan. Membangun persaudaraan dan solidariras, begitu visi KPCDI.
KPCDI Depok adalah musik. Mereka memenangkan dua kali lomba VG (Vocal Group) antar cabang. “Mars KPCDI” yang juga dicipta oleh kader KPCDI Cabang Depok. Dan sang pencipta, melontarkan gagasan kepadaku mempunyai obesesi menggelar “KPCDI Idol”.
Aku katakan bahwa ide itu luar biasa. Aku yakin Zainal Arifin akan mampu mewujudkannya. Walau sudah cuci darah, aliran darah musiknya tetap menggelora. Kaya akan ide. Katanya, aktivitas bermusik bagi pasien cuci darah adalah salah satu solusi agar mereka memperoleh kebahagian.
Benar saja, Zainal Arifin dan teman-temannya mengambil alih pemain band yang disediakan cafe tersebut. Ia naik panggung dan memainkan musik. Iramanya lebih menghentak lagi, menghinoptis peserta untuk menggoyangkan badannya. Tak peduli udara yang panas dan fisik mereka serba terbatas, bagaikan anak muda yang sedang dugem, mereka terus meliuk-liukkan badan mereka. Lelah yang dirasa, dibayar dengan kebahagian, tercermin dari senyum mereka yang mengembang sepanjang aksi joged bersama itu.
Menimba Ilmu Dan Berbagi Pengalaman
Musik dan joged adalah acara pamungkas kopdar tersebut. Sedangkan acara diawali pidato Ketua Cabang KPCDI Depok-Cibinong, yang disampaikan Pak Pratman Hakim.
“Apa sih tujuan kita melakukan kopdar? Apa sih pentingnya acara seperti ini?” tanya bapak satu anak ini dihadapan 50 lebih peserta yang mayoritas ginjalnya sudah “ngambek” ini.
Menurut Ketua Cabang KPCDI Depok-Cibinong ini, pertama, agar sesama pasien gagal ginjal kronik dapat saling mengenal satu sama lainnya.
“Supaya kita tidak canggung untuk berkomunikasi dan berdiskusi serta berbagi pengalaman, agar proses cuci darah kita dapat berjalan lancar,” terangnya.
Lebih lanjut pasien cuci darah yang masih aktif bekerja ini mengatakan yang kedua, agar sesama pasien saling memotivasi dan saling menguatkan.
“Dengan bertemu seperti ini membuat kita tidak merasa paling menderita sendirian. Dan yang berikutnya, menjadi ajang berbagi ilmu dan mendapatkan ilmu baru dari dokter,” pungkasnya.
Dan hari itu para peserta juga mendapat ilmu dari dr. Sandi Parutama Gani. Sang dokter muda dari Combiphar, salah satu mitra acara tersebut mengajarkan cara menghitung kebutuhan hormon eritropoeitin dan zat besi berdasarkan berat badan.
“Bila BB (berat badan) pasien 60 kg, HB (homoglobin) 8 g/dl, untuk menaikan HB ke angka 10 g/dl dibutuhkan zat besi 788 mg zat besi. Angka itu diperoleh dengan rumus 60 x (10 – 8) x 24 + 500 = 60 × 2 × 24 + 500,”
“Sedangkan bila BB pasien 60 kg, HB di angka 8 g/dl dengan zat besi yang cukup, maka eritropoetin yang diperlukan = 80 × 60 = 4800 IU sampai dengan 120 × 60 = 7200 IU. Atau 4800 -7200 IU disuntik eritropoietin per minggunya,” ungkap dokter muda ini.
Tak cukup ceramah dari dokter, para peserta juga mendapat testimoni dari salah satu pasien tentang bagaimana mempertahankan HB agar tidak sering drop dan menghindari transfusi darah?
Adalah Umi Kulsum, ibu satu anak ini sudah hemodialisa (HD) selama 15 Tahun. Lama 15 tahun adalah sebuah prestasi, bisa dihitung dengan jari pasien HD bisa bertahan hidup sampai 15 tahun di Indonesia.
Umi Kalsum menyarankan pasien cuci darah harus selalu mengontrol kadar besi dalam darah.
“Karena pembentukan HB yang paling utama kecukupan besi dan hormon EPO. Hemodialisanya harus adekuasi dan makan seimbang. Dan jangan lupa tidur yang cukup dan beraktivitas yang cukup,” ungkapnya.
Bukan hanya soal lama hidup sebagai pasien cuci darah, Umi juga pandai merawat paras dan tubuhnya. Sering mendapat pujian sesama pasien kalau dirinya masih punya pesona sebagai perempuan.
Fisiknya sangat prima sekali. Bertahun-tahun ia bekerja sebagai distributor kacang.
“Aku menitipkan kacang itu di warung, di kios pasar. Aku sendiri yang lakukan dengan cara naik motor keliling seantero Depok,”
Tak terbayangkan betapa beratnya dia bekerja. Bekerja di atas motor, berarti akrab dengan debu dan asap. Tentu saja tak bisa menghindar teriknya sinar matahari. Sebuah pekerjaan yang pada umumnya dilakukan kaum Adam. Yang ini dilakukan oleh seorang perempuan yang menderita gagal ginjal. Perempuan yang hebat dan tangguh.
Dan hari ini Umi membuktikan kalau HB-nya normal dan fisiknya prima. Tak putus-putus dia berjoged dan sekaligus menyanyi. Bahkan , sampai melupakan anaknya yang masih kecil. Tanpa pengawasan darinya sang anak main lipstik dan bedak emaknya.
Irama lagu telah menghipnotis dirinya untuk bergoyang. Mungkin dia membayangkan kembali saat mudanya yang penuh pesta dan ceria.
Tak hanya Umi, semua larut dalam suasana penuh alunan musik tersebut. Hari ini mereka mengeluarkan segala emosi yang terpendam dalam tubuh mereka. Rasanya begitu plong dan lega. Bergembira dan bersukacita sepuasnya. Untuk beberapa jam menikmati suasana hidup bagaikan orang sehat. (*)
Penulis : Peter Hari (Sekjen KPCDI)
Sumber berita: kpcdi.org