Rabu, September 3, 2025
Kabariku
Advertisement
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
Tidak ada hasil
View All Result
  • #56428 (tanpa judul)
  • comming soon
  • Disclaimer
  • Indeks
  • KABARIKU | AKTIF MEMBERI KABAR
  • Kode Etik
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • Redaksi
Home Opini

Anies, Jeratan Utang Negara dan Jebakan Kemiskinan

Redaksi oleh Redaksi
29 April 2023
di Opini, Tokoh
A A
0
ShareSendShare ShareShare

oleh :
Dr. Syahganda Nainggolan,
Sabang Merauke Circle

Jakarta, Kabariku- Foto Anies Baswedan kemarin lalu sedang membaca buku berjudul “Big Debt Crisis”, by Ray Delio,mendapat perhatian besar berbagai media maupun media sosial. SindoNews, misalnya, melaporkan dalam berita “Anies Unggah Foto Baca Buku Big Debt Crises, Netizen Riuh: Berkelas!”, 26/4/23.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Anies memang menunjukkan kaliber kepemimpinannya yang substansial, yakni berpikir pada problem pokok. Orang-orang yang eksistensialis masih berpikir tentang capres Jawa versus capres Islam, GMNI vs HMI, didukung Jokowi vs. tidak, dan lain sebagainya.

RelatedPosts

Ada Tindakan Represif di Gelombang Demonstrasi Berujung Anarkis, Kepentingan Siapa?

Megawati–Prabowo: Negarawan di Tengah Gejolak

Dari Soekarno ke Prabowo: Indonesia Kembali Bicara di Panggung Dunia

Orang-orang sejenis ini hanya pintar menampilkan baliho-baliho wajah imut yang disemir saja. Dengan beredarnya sosok Anies plus buku tersebut, maka perdebatan ke depan diajak Anies dalam level gagasan besar, yang perlu dijawab kepemimpinan ke depan demi nasib bangsa.

Buku tersebut adalah buku penting tentang utang dan membangun negara. Berbagai elit dunia telah membaca buku ini. Antara lain telah dibaca dan direkomendasikan oleh mantan Gubernur Bank Sentral Amerika, Ben Bernanke (“RAY DALIO’S excellent study provides an innovative way of thinking about debt crises and the policy”), mantan Menteri keuangan Amerika Larry Summers (“RAY DALIO’S BOOK is must reading for anyone who aspires to prevent for or manage through the next financial crisis”), Hank Paulson ( “a terrific piece of work from one of the world’s top investors who has devoted his live to understanding markets and demonstrated that understanding by navigating the 2008 financial crisis well) dan berbagai elit keuangan dunia lainnya. Terbaru, buku ini juga di review dalam WallstreetJournal, awal tahun ini.

Mengapa kita harus masuk kepada pertarungan gagasan besar?

Pertama, generasi pemilih pada tahun 2024 mayoritas adalah generasi millenial dan generasi Z, yang berkisar 60% voters. Satu dekade kedepan mereka akan mengendalikan Indonesia.

Sehingga mereka butuh kepastian regenerasi yang keberlanjutan. Mereka tidak ingin sebagai penonton pasif dari sebuah rezim yang dikelola tanpa ide dan gagasan besar. Generasi millenial ini hidup dalam era digital.

Masyarakat millenial ini, semangatnya, hidup dalam tingkat independensi yang tinggi, menghormati demokrasi, dan anti korupsi. Kepemimpinan ke depan harus menjamin bahwa negara mampu memfasilitasi mereka.

Terkait dengan utang yang dilakukan oleh rezim yang sedang berlangsung, tentunya harus dipastikan bersifat produktif, berkeadilan, menumbuhkan solidaritas sosial dan untuk “sustainable development”. Sebab, mereka menyadari setiap sen dollar utang yang tercipta akan menjadi beban bagi generasi mereka di masa mendatang.

Kedua, paska pandemik dan dalam situasi global kini yang penuh ketidakpastian, baik dagang maupun adu kekuatan militer, sebuah negara dipastikan akan terperangkap pada ketertinggalan dan keterbelakangan, jika tidak mampu menghadapi tantangan global tersebut.

Baca Juga  Febri Diansyah, dari Penghargaan Charta Politika hingga Jubir KPK

Berbagai negara mulai mengalami kekacauan, seperti Libanon dan Sudan, Ukraina, Sri Lanka, Pakistan, negara-negara eropa yang krisis pada tahun 2008/9, semisal Yunani, Potugal, Italia, serta berbagai negara lainnya di Afrika.

Kenapa, karena hancurnya perekonomian global dan berbagai negara paska pandemic mengalami kesulitan uang, akan terus berlangsung merusak seluruh kekuatan ekonomi negara. Terutama akibat besarnya beban keuangan suatu negara menyelesaikan krisis kesehatan COVID-19 dan restrukturisasi perekonomian mereka.

Disisi lain, tidak gampang mendapatkan bantuan utang dari negara maju maupun lembaga multilateral, seperti IMF dan World Bank.

Ketiga, sejak beberapa tahun sebelum pandemi dan dilanjutkan masa pandemi, berbagai negara telah melakukan berbagai kebijakan semu untuk memanipulasi pertumbuhan dan angka-angka keberhasilan mereka.

Akibatnya, sebuah resiko tersembunyi (hidden risk) seringkali tidak terpantau, lalu akan meledak pada masanya. Hidden Risk ini sudah menjadi perhatian utama Bank Dunia saat ini. Terutama ketika “printing money” dijadikan kebijakan tanpa hati-hati diberbagai negara untuk menutupi defisit anggaran selama masa pandemi.

Dari $400 Milyar utang Indonesia saat ini, diperkirakan $45 Milyar merupakan utang dengan resiko tinggi. Ini belum memasukkan berapa besar potensi utang beresiko yang tak terlihat itu.

Utang dan Debtomania

Dalam teori pembangunan, utang merupakan sumber pembiayaan penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pada akhir era Orde Baru, berbagai pimpinan nasional kita mengkritik utang Orde Baru yang sebagian dianggap tidak untuk menguntungkan bangsa kita. Saat itu dikenal istilah “Odious Debt” atau utang haram, yakni utang yang dilakukan untuk kepentingan segelintir elit berkuasa.

John Perkins, dalam “Confession of an Economic Hitman”, 2004, menjelaskan bahwa negara-negara besar dan korporasi global mempunyai agenda menjebak negara-negara berkembang dalam perangkap utang melalui berbagai projek-projek infrastruktur dan energi yang ditentukan mereka.

Dengan demikian setiap dollar utang yang masuk ke negara berkembang akan menguntungkan negara maju beberapa kali lipat.

Menurut Sritua Arief dan Adi Sasono, dalam Teori Ketergantungan dan Keterbelakangan, angka ini berkisar 1:1 pada awal tahun 70an, lalu naik 1:10 di akhir era Suharto. Artinya, setiap satu dollar uang utang masuk ke Indonesia, akan menghasilkan 10 dollar buat pemberi utang itu.

Pada era kekinian, Ruchir Sharma, dalam “The Rise and Fall of Nations: Forces of Change in a Post-Crisis World,(2016)” menguraikan lebih lanjut bahwa utang piutang yang awalnya dimaknai sebagai kebutuhan, kemudian berkembang menjadi kesenangan yang tidak terkendali, baik dari pengutang maupun penerima utang.

Sharma memberi judul “Debtomania” pada hal tersebut. Mania, sebagaimana kita pahami, adalah sikap berlebihan, sebuah nafsu berlebihan. Jadi kekuasan sebuah negara bagi elit-elitnya, bukan lagi melihat utang sebagai keterpaksaan atau pelengkap, melainkan sebagai kenikmatan. Tentu saja tersedia keuntungan, baik nyata maupun tersembunyi, bagi pelaku elit dalam penciptaan utang tersebut.

Baca Juga  Sewindu INTEGRITY Law Firm 'Hadiah Besar dari Pulau Kecil Wawonii'

Pada era setelah Suharto, gerakan rakyat meminta dispensasi untuk menghapus utang-utang Orde Baru yang “Odious Debt” kepada negara donor, sempat membesar. Sayangnya, gerakan itu gagal. Indonesia harus tetap membayar utang kepada negara peminjam maupun perusahaan global.

Utang Jokowi Segunung

Utang Jokowi adalah utang yang dicatat bangsa ini selama rezim Jokowi memimpin. Catatan resmi pemerintah utang negara saat ini mencapai Rp. 7.755 Triliun. Utang tersebut jika ditambahkan utang swasta dan BUMN, menurut Said Didu, mantan sekretaris Menteri BUMN, akan mencapai belasan ribu triliun. Utang ini, menurut Said Didu dan Rizal Ramli seperti pinjol alias pinjaman online, yakni mengejar pinjaman terus menerus untuk membayar bunga dan pokok pinjaman sebelumnya.

Jika dibandingkan era SBY, Jokowi dikatakan membuat utang Indonesia meningkat 300 persen alias 3 kali lipat. Sementara itu Rizal Ramli, menteri keuangan era Gus Dur, mengatakan bahwa bunga utang yang terbebani pada utang kita jauh di atas rerata bunga secara internasional.

Pemerintah Jokowi tentu merasa bahwa utang sebesar itu tetap aman karena berada pada aturan ratio utang terhadap GDP, yakni di bawah 60%. Dalam “Amankah Utang Ribuan Triliun Era Jokowi, CNN Indonesia, 26/1/23, pemerintah menjelaskan bahwa bersamaan dengan utang tersebut, aset Indonesia semakin besar dan ratio utang terhadap GDP terkendali. Pada sisi lainnya, ” distress loan” atau utang yang beresiko tinggi mencapai $45 Milyar dollar, pada Februari 2022, sebagai mana dilaporkan Global Capital Asia dalam “Clock is ticking on Indonesia’s bad debt problems”.

Meskipun ketakutan terhadap utang disepelekan rezim Jokowi, namun Anies Baswedan dan kalangan oposisi seperti Said Didu dan Rizal Ramli, mencemaskan persoalan utang ini. Tentu saja kecemasan ini beralasan karena kemampuan kita menghasilkan uang untuk membayar utang dan bunga utang semakin sulit.

Dengan utang ribuan triliun tersebut, dan kemampuan negara menghasilkan pajak yang kecil, dapat dipastikan menjerat ruang fiskal kita beberapa dekade ke depan. Ini belum lagi jika mengasumsikan adanya kondisi “unpredictable”, yang membuat kita “shock”, seperti bencana, wabah, perang, dan lain sebagainya.

Pada tahun 1998, kita mengalami “self claimed” pondasi ekonomi yang baik, merujuk juga berbagai lembaga rating dan multilateral Institution. Namun, ketika badai krisis terjadi di Thailand saat itu, lalu merembet ke Indonesia, langsung keadaan tenang menjadi bencana ekonomi.

Selain soal kemampuan, apakah kita tidak sedang mengulangi istilah “Odious Debt” yang kita kutuk di era Suharto?

Banyak rencana pemerintah dicurigai tidak untuk kepentingan nasional (national interest), misalnya kritikan banyak ekonom terhadap rencana pemerintah mensubsidi motor listrik Rp 6,5 juta permotor, ketika ruang fiskal menyempit.

Begitu pula rencana pemerintah memasukan beban pembengkakan biaya Kereta Api Cepat China Bandung-Jakarta ke APBN. Belum lagi soal korupsi yang terus meroket kian kemari.

Itulah kenapa kemudian Anies membangunkan kita tentang tantangan pembangunan ke depan, bagaimana membangun dengan kemandirian? Bagimana keluar dari krisis utang?

Baca Juga  Kabar Duka, Tokoh Tionghoa Lieus Sungkharisma Tutup Usia

Utang dan Jebakan Kemiskinan

Kemiskinan dan pengentasan kemiskinan di era Jokowi adalah yang terburuk dalam sejarah Indonesia. CNBC Research Indonesia dalam “Rapor Merah Angka Kemiskinan Jokowi”, 24/1/23, melaporkan perbandingan tingkat kemiskinan di awal rezim Jokowi berkuasa, sampai sebelum Pandemi Covid-19, hanya turun dari 11,22% (Maret 2015) menjadi 9,78% (Maret 2020)atau 1,44% menurun selama 5 tahun.

Pada masa awal reformasi penurunan kemiskinan 1999-2004 mencapai 6,8% dan masa SBY 2004-2014 mencapai 5,7%. Fakta ini menunjukkan bahwa Jokowi secara relative terhadap SBY dan pemimpin sebelumnya benar-benar tidak pro kepada rakyat miskin.

Secara teoritis, memang utang yang masuk kesebuah negara berkembang dikontrol oleh keinginan asing atau investor. Uang-uang yang mengalir ke Indonesia semakin lama hanya menguntungkan segelintir elit penikmat ekonomi kita.

Struktur ketimpangan di Indonesia sangat parah, dan mereka, oligarki dan orang-orang yang berkolaborasi dengan pemberi utang, memutar uang mereka pada sektor-sektor dan bisnis yang menguntungkan saja.

Ini bahkan juga terjadi ketika krisis pandemik, di mana orang-orang kaya dan banyak pejabat negara mengalami peningkaan kekayaan yang signifikan. Jika saya penyelenggara negara mempunyai watak mandiri dan mengerti tentang konsep bernegara, tentu saja kemamkmuran yang diciptakan oleh utang akan mengalir secara merata kepada semua pihak Lalu, akhirnya orang-orang miskin akan terbebas dari kemiskinannya.

Dalam era Jokowi, lebih parah lagi utang-utang yang dikembangkan pada infrastuktur dan sejenisnya telah menciptakan jebakan utang, seperti membengkak dan terus membengkaknya biaya kereta api cepat Bandung-Jakarta, lamanya durasi perjanjian pemakaian lahan bagi keperluan infrastruktur, ratusan tahun jika perpanjangan terjadi, dijadikannya BUMN sebagai jaminan utang, dan lain sebagainya.

Penutup

Melalui postingan foto dirinya dan buku “Debt Crisis” by Ray Delio, yang dimediakan massif oleh media sosial dan online, Anies ingin menunjukkan pada Bangsa Indonesia tantang perubahan kedepan adalah keluar dari jeratan utang yang diciptakan rezim Jokowi.

Rezim Jokowi telah membuat utang kita nantinya akan mencapai 300% dari jumlah utang era SBY atau belasan ribu triliun. Pada saat bersamaan kemiskinan tidak berkurang signifikan dibandingkan era SBY dan era pemimpin sebelumnya.

Utang menurut Delio dapat dikurangi dengan “Austerity, Debt defaults and restructurings, Money printing by the central bank and Transfer of money from those who have more to those who have less”, tergantung sifatnya “inflationary/deflationary cycle.

Pemimpin ke depan dapat melakukan itu asalkan tidak seperti rezim penghamba utang saat ini serta fokus pada kemandirian dan sektor prioritas.

Namun, yang lebih penting lagi adalah utang hanya dan hanya bisa diletakkan menjadi bagian pelengkap penting dalam pembangunan bangsa apabila pemimpin ke depan adalah pemimpin perubahan, yakni cinta rakyat dan anti korupsi, bukan perpanjangan rezim Jokowi.***

Red/K.101

Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

Tags: "Big Debt Crisis"Anies BaswedanDr. Syahganda NainggolanJeratan Utang Negara dan Jebakan KemiskinanWarta Pemilu
ShareSendShareSharePinTweet
ADVERTISEMENT
Post Sebelumnya

Terkait Korupsi Bupati Meranti Muhammad Adil, KPK Cegah Empat Orang Ini Bepergian ke Luar Negeri

Post Selanjutnya

Berhasil Ringkus Empat Pelaku Pencurian, Ketum PMPRI Apresiasi Polda Jabar

RelatedPosts

Aksi Demonstrasi Mahasiswa dan Rakyat Indonesia

Ada Tindakan Represif di Gelombang Demonstrasi Berujung Anarkis, Kepentingan Siapa?

1 September 2025

Megawati–Prabowo: Negarawan di Tengah Gejolak

1 September 2025
Aula Majelis Umum di Markas Besar PBB di New York

Dari Soekarno ke Prabowo: Indonesia Kembali Bicara di Panggung Dunia

28 Agustus 2025
Presiden Prabowo unggah foto Tien Soeharto dengan latar hitam putih di akun Instagram pribadinya/Instagram @prabowo

Kisah Lucu dan Inspiratif Tien Soeharto: Dari Ikan Berambut Panjang Hingga Saat Suami Ingin Jadi Sopir Taksi

23 Agustus 2025
Gedung Kementerian BUMN sebelumnya bernama Gedung Garuda Indonesia gedung perkantoran di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta

Waktunya Prabowo Meletakkan Dasar Ekonomi Baru, Mulai dari BUMN

21 Agustus 2025
Setya Novanto/Instagram @s.novanto

Sosok Setya Novanto di Balik Pintu Golkar yang Tetap Terbuka: Seorang Milyuner dan Sempat Jadi Pria Tampan Surabaya

19 Agustus 2025
Post Selanjutnya

Berhasil Ringkus Empat Pelaku Pencurian, Ketum PMPRI Apresiasi Polda Jabar

Panglima TNI Terima Kunjungan Kepala BNPT RI

Discussion about this post

KabarTerbaru

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Indonesia Anis Matta/kemlu

Wamenlu: Kemenlu RI Tunggu Hasil Investigasi Kasus Penembakan Staf KBRI di Peru

3 September 2025

Sinergi Majukan SDM Kopdes Merah Putih, Kemenkop dan Perguruan Tinggi Teken MoU

3 September 2025
Timnas Indonesia siap hadapi Chinese Taipei dan Lebanon/PSSI

Indonesia Hadapi Chinese Taipei dan Lebanon di FIFA Match Day September

3 September 2025
Timnas Senior batal uji coba lawan Kuwait pada FIFA Match Day September/PSSI

Kluivert Kecewa Indonesia Batal Hadapi Kuwait di FIFA Match Day

3 September 2025
Presiden Prabowo Subianto saat bersilaturahmi dengan tokoh lintas agama, serikat buruh, pimpinan partai, dan pemuda lintas iman di Istana Negara, Jakarta, Senin (1/9/2025). Pertemuan berlangsung hangat dan terbuka membahas aspirasi rakyat serta komitmen menjaga persatuan bangsa/Setneg

Prabowo Ajak Tokoh Agama, Buruh, dan Pemuda Bahas Persatuan Bangsa di Istana

3 September 2025
Polda Metro Jaya pada Selasa (2/9/2025) mengumumkan penangkapan enam tersangka yang diduga menghasut pelajar dan anak-anak untuk melakukan kerusuhan dalam unjuk rasa di wilayah DKI Jakarta pada 25 dan 28 Agustus 2025. (ANTARA/Mario Sofia Nasution)

Polda Metro Jaya Tangkap Enam Penghasut Aksi Anarkis di Jakarta

3 September 2025
Mahasiswa bersama masyarakat Garut duduk bersila di depan Gedung DPRD saat aksi damai, Selasa (2/9/2025), sambil mencatat absensi para legislator yang hadir./Kabariku

Unjuk Rasa Damai di Garut, Mahasiswa Absen Kehadiran Anggota DPRD

3 September 2025
Presiden Prabowo Subianto bersama perwakilan serikat pekerja saat pertemuan silaturahmi di Istana Negara, Jakarta, Senin (1/9/2025). Para pemimpin buruh menegaskan dukungan penuh kepada Presiden sekaligus menolak aksi anarkis dalam penyampaian aspirasi/Presiden.go.id

Serikat Pekerja Tegaskan Dukungan untuk Presiden Prabowo dan Tolak Aksi Anarkis

3 September 2025
Kapolda Jabar Irjen Pol Rudi Setiawan memberikan keterangan di Mapolda Jabar, Kota Bandung. Selasa (2/9/2025).

Kapolda Jabar Ungkap Kericuhan di Unisba-Unpas: 16 Diamankan, 2 Bersenjata Positif Narkoba

2 September 2025

Kabar Terpopuler

  • Lewat Akun Barunya di X, Ahmad Sahroni Buka Suara dan Minta Maaf

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Megawati–Prabowo: Negarawan di Tengah Gejolak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nilai Ijazah SMP Crazy Rich Ahmad Sahroni Berseliweran di Jagat Maya, Usai Rumahnya Habis Dijarah Massa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Isu Panas Demo Besar Bubarkan DPR 25 Agustus 2025, Ini Hasil Penelusuran Fakta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kediaman Sri Mulyani di Bintaro Dijarah Massa, Saksi Ungkap Kronologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pernyataan Sikap Aktivis 98: Kecam Represif Aparat, Tuntut Keadilan atas Kematian Ojol Pejuang Demokrasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Demo Ricuh di Bandung, Rumah Aset MPR Dihantam Molotov hingga Terbakar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Kabariku

Kabariku adalah media online yang menyajikan berita-berita dan informasi yang beragam serta mendalam. Kabariku hadir memberi manfaat lebih

Kabariku.com Terverifikasi Faktual Dewan Pers dan telah mendapatkan Sertifikat dengan nomor: 1400/DP-Verifikasi/K/VIII/2025

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.

Tidak ada hasil
View All Result

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.