Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memaparkan bahwa hingga kini masih terdapat tiga perempuan yang ditahan pihak kepolisian, sedangkan enam perempuan lainnya telah dibebaskan.
“Kami mendesak Kapolri, Listyo Sigit Prabowo untuk membebaskan perempuan dan anak-anak yang masih ditahan baik di Polda, Polres, maupun Polsek,” tegas Wakil Ketua Komnas Perempuan, Dahlia Madanih saat menyampaikan Laporan dan Temuan Komnas Perempuan atas Penanganan Negara dalam Aksi Demonstrasi Massa di Kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (12/9/2025).
Ia merinci bahwa tiga perempuan yang ditangkap pada 30 Agustus 2025 di Polda Jawa Tengah telah dibebaskan pada 31 Agustus. Dua perempuan, terdiri dari satu anak dan satu dewasa yang ditahan di Polres Jakarta Utara pada 31 Agustus, telah dibebaskan pada 1 September. Sementara, seorang anak perempuan ditahan di Polda Metro Jaya, telah dibebaskan pada 28 Agustus.
“Tiga yang masih ditahan yaitu inisial L, F, dan G di tahan Bareskrim Polri. Ketiga korban tersebut, saat ini kami berikan pendampingan hukum karena ketiga korban tersebut bukan peserta aksi, hanya menonton demo,” paparnya.
Dahlia menyampaikan bahwa korban langsung ditangkap di rumah tanpa pemanggilan terlebih dahulu. Hal tersebut membuat korban mengalami trauma dan keterkejutan.
Postingan di akun sosial media mereka membuat mereka yang sebenarnya hanya merupakan luapan emosi justru dijadikan alasan penahanan, padahal sama sekali tidak ditujukan untuk menghasut atau memprovokasi.
“Korban ini ada yang baru pindah ke Jakarta dan tidak memahami duduk perkara yang terjadi. Ada juga yang baru melahirkan dan kini meninggalkan bayinya yang masih menyusui. Satu lagi mendapat ancaman kepada keluarga,” jelasnya.
Pemantauan Komnas Perempuan peristiwa demonstrasi 25-31 Agustus 2025 merupakan pola berulang yang terjadi dan dilanggengkan dalam penanganan aksi massa yang dilakukan oleh aparat.
“Tindakan represif aparat bukan hanya melanggar hak konstitusional warga dalam menyampaikan pendapat di muka umum,” ujarnya.
“Itu juga merupakan bentuk teror yang secara khusus menargetkan perempuan dan kelompok rentan, mempersempit ruang demokrasi, serta memperdalam trauma kolektif masyarakat,” pungkas Dahlia.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post