Jakarta, Kabariku – Nama Martua Sitorus belakangan kembali mencuat setelah Kejaksaan Agung RI menyita uang sebesar Rp11,8 triliun dari Wilmar Group, perusahaan raksasa yang ia dirikan bersama Kuok Khoon Hong.
Penyitaan uang dari perusahaan Martua Sitorus itu merupakan bagian dari pengusutan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada 2022—kasus yang disebut-sebut sebagai salah satu skandal korporasi terbesar dalam sejarah industri kelapa sawit nasional.
Di hadapan media, Kejagung bahkan sempat memamerkan fisik uang sebesar Rp2 triliun, bagian dari total sitaan yang fantastis.
Namun di balik gemerlapnya angka-angka itu, tersembunyi kisah Martua Sitorus seorang anak kampung yang pernah berjualan udang dan menjadi loper koran di Pematang Siantar, Sumatra Utara.
Martua Sitorus, atau Thio Seeng Haap, lahir pada 6 Februari 1960 dalam keluarga sederhana. Ia menamatkan studi di Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nomensen, Medan. Selepas kuliah, ia merintis usaha dagang kecil-kecilan, menjual minyak kelapa sawit—langkah awal yang akan membawanya menuju puncak kejayaan bisnis global.
Takdir mempertemukannya dengan Kuok Khoon Hong, pengusaha asal Malaysia yang merupakan keponakan dari taipan Asia, Robert Kuok. Kolaborasi keduanya melahirkan Wilmar Group pada 1991—nama yang diambil dari penggalan nama mereka: William (nama barat Kuok) dan Martua.
Berawal dari sebidang lahan 7.000 hektare di Sumatera, ekspansi Wilmar berlangsung cepat dan ambisius. Saat ini, perusahaan tersebut memiliki lebih dari 500 pabrik dan beroperasi di lebih dari 50 negara, menjadikannya salah satu pemain utama dalam industri minyak sawit dunia.
Wilmar tak hanya berjaya dalam skala bisnis, tetapi juga mencetak prestasi finansial yang mencengangkan. Pada masa krisis moneter 1998, Wilmar justru tumbuh karena basis ekspornya yang kuat, bahkan mampu memberikan tunjangan khusus kepada karyawan saat banyak perusahaan lain terpaksa melakukan PHK.
Di bawah kepemimpinan Martua sebagai COO dan Kuok sebagai CEO strategis, Wilmar melantai di Bursa Efek Singapura pada 2006 dan terus mengukuhkan posisi sebagai raksasa agribisnis Asia.
Kesuksesan ini membawa Martua ke jajaran elite konglomerat dunia. Menurut Forbes Real-Time Billionaire List per 27 Maret 2025, kekayaan Martua tercatat mencapai USD 3,5 miliar. Sementara versi Forbes Indonesia 2024 menempatkannya di peringkat ke-18 orang terkaya di Tanah Air, dengan estimasi kekayaan sekitar Rp 39 triliun.
Di luar Wilmar, Martua juga melebarkan sayap bisnisnya melalui KPN Corporation, yang bergerak di bidang properti dan manufaktur semen. Ia juga tercatat menjalin kemitraan strategis dengan Grup Adani dari India, mendirikan Adani Wilmar yang fokus pada distribusi produk pangan.
Namun kini, kejayaan itu ternoda. Kasus dugaan korupsi yang melibatkan lima entitas usaha Wilmar Group membuka lembar kelam dalam perjalanan karier Martua.
Kendati pengembalian kerugian negara dalam jumlah besar patut diapresiasi, kasus ini tetap meninggalkan jejak serius dalam sejarah industri sawit Indonesia.
Langkah Martua Sitorus pun kini diuji: apakah kejayaan itu bisa tetap bertahan, atau justru luluh lantak karena kasus ini?***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post