KABARIKU – Kasus Harun Masiku dan Mulan Jameela merupakan gambaran dari politik oligarki partai politik (parpol) yang dengan kewenangannya bisa memaksakan kehendak untuk menentukan kandidat mana yang menang dan kalah.
“Ini sebetulnya keliru dan bahkan merusak sistem pemilu. Harus dihentikan. Buat apa rakyat diajak untuk memilih, tetapi parpol bisa mengubahnya,” kata mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Menurut Hadar, antara kasus Harun dan Mulan ada kemiripan namun tak serupa. Dalam kasus Mulan, Gerindra meminta KPU agar mengubah keputusannya tentang penetapan calon terpilih dengan dua dasar, yakni putusan sidang di Pengadilan Jakarta Selatan yang dilayangkan Mulan Jameela dan kawan-kawan . Kedua, pemecatan terhadap kader yang berada di atas kader yang dikehendaki partai.
“Karena KPU tak mengubah keputusannya, Gerindra melayangkan surat susulan. Dalam surat itu selain tetap meminta agar KPU mengubah keputusannya tentang penetapan calon terpilih, Gerindra pun menyatakan bahwa Ervin Luthfi dan Fahrur Rozi, dua caleg di atas Mulan, telah dipecat dari partai. Akhirnya KPU mengikuti permohonan Gerindra setelah partai itu menyatakan caleg di atas Mulan Jameela bukan lagi kader partai,” ujar Hadar.
Padahal, lanjut Hadar, Mulan yang maju dari Dapil XI Jawa Barat (Kabupaten Garut, Kabupaten Tasik, Kota Tasik) perolehan suaranya jauh berada di bawah Ervin Luthfi dan Fahrur Rozi. Sehingga, jika merujuk ke perolehan suara, Mulan tak akan bisa lolos ke DPR RI.
Sementara terkait kasus Harun Masiku, Gumay mengatakan, awalnya dari meninggalnya caleg PDI Perjuangan asal Dapil Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas beberapa hari sebelum pencoblosan. Saat pencoblosan, Nazarudin justru menjadi caleg PDI Perjuangan dengan perolehan suara tertinggi.
Menurut aturan yang normal, posisi Nazarudin digantikan oleh pemilik suara tertinggi kedua, yaitu Riezky Aprilia. Namun, DPP PDI Perjuangan justru mengajukan gugatan atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara kepada Mahkamah Agung. Meski MA mengeluarkan fatwa bahwa parpol lah yang berhak menentukan PAW, KPU tetap berpegangan pada aturan. Sehingga di dalam rapat pleno, KPU tetap menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Atas keputusan itu, sejumlah oknum kemudian bermain lewat orang dalam KPU, yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Terjadilah transaksi suap menyuap untuk memuluskan Harun menjadi legislator.
“Akhirnya terbongkarlah kasus ini oleh KPK,” kata Hadar. (Has)
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post