Jakarta, Kabariku – Presiden Prabowo Subianto membentuk Kementerian Haji dan Umrah dari semula Badan Penyelenggara Haji dan Umrah. Keberadaan kementerian baru ini merupakan wujud kehadiran negara dalam upaya memberikan pelayanan terhadap warganya.
“Negara dalam hal ini sebetulnya bukan berpihak pada agama tertentu, tetapi negara hanya berkewajiban untuk hadir. Dalam rangka melindungi warga negaranya,” kata Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji dan Umrah, kepada media.
Negara juga hadir dalam urusan lainnya, seperti jaminan produk halal dengan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), urusan zakat dengan kehadiran Badan Zakat Nasional (Baznas), hingga wakaf dengan keberadaan Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Sebagai pengajar dan praktisi hukum, Mustolih menjelaskan bahwa hal tersebut tidak terlepas pengaruh dari berbagai aspek. Ia mencontohkan KUHAP dan KUHP yang masih berlaku hingga saat ini merupakan warisan Belanda seutuhnya.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari dinamika yang ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dipengaruhi ragam norma dan nilai.
“Sebetulnya saya melihatnya ini adalah bagian daripada dinamika berbangsa dan bernegara yang sebetulnya memang ada pengaruh-pengaruh nilai-nilai lain,” kata dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Mustolih menyebut kementerian ini juga pernah ada di masa Kabinet Dwikora. Pun pernah ada juga Dewan Urusan Haji (Duha) di masa Orde Lama. Urusan haji ini juga pernah dipegang pihak swasta sebelum diambil alih Departemen Agama di masa Orde Baru.
Bahkan, hukum Belanda juga dipengaruhi oleh hukum Prancis. Pun hukum Indonesia juga, jelasnya, memiliki sejumlah pengaruh dari hukum adat.
Sementara dalam konteks kehadiran Kementerian Haji dan Umrah ini, ia menegaskan adanya penyerapan dari Islam. “Kemudian ada hukum Islam. Nah memang trennya sekarang hukum Islam yang kemudian sedang diserap, diformalisasi dalam kaitannya isu-isu tadi itu,” katanya.
Mustolih menegaskan bahwa kehadiran Kementerian Haji dan Umrah dalam rangka melindungi warga negaranya terkait dengan isu-isu yang memang kebetulan beririsan dengan ajaran agama Islam.
Hal ini penting guna memberikan pelayanan bagi lebih dari 200 ribu jamaah haji dan 1 juta jamaah umrah setiap tahunnya.
“Negara itu di situ hanya mengadministrasikan, memberikan perlindungan kepada mereka yang kebetulan beribadah. Jadi tidak kemudian menafikan agama lain, tidak kemudian menyingkirkan kepentingan agama lain,” katanya.
“Karena kalau misalnya didiamkan saja, misalnya orang berangkat haji silakan, negara tidak hadir, justru itu akan nanti peran negara dipertanyakan di mana,” lanjut Mustolih.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post