Jakarta, Kabariku – Simpul Aktivis Angkatan 1998 (SIAGA 98) menilai pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta Mahfud MD menyampaikan informasi terkait dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh bukanlah hal yang aneh.
Koordinator SIAGA 98, Hasanuddin, menegaskan bahwa langkah KPK melalui juru bicaranya, Budi Prasetyo, justru menunjukkan mekanisme penegakan hukum yang terbuka dan sesuai prosedur.
“Kami memandang pernyataan KPK itu sebagai bagian dari mekanisme hukum yang berlaku dan bentuk keterbukaan lembaga penegak hukum terhadap peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi,” ujar Hasanuddin dalam pernyataannya, Senin (20/10/2025).
Laporan Masyarakat Jadi Dasar Penting
SIAGA 98 menjelaskan, laporan masyarakat merupakan salah satu sumber penting dalam proses penegakan hukum oleh KPK—selain hasil penyelidikan internal. Karena itu, langkah meminta laporan resmi dari pihak yang memiliki informasi atau bukti awal kuat adalah hal yang wajar.
“Tidak setiap isu dugaan korupsi yang muncul di ruang publik bisa serta-merta ditindaklanjuti tanpa laporan resmi. Apalagi jika wacana itu berkembang secara liar dan lebih bernuansa politik ketimbang hukum,” tegas Hasanuddin.
SIAGA 98 juga mendorong Mahfud MD maupun pihak lain yang memiliki informasi konkret untuk menyampaikannya secara resmi ke KPK.
“Hal itu bukan hanya langkah tepat secara hukum, tapi juga mencerminkan komitmen moral dan tanggung jawab publik dalam pemberantasan korupsi berbasis data, bukan opini,” ujarnya.
KPK Diminta Cermat, Proyek KCJB Bersifat B2B
Lebih lanjut, SIAGA 98 meminta KPK berhati-hati dalam menelaah isu terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Sebab, proyek strategis nasional itu pada dasarnya merupakan kerja sama bisnis to bisnis (B2B) antar badan usaha, meski dalam pelaksanaannya tetap berada di bawah kebijakan pemerintah.
“BUMN saat ini tengah berupaya menyelesaikan kewajiban dan tanggung jawab dalam kerangka kerja sama itu. BP BUMN dan Danantara dapat berperan aktif membantu dari sisi finansial, manajerial, maupun optimalisasi aset negara,” tutur Hasanuddin.
Ia menegaskan, kontrak kerja sama internasional seperti proyek Whoosh harus dihormati, meskipun tetap terbuka ruang negosiasi dan penyesuaian sesuai dinamika proyek.
Pisahkan Kebijakan Publik dan Urusan Bisnis
Dalam pernyataannya, SIAGA 98 juga mengingatkan pentingnya membedakan dua hal secara tegas.
Pertama, keputusan strategis membangun kereta cepat sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur nasional yang merupakan kebijakan publik.
Kedua, pelaksanaan proyek yang merupakan urusan bisnis antar korporasi.
“Pembedaan ini penting agar penegakan hukum tidak mengaburkan batas antara kebijakan publik yang bersifat strategis dengan urusan teknis bisnis yang tunduk pada kontrak dan mekanisme korporatif,” pungkas Hasanuddin.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post