JAKARTA, Kabariku- Berangkat dari keresahan dan kepedulian atas proses penanganan perkara pembunuhan advokat Jurkani di Kalimantan Selatan, yang penuh dengan kejanggalan dan rekayasa. Para mantan pimpinan KPK, akademisi, aktivis, advokat, dan berbagai elemen masyarakat sipil lainnya yang seluruhnya berjumlah 75 orang mengajukan keterangan tertulis sebagai Amicus Curiae (sahabat pengadilan) yang diinisiasi oleh Tim Advokasi PerJUangan Rakyat KAlimantan Selatan MelawaN OligarkI atau disingkat JURKANI.
Jurkani adalah martir yang kesekian kalinya tumbang akibat berani melawan arus mafia tambang dan oligarki koruptif di Kalimantan Selatan. Sebut saja Hardiansyah, seorang Guru SD yang meregang nyawa setelah memprotes aktivitas tambang milik seorang pengusaha kaya raya di Kalimantan Selatan; Trisno Susilo, seorang pegiat hak masyarakat adat yang divonis penjara 4 tahun karena mempertahankan tanahnya; Muhammad Yusuf, seorang wartawan yang dijebloskan ke Penjara dan meninggal di dalam jeruji besi setelah mewartakan konflik perebutan lahan yang melibatkan perusahaan orang kuat di Kalimantan Selatan; Diananta Putra Sumedi, jurnalis Banjarhits.id yang juga dibui karena berani memberitakan sengketa lahan yang dialami masyarakat adat suku Dayak di Kalimantan Selatan.
“Kami sangat bersimpati dan kehilangan dengan kepergian pejuang Jurkani, seorang advokat pembela HAM yang berani melawan mafia tambang seorang diri. Amicus Curiae ini kami ajukan sebagai bentuk perlawanan terhadap para mafia tambang dan oligarki yang koruptif dan destruktif tersebut,” terang Febri Diansyah, Juru Bicara KPK RI 2016-2019.
Jurkani meninggal ketika menjalankan tugasnya sebagai advokat yang mengadvokasi penolakan tambang ilegal di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Keputusan mengajukan Amicus Curiae tersebut diambil sebagai upaya untuk meluruskan proses penanganan perkara yang menurut Tim Advokasi JURKANI dan berbagai elemen masyarakat banyak kejanggalan, rekayasa, serta jauh dari kata transparan dan berkeadilan.
“Fakta para mafia tambang dan oligarki di Kalimantan Selatan adalah kisah nyata terbukti pada proses penanganan perkara Jurkani yang terkesan mengada-ada. Persidangan yang katanya dipicu emosi dan mabuk semata, telah menghilangkan nyawa seorang pejuang HAM yang sedang mengadvokasi tambang batubara. Ini jelas pertanda virus mafia dan oligarki telah menjangkiti para pejabat dan aparat penegak hukum,” jelas Adnan Topan Husodo, Koordinator Indonesia Corruption Watch.
Kalimantan Selatan adalah daerah yang sangat kaya sumber daya alam. Namun kekayaan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Bahkan tidak jarang pembunuhan sadis sebagai praktik mafia digunakan dengan ringan tangan untuk memastikan bisnis dapat berjalan lancar dan tanpa gangguan.
“UUD 1945 mengamanatkan seluruh kekayaan alam digunakan untuk mensejahterakan rakyat, bukan untuk memperkaya sekelompok orang saja. Cara-cara mafia seperti premanisme, tentara bayaran, dan pejabat lokal yang korup wajib dihadapkan pada lembaga peradilan negara, sebelum peradilan rakyat mengambil jalannya sendiri,” tegas Erros Djarot, salah satu Amici yang juga budayawan.
Mafia tambang dan oligarki tidak hanya menyebabkan nyawa-nyawa tak berdosa melayang, tetapi juga telah berhasil mengkooptasi aparatur negara dan penegakan hukum, membungkam kebebasan berpendapat, mengekang kebebasan pers, menyebabkan pelanggaran HAM, menimbulkan kerusakan lingkungan dan bencana ekologi lainnya, menciptakan persaingan bisnis tidak sehat, membajak demokrasi, hingga memicu korupsi politik dan kekuasaan.
“Tsunami kebiadaban telah hadir dalam pembunuhan dan penanganan kasus Jurkani. Kita yang masih memiliki hati dan merindukan keadilan hakiki, harus melakukan perlawanan sekuat-kuatnya, meskipun mungkin tetap sulit mengungkap mafia oligarki dibalik pembacokan sadis Jurkani. Tetapi kita harus terus berjuang dan melawan!” Demikian, ditegaskan Busyro Muqoddas, mantan Ketua KPK RI.
Dengan Amicus Curiae, harapannya Yang Mulia Majelis Hakim yakin dan tidak ragu untuk membuat putusan yang seadil-adilnya guna mewujudkan kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Salah satunya dengan mengungkap pelaku utama alias dalang pembunuhan.
“Kami yakin, majelis hakim berkemampuan untuk melihat kejanggalan penanganan perkara Jurkani. Dengan menggali lebih dalam, majelis hakim akan melihat bahwa para terdakwa adalah pelaku suruhan, sehingga dengan persuasi yang baik, bisa mengungkap siapa pelaku utama alias dalang pembunuhan sadis Kanda Jurkani”.
“Para Terdakwa bisa ditawarkan menjadi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) yang mendapatkan hukuman ringan atau bahkan kebebasan, dengan mengakji kesalahan, dan mengungkap dalang utama yang memerintahkan pembunuhan. Logikanya, mereka adalah pelaku tambang illegal yang terganggu dengan advokasi Kanda Jurkani,” lugas Denny Indrayana, Wamenkumham 2011-2014, dan Senior Partner INTEGRITY (Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society) Law Firm.
Seluruh pendukung Amicus Curiae berharap Jurkani adalah penutup dari cerita kelam simbah darah batubara, sekaligus menjadi peletup semangat untuk memberantas oligarki dan praktik mafia tambang yang merusak bumi Nusantara.
Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) dalam Kasus Pembunuhan Advokat Jurkani, pada Perkara Nomor: 268/Pid.B/2021/PN.Bln, di Pengadilan Negeri Batulicin.
Beberapa Amici diantaranya:
- Abraham Samad (Ketua KPK RI 2011-2015)
- Adnan Topan Husodo (Koordinator Indonesia Corruption Watch)
- Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Jakarta)
- Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK RI 2011-2015)
- Benny K. Harman (Anggota Komisi II DPR RI)
- Berry Nahdian Forqan (Direktur Eksekutif WALHI Nasional 2008-2012)
- Bivitri Susanti (Pengajar STHI Jentera)
- Busyro Muqoddas (Advokat)
- Denny Indrayana (Wakil Menteri Hukum dan HAM 2011-2014)
- Din Syamsuddin (Chairman of Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization/CDCC)
- Donal Fariz (Pegiat Antikorupsi)
- Emerson Yuntho (Advokat)
- Erros Djarot (Budayawan)
- Febri Diansyah (Juru Bicara KPK RI 2016-2019)
- Feri Amsari (Direktur Pusat Studi Konstitusi, Universitas Andalas)
- Haris Azhar (Dosen HAM STHI Jentera)
- Harun Al Rasyid (Sekretaris Jenderal Gerakan Peradaban Indonesia)
- Herlambang P. Wiratraman (Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada)
- Iwan Satriawan (Anggota Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah)
- Kisworo Dwi Cahyono (Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan)
- Laode M. Syarif (Komisioner KPK 2015-2019 & Dosen Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin)
- Merah Johansyah (Koordinator Jaringan Advokasi Tambang)
- Noorhalis Majid (Kepala Ombudsman RI perwakilan Kalimantan Selatan 2010-2020)
- Nurhanudin Achmad (Direktur Eksekutif Sawit Watch)
- Refly Harun (Ahli Hukum Tata Negara)
- Rocky Gerung (Akademisi)
- Sigit Riyanto (Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada)
- Susi Dwi Harijanti (Guru Besar HTN, Universitas Padjajaran)
- Swary Utami Dewi (Aktivis Lingkungan, Sosial, dan Kemanusiaan)
- T.M. Luthfi Yazid (Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia)
- Tata Mustasya (Greenpeace Indonesia)
- Timer Manurung (Ketua Auriga Nusantara)
- Yunus Husein (Ketua STHI Jentera 2015-2020 & Kepala PPATK 2002-2011)
- Zainal Arifin Mochtar (Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada).***
*Sumber: Tim Advokasi JURKANI
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com