KABARIKU – Tim Ligitasi Gerakan Pro-Demokrasi Indonesia, Andrianto, mengatakan, dalam pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Terdakwa Syahganda Nainggolan di Pengadilan negeri Depok, Senin (21/12/2020), ternyata JPU menghilangkan pasal 28 ayat 2 UU ITE terkait ujaran kebencian berdasarkan SARA (haatzaai artikelen).
“Seperti diketahui khalayak ramai bahwa substansi pasal tersebut di atas sesungguhnya merupakan warisan Pemerintah Kolonial Belanda untuk membungkam pejuang kemerdekaan namun kembali marak digunakan oleh pemerintah saat ini,” jelas Andrianto dalam pres rilisnya yang diterima Kabariku, Selasa (22/12/2020).
Menurut Andrianto, dakwaan itu artinya JPU telah mencoret atau menghilangkan sangkaan Penyidik Kepolisian yang selama ini digembar-gemborkan bahwa seolah-olah beberapa cuitan di akun twitter Syahganda Nainggolan melanggar pasal UU ITE tentang ujaran kebencian berdasarkan SARA yang menjadi penyebab kerusuhan Demo Buruh pada awal Oktober lalu.
“Selanjutnya JPU dalam dakwaannya menggunakan pasal keonaran dari UU No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yaitu pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 15. Dalam sejarahnya, UU yang dibuat saat Revolusi Kemerdekaan dan ditandatangani di Ibukota RI di Yogyakarta itu memang untuk mencegah beredarnya berita-berita bohong di kalangan rakyat demi menjaga kokohnya Kemerdekaan Indonesia dari rongrongan Kolonial Belanda dan antek-anteknya yang membonceng tentara NICA demi ingin kembali menjajah Indonesia. Lebih jauh lagi, pasal keonaran ini juga memang peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda bahkan sebagian diadopsi dari rumusan Verdodening Militair Gezag yang diberlakukan pada tanggal 21 Mei 1940,” paparnya.
Saat ini, kata Andrianto, baik terdakwa maupun tim penasehat hukumnya yang dipimpin Abdullah Alkatiri sedang berjuang meyakinkan Majelis Hakim melalui eksepsi yang akan dibacakan pada sidang berikutnya tanggal 4 Januari 2020.
“Tim penasehat hukum akan meyakinkan majelis hakim bahwa dakwaan tersebut adalah salah dan karenanya Syahganda Nainggolan harus dibebaskan dari segala dakwaan,” ujarnya.
Andrionto pun menjelaskan dakwaan JPU terhadap Syahganda Naninggolan, yaitu:
Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU NO 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
(1) “Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”
Pasal 15 UU NO 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
“Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.
Andrianto berharap, nama baik Syahganda Nainggolan bisa segera dipulihkan dari citra buruk pelanggaran ujaran kebencian berdasarkan SARA yang disangkakan penyidik Kepolisian RI. (Has)