KABARIKU – Jangan pandang sebelah mata potensi perempuan di panggung parlemen. Keterwakilan perempuan 30 persen pada Pemilu Legislatif 2024 bukanlah angan belaka jika suara perempuan didengar dan diberi kesempatan menduduki singgasana strategis. Bahkan, jika dimulai dari lingkup kecil sekalipun, yakni keluarga. Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif sangat penting demi terciptanya kebijakan atas dasar pengalaman hidup dan kondisi nyata kaum perempuan.
“Perjuangan bagi perempuan untuk duduk di kursi parlemen tidak terlepas dari peran internal dan peran eksternal, termasuk dukungan dari keluarga,” tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga pada Workshop Percepatan Pencapaian Keterwakilan Perempuan 30 Persen di Pemilu Legislatif Tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Jawa Barat di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Rabu (11/3/2020).
Menteri Bintang melanjutkan, masih termajinalkannya posisi perempuan di dunia politik karena masih kentalnya budaya patriarki. Hal ini membuat perempuan harus berjuang ekstra untuk memenuhi keterwakilannya di kursi parlemen. Namun, Menteri Bintang juga mengingatkan satu hal yang harus perempuan Indonesia pegang adalah Konstitusi Republik Indonesia (Undang-Undang Dasar 1945) telah menjamin hak-hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, termasuk hak untuk mengemukakan pendapat.
“Maka, tidak ada yang membatasi kiprah perempuan di kancah legislatif,” paparnya.
Sejauh ini, menurut Bintang, kesadaran masyarakat terus meningkat untuk memercayakan nasib bangsa ini kepada para Srikandi Indonesia. Hal ini terbukti, lima menteri pada periode pemerintahan saat ini diantaranya adalah perempuan, Ketua DPR RI saat ini juga diduduki oleh perempuan.
“Kemudian berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada hasil Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di DPR RI sebesar 20,8 persen atau 120 dari 575 anggota, dan anggota perempuan pada DPD RI telah mencapai 30,88 persen,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum mengatakan bahwa perempuan Jawa Barat selalu ingin maju dalam segala bidang, termasuk di bidang politik.
“Keinginan perempuan di Jawa Barat untuk berpartisipasi di dunia politik dibuktikan dengan dari 20 persen anggota DPRD Provinsi Jawa Barat adalah perempuan. Hal ini berarti masyarakat di Jawa Barat sudah lebih melek politik dibanding dengan periode sebelumnya. Untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan, Pemerintah Prov. Jawa Barat juga telah menggagas Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-Cita (Sekoper Cinta) yang baru saja meluluskan wisudawatinya tahun lalu,” tutur Uu Ruzhanul Ulum.
Salah seorang anggota KPPI yang saat ini juga mengemban amanah sebagai anggota Komisi IX DPR RI, Saniatul Lativa mengatakan bahwa dukungan, restu dan kepercayaan keluarga juga menjadi kunci penting bagi perempuan untuk terjun ke dunia politik demi membangun bangsa.
“Sebelum terjun ke dunia politik, saya telah mendapat restu dan dukungan dari keluarga. Jika ingin mendukung perempuan di dunia politik atau di ranah publik, keluarga harus memberikan dukungan yang total bagi mereka, jangan setengah – setengah. Begitu pun sebaliknya, kita juga harus menjaga kepercayaan dari keluarga bahwa kita benar – benar bekerja dan mengabdi bagi negara,” cerita Saniatul.
Kementerian PPPA sebenarnya telah melakukan upaya untuk meningkatkan gairah kaum perempuan di panggung legislatif, diantaranya melalui Peraturan Menteri PPPA Nomor 10 Tahun 2015 tentang Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu Tahun 2019.
Kepemimpinan perempuan juga perlu didorong sampai dengan tingkat desa. Secara nasional, saat ini perempuan kepala desa baru mencapai sekitar lima persen. Namun, sudah ada satu kabupaten yang mempunyai kepala desa perempuan mencapai 17 persen. Oleh karenanya, Kemen PPPA juga mengembangkan model Pelatihan Kepemimpinan Perempuan Perdesaan sejak 2018. (Has)