• Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
Senin, Agustus 18, 2025
Kabariku
Advertisement
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra
Tidak ada hasil
View All Result
Kabariku
Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
Home Opini

Demokrasi dan Keadilan Sosial: Tantangan Menuju Kepemimpinan Baru 2024

Redaksi oleh Redaksi
3 Juli 2022
di Opini
A A
0
ShareSendShare ShareShare
Dr. Syahganda Nainggolan,
Sabang Merauke Circle

Makalah disampaikan pada seminar kebangsaan Syarikat Islam, “Demokrasi dan Keadilan Sosial, di Jakarta. Minggu (3/7/2022).

Kabariku-  Demokrasi dan keadilan sosial dalam diskursus sosial sering membingungkan. Pertama, apakah demokrasi itu hanya sebuah “tools” untuk mewujudkan keadilan sosial.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Kedua, apakah demokrasi itu, seperti juga keadilan sosial adalah keduanya merupakan tujuan. Ketiga, apakah sesungguhnya keduanya mempunyai korelasi? Ketiga isu di atas penting kita pikirkan saat ini, sebab indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan drastis selama pemerintahan Jokowi 8 tahun terakhir ini.

RelatedPosts

Kemerdekaan Hakiki dalam Sastra Indonesia: Minadzulumāti ilā Nūr

80 Tahun Usia Kemerdekaan Dan Mimpi Pejuang Serta Para Pendiri Bangsa

Langkah Panjang Irjen Pol Asep Edi Suheri, Putra Tasik yang Kini Pimpin Polda Metro Jaya

Begitu juga kemiskinan terus memburuk dan ketimpangan sosial semakin menganga.

Padahal Jokowi awalnya hadir sebagai sosok pemimpin sederhana yang menawarkan diri untuk memberantas kemiskinan dan menegakkan keadilan sosial melalui berbagai jargon dan plarform perjuangannya, seperti “Revolusi Mental”, Trisakti, dan Nawacita.

Jika indeks demokrasi memburuk, namun menghasilkan kesejahteraan yang tinggi dan merata, maka orang mampu membayangkan bahwa pengurangan demokrasi akan berkorelasi terhadap pemberantasan kemiskinan.

Artinya, tingkatan demokrasi itu sekedar alat saja.

Indeks demokrasi kita ( Source: A new low for global democracy | The Economist ) menurut EIU (European Inteligent Unit), dengan mengambil 5 kluster besar indikator, yakni, “ electoral process and pluralism, the functioning of government, political participation, democratic political culture and civil liberties”, menempatkan Indonesia pada ranking 52 dari 167 negara, dengan skore 6,71.

EIU mengklasifikasikan 4 tingkatan dari negara otoriter, hybrid, flaw democracy dan full democracy. Dengan skore yang ada Indonesia saat ini selalu berada pada “Flaw Democracy” atau demokrasi yang cacat.

Demokrasi yang cacat disebutan karena indikator yang dipenuhi hanya sebagian, seperti “fair election dan basic liberties”. Cacat dikarenakan partisipasi publik yang lebih besar tidak terjadi, media tidak bebas dan pemerintah tidak ingin dikontrol.

Indeks demokrasi selama pemerintahan Jokowi dapat dilihat dari trend grafik di bawah ini, di mana awal-awalnya indeks tersebut naik melampaui skor 7, namun kemudian menurun drastis.

Baca Juga  BUMN dan UMKM dalam Cerita dan Angka, Siapa Pahlawan Sesungguhnya?

Secara kualitatif, Amnesty Internasional Indonesia (AII), pada seminar tentang demokrasi di Jakarta tahun ini, seperti dikutip pada suara.com 20/5/2022, mengatakan bahwa selama 14 tahun terakhir, tahun inilah tahun demokrasi yang paling buruk. Ketua AII mengatakan kemunduran ini akibat pemerintah ingin mengembalikan kekuasaan menjadi sentralistik, otoriter, dan melemahkan institusi reformasi seperti KPK dan MK.

Sejalan dengan EIU dan AII di atas, berbagai Indonesianis, khususnya yang berbasis di Australia melihat Indonesia dalam sitasi “illiberal democracy” atau “Jokowi’s Turn-Back Authoritarian” Mereka menggambarkan bahwa demokrasi yang dijalankan Jokowi melanggar prinsip-prinsip demokrasi yang benar, seperti melakukan langkah otoritarian dalam membubarkan ”ormas radikal”, padahal belum ada pembuktian pengadilan atas kesalahan ormas tersebut.

Secara kualitatif, sebenarnya kita sendiri mengetahui buruknya demokrasi di era Jokowi melebihi apa yang dilukiskan beberapa lembaga di atas. Pembungkaman demokrasi, kebebasan sipil, pembungkaman media sosial dan spying, serta pemenjaraan aktifis politik kembali terjadi secara massif dalam era Jokowi. Jika AII belum meyakini setuasi demokrasi kita kembali sam dengan  pada masa orde baru, maka apa yang kita saksikan saat ini sebenarnya sudah terjadi. Rezim intelijen di masa orde baru kembali muncul dengan massif lagi di masa Jokowi ini.

Dalam kaitan tema diskusi kita saat ini, kita kembali bertanya, apakah kemakmuran rakyat dan keadilan sosial meningkat di masa Jokowi?

Untuk mengukur kemakmuran dan keadilan sosial, kita harus melihatnya dalam dua dimensi. Pertama, dimensi statistik yang mempotret angka-angka indikator seperti angka kemiskinan, angka pengangguran, koefisien gini, indeks konsumen, nilai tukar petani, upah buruh, inlasi, dll. Kedua, kita harus melihat persoalan kemiskinan secara strutural, yakni dikaitkan dengan faktor penguasaan asset produktif, akses dan fakta terkait pembiayaan, dan dukungan negara.

Angka kemiskinan BPS 2021, menunjukkan kemiskinan di Indonesia berada pada level di atas 10%. Angka itu juga pernah di klaim pemerintah turun di bawah 10% pada Maret  2019. Ini dicatat pada angka garis kemiskinana Rp 425.000.

Namun, statistik penurunan kemiskian selama 10 tahun terakhir (2011-2021), menurut Elan Satria, ketua Tim Penanggulangan kemiskinan  Indonesia, hanya rerata 0,5% pertahun. Keberhasilan menurunkan sebesar 1% cuma terjadi pada tahun 2011-2012. (mediaindonesia.com, 8/18/21).

Baca Juga  Erick Bikin Neraca BUMN Dong! Wani Ora?

Sebaliknya, cnbc, pernah  melaporkan sepanjang 5 tahun pertama kepemimpinan Jokowi hanya berhasil menurunkan kemiskinan di atas 1 % saja. Atau jauh lebih kecil. Menurut CNBC, 15/1/20, di era Jokowi hanya terjadi penurunan kemiskinan sebesar 1,04 %, sebaliknya di era 2009-2014 tingkat kemiskinan berhasil turun sampai 3,19 persen poin dan pada 2004-2009, tingkat kemiskinan juga turun l 2,51 persen poin serta 1999-2004 turunnya lebih besar, yakni 6,83 persen.

Seandainya sumber resmi pemerintah kita rujuk, penurunan dengan angka 0,5% pertahun, Indonesia akan terjebak dalam situasi yang bolak-balik begitu saja, artinya hanya seperti mengutak atik angka-angka statistik,, namun tidak merubah substansi untuk pengentasan kemiskinan.

Jika kita lihat lebih dalam di daerah, angkanya lebih memperihatinkan, misalnya, Sumatera Selatan yang hanya menurunkan kemiskinan sebesar 0,19 dan NTT 0,22%  pada tahun 2020-2021. Padahal, seperti Sumsel, saat yang sama kekayaannya,  batubara, kayu, minyak goreng, migas dll, di ekspor dengan jumlah besar-besaran. Angka kemiskinan dengan penurunan yang kecil merupakan angka kutukan jika kita ingin melihat harapan ke depan.

Dari pendekatan kemiskinan struktural, harapan semakin pupus karena transformasi penguasaan asset, baik properti/land maupun keuangan/pembiayaan semakin meihak orang-orang kaya. Paada tahun 2019, beritasatu.com, 28/8/2019, memberitakan struktur kepemilikan uang di rekening bank sebagai berikut, dari Rp. 5900 T pada Juli 2019, dari total kepemilikan rekening 291 juta, mayoritas rekening (98%) dimiliki nasabah dengan simpanan di bawah rp. 100 juta.

Dari jumlah total uang bank, itu hanya sebesar 1% saja. Sebakliknya, pemilik uang 2-5 miyar berjumlah 0,5% dengan porsi kepemilikan 1%, selanjutnya pemilik di atas 5 milyar mempunyai rekening sebanyak 98.947 rekening dengan porsi kepemilikan 47% atau sebesar Rp. 2.768,62 T.

Bagaimana kondisi terbaru ketika pandemi? Ketika rakyat miskin terseok-seok mengantri bantuan sosial?

Riset IDEAS, sebuah lembaga di bawah yayasan Dompet Dhuafa, dalam Kompas, 19/12/21, menjelaskan “sejak pandemi, terlihat pola yang konsisten, rasio tabungan kelas atas meningkat tajam dan rasio tabungan kelas bawah semakin terpuruk. Pangsa simpanan masyarakat di perbankan dengan tier nominal lebih dari Rp 5 miliar meningkat dari 46,2 persen pada Desember 2019 menjadi 50,7 persen pada September 2021″.

Baca Juga  Catatan untuk Professor Rochmat Wahab

Catatan tentang reformasi asset atau “Landreform” dalam Nawacita Jokowi tdak mempunyai jejak yang nyata. Jokowi hanya berhasil memperkuat program hutan sosial yang sudah ada sejak dulu sedangkan Landreform, seperti yang dibayangkan Soekarno ketika menjalankan sosialisme ekonomi, tidak terjadi. Berbagai catatan menyebutkan tanah-tanah produktif di INdonesia dengan skala puluhan juta hektar hanya dikuasai segelitir orang saja.

Strutkur kepemilikan asset, baik tanah maupun uang, seperti digambarkan di atas jika dikaitkan dengan Material Power Indeks (MPI), sebagaimana yang dikonsepkan Jeffry Winters dalam Oligarcy in The United States, sebagai ukuran kekayaan oligarki dibanding rerata rakyat, di mana Indonesia sebesar 548.000, jauh lebih besar dari Malaysia 152.000 dan SIngapore 46.000, atau konsep Thomas Piketty tentang return to capital/growth yang selalu membesar, maka dapat dipastikan kemiskinan dan ketidak adilan di Indonesia akan terus menganga. Dan negara tidak lagi mempunyai arti yang penting sebagai faktor keadilan sosial.

Kita sudah memperlihatkan demokrasi dan isu kesejahteraan di atas. Keduanya memburuk begitu dahsyat di era Jokowi. Mungkin Jokowi dapat berkeli bahwa sebagiannya karena faktor eksternal, seperti pandemi covid-19 maupun perang Ukraina dan Rusia saat ini.

Namun, dalam dimensi struktural, baik era pandemi maupun di luar pandemi, situasi kemiskinan dan ketimpangan kepemilikan asset tetap menjadi persoalan besar, bahkan jika dikaitkan dengan kasus minyak goreng beberapa waktu lalu, tampak Jokowi gagal memerankan fungsi negarasebagai instrument keadilan.

Selain urusan minyak goreng, kesejahteraan buruh juga semakin buruk saat ini, khususnya ketika UUOmnibus Law diberlakukan dan upah buruh hanya mengalami kenaikan 0,85% saja (2022).

Lalu apakah buruknya demorasi mempunyai korelasi terhadap pengurangan kemiskinan dan sekaligus memperbaiki keadilan sosial? Hubungan ini perlu diselidiki lebih jauh.

Namun, pada era sebelum Jokowi, ketika demokrasi berjalan, 2000-2014, tingkat pengentasan kemiskinan berjalan jauh lebih baik. Oleh karenanya kita harus meyakini bahwa peningkatan indeks demokrasi secara tajam perlu dilakukan.

Begitu pula, desain negara ke depan, khususnya dalam kepemimpinan baru, harus mengahsilakn langkah struktural yang kuat dibidang kemakmuran rakyat.***

Red/K.101

Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

Tags: Demokrasi dan Keadilan Sosial: Tantangan Menuju Kepemimpinan Baru 2024Dr. Syahganda NainggolanSabang Merauke Circle
ShareSendShareSharePinTweet
ADVERTISEMENT
Post Sebelumnya

KPK Ajak Masyarakat Berpartisipasi Pada Lelang Non-Eksekusi 14 Unit Mobil dan 5 Unit Sepeda Motor. Berikut Rinciannya

Post Selanjutnya

Polri dan Keadaban Nasional

RelatedPosts

Kemerdekaan Hakiki dalam Sastra Indonesia: Minadzulumāti ilā Nūr

17 Agustus 2025
Irjen Pol. Dr. Andry Wibowo, S.I.K., M.H., M.Si.,

80 Tahun Usia Kemerdekaan Dan Mimpi Pejuang Serta Para Pendiri Bangsa

12 Agustus 2025
Irjen. Pol. Asep Edi Suheri, perwira tinggi Polri yang sejak 5 Agustus 2025 mengemban amanat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya

Langkah Panjang Irjen Pol Asep Edi Suheri, Putra Tasik yang Kini Pimpin Polda Metro Jaya

11 Agustus 2025
Menteri Luar Negeri Sugiono

Jarang Terungkap, Inilah Orang Tua dan Tiga Saudara Kandung Menlu Sugiono Beserta Pekerjaannya

5 Agustus 2025

Terdzalimi: Mendulang Hikmah di Balik Derita

16 Juli 2025
E.S. Hartono

Angin Segar dari Pemerintah: Saatnya Industri Hotel Bangkit Kembali

3 Juli 2025
Post Selanjutnya

Polri dan Keadaban Nasional

Pagelaran Wayang Kulit, Kapolri: Pelestarian Budaya Wujudkan Polri Lebih Dekat Dengan Masyarakat

Discussion about this post

KabarTerbaru

Setya Novanto mendapatkan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin

Terpidana Korupsi e-KTP Rp2,6 Triliun: Setnov Bebas Bersyarat di Hari Kemerdekaan

18 Agustus 2025
Ketua KPK, Setyo Budiyanto Menyampaikan Amanatnya selaku Inspektur Upacara HUT ke-80 RI di halaman Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Peringati HUT ke-80 RI, Ketua KPK: Kemerdekaan Sejati adalah Bebas dari Korupsi

17 Agustus 2025
Momen Presiden Prabowo Ikut Joget Tabola Bale di HUT RI ke-80

Istana Merdeka Heboh Goyang “Tabola Bale”: Presiden Prabowo Ikut Joget di HUT RI ke-80

17 Agustus 2025
Masyarakat Sipil untuk merespon pidato Kenegaraan Presiden Prabowo pada hal-hal dalam satu jam siaran podcast untuk kanal youtube YLBHI

Pidato Kenegaraan Perdana Presiden Prabowo di HUT RI ke-80, Berikut Respon YLBHI dan Masyarakat Sipil

17 Agustus 2025

Kemenag Respons Penutupan Rumah Doa Imanuel di Garut: Siapkan Regulasi Baru Antisipasi Konflik

17 Agustus 2025

Kemerdekaan Hakiki dalam Sastra Indonesia: Minadzulumāti ilā Nūr

17 Agustus 2025
Pelantikan Wakapolri Komjen Pol Dedi Prasetyo di Markas Besar Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (16/8/2025).

Komjen Pol Dedi Prasetyo Resmi Dilantik jadi Wakapolri: Siap Dukung Program Asta Cita Presiden Prabowo

16 Agustus 2025

Pertemuan Bersejarah Trump-Putin Berakhir Tanpa Kesepakatan Konkret Soal Ukraina

16 Agustus 2025
Wakil Ketua DPRI RI Sufmi Dasco Ahmad berdiri di belakang Presiden Prabowo Subianto/Instagram @sufmi_dasco

Dasco Beberkan Alasan Presiden Prabowo Taruh Wamen di BUMN sebagai Komisaris

16 Agustus 2025

Kabar Terpopuler

  • Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meninjau langsung  pelaksanaan Geladi Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lanud Suparlan, Pusdiklatpassus Kopassus, Batujajar, Bandung, Jawa Barat/.tni.mil.id***

    Mabes TNI Bentuk 6 Kodam Baru, Berikut Ini Daftarnya Serta Nama Pangdam yang akan Memimpin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puluhan Guru Antusias Ikuti Workshop Deep Learning Pembelajaran Bahasa Indonesia Pascasarjana IPI Garut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Langkah Panjang Irjen Pol Asep Edi Suheri, Putra Tasik yang Kini Pimpin Polda Metro Jaya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • OTT KPK di Sektor Kehutanan: Tetapkan Tiga Tersangka, Kerugian Negara Rp15,9 Triliun per Tahun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sosok di Balik Poliran, Irjen Pol Suyudi Ario Seto Dimutasi Jadi Pati Bareskrim untuk Penugasan Strategis di BNN

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bu Guru Salsa yang Viral karena Video Syur, Kini Bahagia Dinikahi Duda PNS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Tujuh  Anak Try Sutrisno: Dari Jenderal, Dosen, hingga Psikolog di Amerika Serikat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
[sbtt-tiktok feed=1]
Kabariku

Kabariku adalah media online yang menyajikan berita-berita dan informasi yang beragam serta mendalam. Kabariku hadir memberi manfaat lebih

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.

Tidak ada hasil
View All Result
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Daerah
  • Kabar Presiden
  • Kabar Pemilu
  • Dwi Warna
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Politik
  • Hiburan
  • Teknologi
  • Opini
    • Artikel
    • Edukasi
    • Profile
    • Sastra

© 2024 Kabariku - partner by Sorot Merah Putih.