Jakarta, Kabariku – Pemerintah mulai membuka ruang bagi legalisasi tambang rakyat. Langkah ini dinilai sebagai upaya memperkuat kedaulatan energi nasional sekaligus memberi kepastian hukum bagi ribuan warga yang selama ini menggantungkan hidup pada sumur minyak dan tambang tradisional.
Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita Sari, menjadi salah satu suara di parlemen yang mendukung kebijakan tersebut. Namun, ia tak menutup mata terhadap tantangan di lapangan, terutama dalam soal pengawasan dan tata kelola izin.
“Dengan kebijakan ini, kita berharap masyarakat tidak lagi hanya menjadi objek, melainkan pelaku utama dalam pengelolaan sumber daya energi,” kata Ratna dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Menurut Ratna, legalisasi tambang rakyat bukan sekadar urusan administratif. Kebijakan ini, katanya, menyentuh aspek ekonomi, sosial, dan keadilan lingkungan. Ia menilai negara akhirnya hadir di ruang yang selama ini dikelola secara tradisional tanpa kepastian hukum.
“Legalisasi tambang rakyat perlu dijalankan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan keberlanjutan agar manfaatnya dirasakan luas tanpa mengorbankan alam dan generasi mendatang,” ujarnya.
Mengubah Paradigma Energi dari Akar Rumput
Ribuan sumur minyak rakyat telah lama menjadi denyut ekonomi di berbagai daerah. Aktivitas itu, meski sederhana, terbukti menopang perekonomian lokal. Namun, karena belum memiliki dasar hukum yang kuat, para penambang kerap berhadapan dengan risiko hukum dan eksploitasi pihak tertentu.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencoba menjawab persoalan itu lewat Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Regulasi ini memberi ruang bagi masyarakat untuk menambang secara legal dan bertanggung jawab.
Skema IPR sudah diterapkan di beberapa wilayah, seperti Bangka Belitung untuk komoditas timah. Melalui IPR, masyarakat mendapat hak kelola resmi dan perlindungan hukum, serupa dengan izin sumur rakyat di sektor minyak dan gas.
Dasar hukumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang memberikan wewenang kepada gubernur untuk menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai area legal dan berkelanjutan.
Ratna menyebut kebijakan ini sejalan dengan semangat pemberdayaan ekonomi desa. Koperasi, BUMDes, hingga lembaga ekonomi rakyat kini memiliki peluang menjadi pelaku energi secara sah.
“Produksi minyak rakyat yang rata-rata dua barrel per hari bukan hanya angka statistik. Itu adalah sumber penghidupan bagi ribuan keluarga di pedesaan. Energi dari rakyat, untuk rakyat,” ujar legislator asal Jawa Timur IX itu.
Kewaspadaan terhadap Celah Eksploitasi
Meski mendukung, Ratna menegaskan pentingnya pengawasan yang ketat. Ia khawatir kebijakan yang pro-rakyat ini disalahgunakan oleh kelompok tertentu yang ingin menambang dengan dalih rakyat, tetapi sebenarnya memiliki kepentingan bisnis besar.
“Verifikasi dalam proses pemberian izin tambang rakyat harus benar-benar dijalankan dengan disiplin. Tidak boleh ada praktik curang yang memanfaatkan kebijakan ini,” kata Ratna.
Kritik semacam ini bukan tanpa alasan. Di sejumlah daerah, aktivitas tambang rakyat kerap dimanfaatkan oleh pemodal besar yang beroperasi di balik nama masyarakat. Situasi itu membuat semangat pemberdayaan rakyat justru berubah menjadi bentuk baru eksploitasi sumber daya alam.
Ratna menilai pemerintah perlu memperkuat mekanisme verifikasi dan pengawasan lintas instansi agar kebijakan ini berjalan sesuai semangat awalnya: kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan lingkungan.
Langkah Pemerintah Menuju Energi Hijau dan Mandiri
Ratna juga mengapresiasi kebijakan energi pemerintah yang dinilainya semakin berpihak pada rakyat dan lingkungan. Ia menyoroti program listrik desa, pembangkit listrik tenaga surya komunal, dan pengembangan biodiesel sebagai bagian dari strategi nasional menuju transisi energi bersih.
“Kebijakan energi yang berpihak pada rakyat dan lingkungan tidak hanya mendukung transisi energi bersih, tetapi juga menjaga kesejahteraan petani dan masyarakat desa,” ujarnya.
Dalam pandangan Ratna, keberpihakan pada energi rakyat adalah langkah strategis menuju kemandirian. Namun, ia menekankan agar proses perizinan tambang rakyat tetap dilakukan dengan prinsip mudah, transparan, dan terjangkau, serta kepemilikan tetap berada di tangan masyarakat lokal.
“Pengelolaan tambang rakyat harus diarahkan pada hilirisasi agar menciptakan nilai tambah dan memperkuat ekonomi lokal secara berkelanjutan,” kata Ratna.
Warisan Pemerintahan untuk Kemandirian Energi
Ratna berharap legalisasi tambang rakyat menjadi warisan penting pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan kemandirian energi nasional. Menurutnya, arah kebijakan energi ke depan tidak semata soal produksi, melainkan juga pemerataan kesejahteraan dan perlindungan alam.
“Energi bukan hanya tentang angka dan barel, tapi tentang pemerataan kesejahteraan dan keberlanjutan lingkungan. Dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat dan bumi, tambang rakyat bisa menjadi sumber harapan baru bagi kemakmuran Indonesia,” tutupnya.
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post