oleh :
Hasanuddin
IRC for Reform
Kabariku – Nietzsche pernah berkata bahwa manusia digerakkan oleh kehendak untuk berkuasa-dorongan dasar untuk menegaskan dirinya di dunia. Namun di era selebritas post-truth, kehendak itu mengalami mutasi.
Kekuasaan tidak lagi hadir dalam bentuk ide, pengaruh moral, atau karya besar, melainkan dalam bentuk viralitas. Kuasa kini adalah algoritma, dan tahta tertinggi adalah trending topic.
Di republik selebritas, kerusuhan pun bisa diturunkan nilainya menjadi sekadar tontonan. Api yang membakar kota, gas air mata, dan teriakan massa-semua bisa dipotong, disunting, lalu diunggah dengan musik dramatis agar lebih engaging. Kekacauan yang seharusnya menjadi tragedi sosial justru berubah menjadi kapital sosial. Kerusuhan bukan lagi ancaman, tapi peluang konten.
Inilah wajah paling sinis dari zaman post-truth: kebenaran tidak lagi dicari, hanya ditonton. Derita manusia bisa dijadikan hiburan, luka kolektif bisa dipakai untuk menaikkan jumlah pengikut. Yang terpenting bukanlah apakah kerusuhan itu bisa diselesaikan, melainkan apakah bisa diviralkan.
Kehendak untuk berkuasa di era ini adalah kehendak untuk tidak pernah hilang dari linimasa. Selebritas politik, selebritas aktivis, bahkan selebritas kerusuhan-semuanya berkompetisi demi sorotan kamera.
Realitas direduksi menjadi sekedar bahan bakar konten, sementara makna tenggelam dalam gelombang likes dan shares.
Tidak heran yang dijarah kaum selebritas, yang memviralkan pun dan yang menuntut dari kaum yang sama
Rusuh telah usai. Puing dan korbannya telah dihitung. Dukanya perlahan hilang. Diganti postingan peristiwa baru.
Yuk, viralkan lagi.
(Disela kaum modernitas mencari delik pidananya)
Proklamasi, 09+09 2025
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post