oleh :
Prof. (HC) Dr. Pius Lustrilanang, S.Ip., M.Si.
Komisaris Independen PT Aneka Tambang Tbk, Penulis Buku, dan Aktivis Reformasi 1998
Kabariku – Pertanyaan sederhana wartawan CNN Indonesia kepada Presiden Prabowo tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG) berujung pada pencabutan kartu liputan Istana. Langkah administratif ini menimbulkan perdebatan serius tentang kebebasan pers, tata kelola pemerintahan, dan transparansi sebuah program publik berskala besar.
Dalam demokrasi, relasi pemerintah dan pers semestinya dialogis, bukan sepihak. Pers bertugas bertanya, menggali, bahkan menggugat kebijakan publik. Pemerintah seharusnya menjawab dengan jernih, bukan mencabut akses.
Kebebasan Pers dalam Ujian
Kebebasan pers adalah salah satu fondasi demokrasi pascareformasi. Pasal 4 UU Pers 1999 menegaskan, pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Mencabut kartu liputan karena sebuah pertanyaan berpotensi dibaca sebagai “pembredelan administratif” yang halus.
Dalam literatur komunikasi politik, ini disebut chilling effect: tindakan represif yang membuat wartawan enggan bertanya kritis di masa depan (Schauer, 1978). Padahal, keberanian bertanya adalah bagian dari mekanisme check and balance antara publik dan kekuasaan.
Jika presiden atau istana tidak nyaman dengan pertanyaan, pilihan terbaik adalah menjawab dengan argumentasi atau klarifikasi prosedural. Dengan begitu, publik belajar tentang keterbukaan dan kedewasaan demokrasi.
Governance yang Dipertaruhkan
Program MBG adalah janji kampanye utama Presiden Prabowo. Dari perspektif governance, MBG melibatkan anggaran triliunan rupiah, distribusi lintas daerah, serta menyentuh jutaan anak sekolah. Sebuah program sebesar ini menuntut akuntabilitas dan pengawasan ketat.
Good governance menekankan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas (World Bank, 1992). Pertanyaan wartawan tentang MBG sejatinya bentuk partisipasi publik lewat media. Jika pertanyaan dianggap “di luar konteks,” ruang partisipasi publik justru menyempit.
Lebih jauh, governance yang sehat mensyaratkan keterbukaan menghadapi kritik. Mengutip Robert Dahl, demokrasi bertumpu pada public contestation dan inclusiveness (Dahl, 1998). Menutup pintu bagi pertanyaan media berisiko mengikis kualitas demokrasi.
Transparansi Program MBG
Transparansi adalah kunci agar publik percaya bahwa MBG berjalan sesuai rencana. Pertanyaan tentang isu keracunan makanan atau distribusi tidak merata bukanlah serangan politik, melainkan evaluasi wajar.
Sejarah menunjukkan, program makan gratis di banyak negara tidak steril dari persoalan teknis. Di Jepang, Korea, maupun Finlandia, kasus keracunan makanan di sekolah pernah mencuat. Namun alih-alih membungkam media, pemerintah setempat menjadikan kritik sebagai bahan perbaikan kebijakan (Kim & Lee, Journal of School Health, 2017). Transparansi dalam menjawab kritik membuat publik semakin percaya.
Di Indonesia, tantangan MBG jelas besar: kualitas bahan pangan, rantai distribusi, hingga mekanisme pengawasan di lapangan. Semua ini membutuhkan keterbukaan pemerintah dalam menerima pertanyaan. Dengan begitu, program tidak hanya besar dalam angka, tetapi juga kredibel dalam pelaksanaan.
Demokrasi Bukan Panggung Sepihak
Demokrasi bukan panggung monolog kekuasaan, melainkan ruang dialog setara. Wartawan bertanya bukan untuk menjatuhkan, melainkan menghubungkan suara publik dengan telinga kekuasaan.
Pencabutan kartu liputan seharusnya dibaca sebagai alarm dini. Jika akses pers bisa dicabut karena pertanyaan kritis, bagaimana dengan akses masyarakat biasa? Jika program sebesar MBG tidak boleh dipertanyakan, bagaimana nasib kebijakan lain yang lebih kecil?
Pemerintah baru sebaiknya meneguhkan citra keterbukaan. Dengan membuka ruang dialog, legitimasi akan menguat. Dengan menjawab kritik, pemerintah membuktikan bahwa programnya siap diuji.
Penutup
Kebebasan pers, governance, dan transparansi adalah tiga serangkai yang tidak bisa dipisahkan. Kasus pencabutan kartu liputan wartawan CNN bukan sekadar urusan prosedural Istana, melainkan cermin bagaimana negara memperlakukan pers sebagai mitra kritis.
Publik tentu berharap, alih-alih menutup ruang tanya, pemerintah membuka lebih banyak kanal informasi. Dengan begitu, program MBG bisa berjalan bukan hanya sebagai janji politik, tetapi sebagai kebijakan publik yang legitimate, transparan, dan mendapat dukungan rakyat luas.***
Jakarta, 28 September 2025
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post