“ALDERA adalah Organ gerakan yang dibangun khusus untuk menggalang kekuatan rakyat dan mahasiswa untuk mengejar demokratisasi di Indonesia. Organ ini dibentuk dari kantung-kantung pergerakan mahasiswa dari berbagai kota yang berfokus pada bagaimana menggerakan reformasi dan melawan kediktatoran rezim Soeharto”.
Dr. Pius Lustrilanang, S.IP., M.Si., CFrA., CSFA.
Sekjen ALDERA
Anggota VI BPK RI, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VI
Jakarta, Kabariku– ALDERA, Aliansi Demokrasi Rakyat berperan penting dalam proses demokrasi bangsa Indonesia yang berangkat dari melatih diri sendiri dan belajar dari teori-teori perubahan. Pada akhirnya tersadar bahwa rezim pada waktu itu harus diganti dengan rezim yang lebih demokratis.
“Kita (ALDERA) muncul cukup lama, gerakan mahasiswa ini berlangsung diakhir 80-an mewakili dari kasus-kasus tanah, buruh dan sebagainya. Sampai akhirnya tahun 93 kita sadar tidak bisa bergerak secara spontanis tapi kita bergerak terpimpin dan disiplin. Dan tujuannya jelas mewujudkan demokratisasi di Indonesia dengan taruhan nyawa sekalipun”.


Hal itu disampaikan Pius Lustrilanang dalam cuplikan pembukaan acara Peluncuran dan Bedah Buku ‘ALDERA’ Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 yang digelar di Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, Jum’at (28/10/2022).
Hadir selaku keynote speaker, Pius Lustrilanang menyampaikan, awal ide rencana berkumpul rutin lagi hingga tercetus rencana membuat buku sejarah ALDERA.
“ALDERA tidak banyak dikenal, namun masyarakat umum lebih menganal aktivis. ALDERA salah satu elemen penting pada saat reformasi,” kata Pius.
Menurut Pius, Reformasi merupakan kerja kolosal, kerja banyak orang dimulai dari idenya tahun 74 dan berlanjut ke angkatan 90an.
“Dimana saya dan kawan-kawan ada pada saat itu, militansi gerakan mahasiswa itu ditularkan turun temurun dari generasi ke genarasi dari 74-78 dan 80an,” ungkap Pius.
Pius berkisah, lima tahun masa kuliahnya mengabdidalam pergerkan mahasiswa hingga baru selesai dalam waktu 8 tahun.
“Karena waktu itu mempertahankan gelar mahasiwa sangat penting, karena saya belajar kalau non-mahasiwa melawan Soeharto hukumannya,waktu Undang-Undang Supersi uhkuman 14 tahun. Kalau mahasiwa 4 tahun lah paling lama,” ujarnya.
Kata Pius, buku ini (ALDERA) ditulis hampir 25-30 tahun stelah peristiwa terjadi, murni mengandalkan ingatan para pelakunya.
“Meskipun mengandalkan ingatan, buku ini di cross check dengan bukti-bukti tertulis di media,” terangnya.
Buku ini terbit, lanjut Pius, setelah 2 tahun karena penulisnya aktivis mahasiswa yang dipaksa selesai karena sudah terlalu lama.

“Buku ini merekam sejarah penting reformasi, saya berpesan buat mahasiswa yang hadir disini jangan cuma kuliah, aktiflah di organisasi. Waktumu sedikit, jika rakyat memanggilmu kalian harus tetap turun ke jalan,” cetusnya.
Pius berpesan jangan pernah mengkhianati hati nurani, dirinya percaya gerakan mahasiswa adalah elemen penting bagi sejarah Republik Indonesia.
“Gerakan mahasiswa akan selalu muncul apabila para politisi atau penguasa tidak lagi mendengar atau mengabaikan rakyat,” katanya.
BACA juga ‘Peluncuran dan Bedah Buku ‘ALDERA’ Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999’
Buku ini terbit menjelang 25 tahun reformasi, mantan-mantan demonstran yang tidak pernah surut.
“Kita harus melawan, tetap melawan ide-ide dari benih-benih otoritarian dimana pun berada. Kita harus melawan ide perpanjangan masa jabatan, kita harus melawan tiga periode. Reformasi ini tetap kita bangun meski hanya prosedural,” jelasnya.
Demokrasi ini, menurutnya, adanya kebebasan memilih, kebebasan pers, hukum yang tidak berpenguasa dan tentara yang tidak berpolitik.
“Itu semua harus tetap dijaga, banyak yang berhutang pada reformasi ini. Saya percaya buku ini akan menginspirasi bagi para mahasiswa, ini adalah buku tentang kita, buku sejarah kita. Salam Reformasi,” tutupnya.***
Red/K.000
BACA juga Berita WartaPemilu KLIK disini
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post