Kabariku- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penyelidikan kasus dugaan korupsi ajang balap mobil listrik Formula E di DKI Jakarta masih berjalan. KPK terus memeriksa beberapa saksi yang diduga mengetahui kejadian terkait kasus tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Ak., S.H., CFE., menyatakan pihaknya tengah mendalami proses penyelenggaraan hingga pembayaran penyelenggaraan ajang tersebut. Diduga ada pembayaran fee yang lebih mahal dibanding negara lain.
“Para pihak yang kita duga mengetahui terkait dengan mungkin rencana penyelenggaraan itu, terus bagaimana pembiayaannya, kemudian bagaimana menyetorkan uang itu nah itu lah yang akan kita undang untuk menjelaskan,” ujar Alex di Gedung KPK, Jakarta Selatan. Rabu (17/11/2021).
Alex mengatakan, KPK ingin mengetahui kronologi dan duduk perkara adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam ajang ini.
Alex pun meminta masyarakat bersabar dan mengawal kinerja lembaga antirasuah.
“Tapi prinsipnya dalam proses penyelidikan kita ingin mengetahui duduk perkara dalam persoalan ini,” ucap Alex.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi mengumumkan, bahwa Jakarta akan menjadi tuan rumah balap ABB FIA Formula E pada 4 Juni 2022.
Dalam keterangan resmi Pemprov DKI, dijelaskan bahwa keputusan Jakarta menjadi tuan rumah Formula E ditetapkan melalui FIA World Motor Sport Council di Paris, pada 15 Oktober 2021 lalu, yang sekaligus meratifikasi kalender balapan musim ke-8 tahun 2021/2022 Kemudian, pada tahun 2022, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah beberapa gelaran balap dunia, termasuk MotoGP.
Untuk diketahui, dalam helatan Formula E pemerintah pusat tidak mengizinkan untuk dilakukan di kawasan Monumen Nasional atau Monas. Namun, kawasan seperti Jalan Medan Merdeka masih tetap diperbolehkan.
Kawasan Medan Merdeka yang boleh tetap digunakan meliputi; Jalan Merdeka Timur, Selatan, Barat, sampai dengan putar balik di depan kantor RRI.
Semula PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Formula E Operation (FEO) bakal mengecek lokasi alternatif sirkuit di Ibu Kota pada Oktober, agendanya mundur ke November dikarenakan mengikuti jadwal dari FEO.
Formula E rencananya digelar 4 Juni 2022 yang juga berbarengan dengan rangkaian acara hari ulang tahun (HUT) ke-493 DKI Jakarta.
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit laporan pembiayaan yang dikeluarkan Pemprov DKI untuk ajang Formula E yang ditunda akibat COVID-19. Hasilnya, ada sejumlah masalah yang ditemukan oleh BPK.
BPK mengungkapkan, untuk menggelar Formula E di Jakarta, Pemprov DKI telah merogoh kocek hampir Rp 1 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk membayar kepada Formula E Operation (FEO) Ltd selaku pemegang lisensi Formula E.
“Berdasarkan penelitian transaksi keuangan terkait penyelenggaraan Formula E, diketahui bahwa pembayaran yang telah dilakukan kepada FEO adalah senilai GBP 53.000.000,00 atau setara Rp 983.310.000.000,00,” tulis BPK dalam Buku Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 yang telah dikonfirmasi anggota BPK, Achsanul Qosasi, Senin (22/3/2021) yang lalu.
Rabu (29/9/2021), Pemprov DKI Jakarta menyatakan bahwa seluruh rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penyelenggaraan Formula E sudah dituntaskan. Dilansir dari keterangan resmi Pemprov DKI Jakarta dalam situs Pejabat Pengelola Informasi Dokumentasi (PPID).
Pemprov DKI menyatakan sudah menindaklanjuti tiga rekomendasi BPK. “BPK menyampaikan tiga rekomendasi, yang semuanya sudah di-follow up dan telah dinyatakan tuntas,” tulis Pemprov DKI.
Dilansir dari laman jakarta.bpk.go.id, Rabu, 23 Maret 2021 yang lalu Terdapat Lima Temuan 5 Temuan BPK Saat Audit Formula E di DKI Jakarta, Berikut ini temuan-temuan BPK dalam audit tersebut:
1. Pembayaran Fee Senilai Rp 560,31 Miliar
BPK merinci pembayaran feeyang telah dilakukan Pemprov DKI terkait penyelenggaraan Formula E. Tahun 2019, Pemprov DKI telah membayarkan feesenilai GBP 29 juta atau setara Rp 360 miliar.
Kemudian, pada 2020, Pemprov DKI kembali membayarkan fee senilai GBP 11 Juta atau setara dengan Rp. 200,31 Miliar.
“Fee yang dibayarkan pada tahun 2019 senilai GBP 20.000.000,00 atau setara Rp 360.000.000.000,00. Fee yang dibayarkan tahun 2020 senilai GBP 11.000.000,00 atau setara Rp 200.310.000.000,00,” tulis BPK.
2. Pembayaran Bank Garansi Senilai Rp 423 Miliar
BPK mencatat, Pemprov DKI juga telah membayar Bank Garansi senilai GBP 22 juta atau setara Rp 423 miliar. Namun terkait Bank Garansi ini, PT Jakpro telah renegosiasi pada 13 Mei 2020 kepada FEO untuk penarikan Bank Garansi dan telah disetujui.
“Bank Garansi senilai GBP 22.000.000,00 atau setara Rp423.000.000.000,00. Pihak PT Jakpro telah melakukan renegosiasi dengan FEO terkait penarikan bank garansi senilai GBP 22.000.000,00 yang telah disetujui oleh pihak FEO melalui surat tanggal 13 Mei 2020,” tuturnya.
3. Penarikan Bank Garansi
Menurut laporan BPK, PT Jakpro telah menarik Bank Garansi yang telah dibayarkan. Penarikan Bank Garansi dilakukan karena gelaran Formula E ditunda akibat pandemi virus Corona (COVID-19) yang masih mewabah di DKI Jakarta. Pemprov DKI meminta penundaan ajang Formula E sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
“Pada saat persiapan penyelenggaraan musim pertama Formula E 2019/2020 pada tahun 2020 telah terjadi pandemi Corona Virus Disease 19 (COVID-19) yang merupakan kondisi force majeure sehingga menyebabkan Gubernur DKI Jakarta melakukan penundaan penyelenggaraan Formula E musim pertama. Penundaan tersebut dilakukan melalui Surat Nomor 117/-1.857.73 tanggal 9 Maret 2020 kepada Organizing Committee Jakarta E-Prix untuk menunda penyelenggaraan Formula E yang semula akan dilaksanakan pada bulan Juni 2020,” tulis BPK.
4. PT Jakpro Dinilai Belum Maksimal soal Renegosiasi dengan FEO
BPK menilai PT Jakpro belum maksimal dalam melakukan renegosiasi dengan pihak FEO soal pembayaran tersebut. Pasalnya, keberlangsungan gelaran Formula E ini tidak dapat dipertegas keberlanjutan kerja samanya ataupun pendanaan yang telah dibayar.
“Dengan adanya kondisi force majeure yang belum dapat dipastikan kapan berakhirnya, PT Jakpro selaku perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum optimal melakukan renegosiasi dengan pihak FEO yang dapat mempertegas dan memperjelas keberlanjutan kerja sama dan status pendanaan yang telah disetorkan,” tulisnya.
5. Belum Ada Kejelasan Pembagian Pendanaan
BPK menilai belum ada kejelasan soal pembagian pendanaan yang bisa membebani APBD DKI. Pasalnya satuan kerja Pemprov DKI juga diidentifikasi ikut dalam aktivitas penyelenggaraan Formula E, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, otomatis alokasi biaya jadi beban APBD.
“Dengan pendanaan kegiatan Formula E musim 2019/2020 yang seluruhnya masih dibiayai oleh APBD Pemprov DKI Jakarta, baik melalui anggaran Dispora maupun melalui PMD kepada PT Jakpro, maka beban pembiayaan kegiatan Formula E tersebut masih sangat bergantung pada dana APBD Provinsi DKI Jakarta,” demikian isi hasil BPK.
Sementara jika mengacu pada Pergub 83 Tahun 2019 tentang penugasan Jakpro dalam penyelenggaraan Formula E, Jakpro bisa bekerja sama dengan pihak lain dengan prinsip saling menguntungkan atau mencari sumber dana lain sesuai dengan ketentuan sehingga mekanisme itu tidak lagi bergantung pada APBD DKI.
“Konsep pendanaan dari pihak ketiga sebagai sponsorship, merupakan alternatif pembiayaan yang sangat diperlukan. Berdasarkan hasil studi kelayakan, penyelenggaraan Formula E ini akan membebani PT Jakpro, sehingga dapat menggerus keuangan PT Jakpro itu sendiri,” tulis audit BPK.
Selasa (16/11/2021), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengusut kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan Formula E.
KPK berjanji tidak akan ada unsur politik dalam proses penyelidikan. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua KPK DR. Nurul Ghufron, SH. MH., mengatakan setiap penanganan kasus di KPK diukur sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Jadi, kalau ditanya berpolitik, apa pun yang dilaporkan ke KPK pasti motifnya macam-macam, baik motif ekonomi, politik, dan sebagainya, pasti ada motifnya. Tapi kami memfilternya dengan ukuran hukum. Kalau memenuhi ukuran hukum, kami tindak lanjuti,” kata Ghufron.
Dia mengatakan, dalam penanganan kasus korupsi, KPK mengacu pada standar hukum. Selain itu, setiap laporan yang masuk akan ditindaklanjuti dengan prosedur yang berlaku.
“KPK adalah penegak hukum, standarnya adalah standar hukum, baik prosedurnya maupun ketentuan dan syaratnya, jadi setiap laporan yang dilaporkan kepada KPK tentu kami akan tindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang kami tentukan,” tegas Ghufron.
Ghufron menuturkan setiap laporan akan diterima dan dikaji. Selanjutnya akan ditelaah dengan menentukan apakah dapat diduga sebagai tindak pidana korupsi.
“Apa saja? Pertama kami terima, kami kaji, kami telaah lebih lanjut apakah laporan tersebut merupakan patut diduga sebagai dugaan tindak pidana korupsi,” sambungnya.
Lebih lanjut Ghufron kembali menegaskan KPK sesuai kewenangan tentu akan menangani semua dugaan tindak pidana korupsi sesuai dengan aturan hukum.
“Kalau diduga tindak pidana korupsi, kemudian ditentukan apakah sesuai kewenangan KPK sesuai dengan Pasal 11 yaitu APH, penegak hukum, penyelenggara negara, atau kerugiannya di atas Rp 1 miliar. Kalau sudah berdasarkan telaah tersebut merupakan tindak pidana, baru kami lakukan proses penyelidikan dan penyidikan berlanjut sesuai prosedur hukum,” tutupnya.***