(Tulisan ini bersifat populer, untuk membuka ruang pemahaman pada semua kalangan dan sekaligus membuka wacana diskusi publik)
Kabariku- DPRD adalah bagian dari penyelenggaraan pemerintahan daerah karena fungsi legislasi dan anggaran. Pada penyusunan perda dan alokasi anggaran, DPRD terlibat bersama-sama dengan pemerintah daerah, dan khusus pada pengalokasian anggaran dalam prosedur dan prakteknya DPRD memiliki kewenangan terbatas, dimanà “unsur bersama-samanya” lebih pada persetujuan, dan pasif dalam alokasi, baik teknis kegiatan dan anggaran.

Namun, konsekuensi dibatasinya atau pembatasan pada penyusunan anggaran, DPRD diberi ruang dalam melaksanakan fungsi pengawasan.
Secara teoritik, ini adalah ciri dari adanya pembagian kekuasaan menurut Friedrick Julius Stahl, dan adanya pembagian tiga kekuasaan menurut Montesque dalam bukunya “L’Espirit des Lois” (1748).
Dan sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 1 ayat 3 UuD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum dan Demokrasi dengan sistem pembagian kekuasaan menjadi 3; eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah, hal menarik untuk diperbincangkan soal kekuasaan legislatif (DPRD) adalah pada fungsi pengawasan, oleh karena “keadaan pasif” pada fungsi legislasi dan anggaran, karena inisiatif dan prosedur legislasi dan anggaran lebih banyak tersedia pada kekuasaan eksekutif atau pemerintah daerah (Bupati-Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah beserta perangkatnya).
Fungsi Pengawasan DPRD
Mengacu pada Tatib DPRD Kabupatrlen Garut Nomor 1 Tahun 2018, pasal 22 disebutkan bahwa Pengawasan DPRD diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan;
Perda dan Peraturan Bupati, Peraturan perundang-undangan terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan tindak lanjut hasil pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam pelaksanaan pengawasaan ini DPRD diberikan kewenangan atau Hak angket, interpelasi dan menyatakan pendapat.
Bahkan, untuk melindungi “abuse of power” yang dilakukan eksekutif, DPRD diberikan Hak Imunitas dalam menjalankan kewenangan tersebut.
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan BPK
Hubungan DPRD dan BPK dalam pengawasan dengan tegas dinyatakan pada Tatib DPRD (sebagaimana diatas), sehingga relasi DPRD-BPK dalam pengawasaan keuangan negara yang dilaksanakan pemerintah daerah merupakan relasi strategis.
DPRD secara berkala atau reguler mendapatkan hasil pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK.
Dan berdasarkan fungsinya, DPRD tinggal menindaklanjuti LHP tersebut untuk menilai kinerja pemerintah daerah, bahkan menemukan indikasi penyimpangan atau penyalahgunaan keuangan negara.
Tindaklanjut ini menjadi diskresi DPRD, apakah akan ditindaklanjuti atau tidak?, atau …. atau…
Dalam menjalankan fungsi pengawasan ini, DPRD tidak hanya bersifat pasif menerima hasil, bahkan DPRD dapat meminta dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau audit investigatif.
Atau merekomendasikan pihak yudikatif (Aparat Penegak Hukum) menindaklanjuti temuan dugaan tindak pidananya.
Sinergi DPRD, BPK dan Yudikatif terbentuk karena fungsi pengawasan sebagaima ketentuan perundang-undangan sebagai wujud nyata dari kata kunci Negara Hukum dan Demokrasi.
Check and balances terhadap penyelenggara pemerintah daerah dari upaya menyimpangi keuangan negara dengan melawan hukum.
Fungsi Pengawasan adalah Marwahnya DPRD
Eksistensi lembaga legislatif tergantung dilaksanakannya fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Namun, jika eksistensi mau ditingkatkan derajatnya pada substansi kehormatan atau marwah, maka fungsi pengawasan harus dijalankan tegak lurus.
Dengan mengabaikan fungsi pengawasan sebagai diskresi yang bisa dan bisa tidak dilakukan.
Kritik Reformasi dilakukan karena prakteknya kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif menjadi satu kesatuan dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, dimana trias politica tidak terjadi dan bersama-sama melakukan abuse of power sehingga terjadi praktek penyelenggaraan pemerintahan yang korup.
Maka, jangan heran hingga hari ini publik selalu bereaksi curiga terhadap ketiga pembagian kekuasaan ini, sebab punya trauma psikologis masa lalu, dan khawatir masih terjadi pada saat ini, yang tentu saja berdampak pada publik, dimana;
Yang tidak memiliki dan ber-relasi dengan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif bersiaplah dengan hidup penuh ketidakadilan, kesetaraan dan celakanya dalam kemiskinan struktural.***
26.11.2021
Hasanuddin
Aktifis ’98
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post