Jakarta, Kabariku – Persidangan perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan kembali mengungkap relasi antara pejabat kementerian, politisi, dan pengusaha. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, nama Agustina Wilujeng Pramestuti, mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, disebut berperan dalam proses pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada 2021.
Kesaksian itu disampaikan Jumeri, mantan Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim yang diketuai Purwanto S. Abdullah, Selasa, 23 Desember 2025.
Menurut Jumeri, Agustina yang kini menjabat Wali Kota Semarang tidak hanya mengajukan nama pengusaha, tetapi juga memfasilitasi pertemuan langsung antara pejabat Kemendikbudristek dan pihak swasta yang akan menjadi penyedia Chromebook.
Pertemuan Tertutup di Hotel
Jumeri mengungkapkan, pertemuan tersebut berlangsung di Hotel Fairmont, Jakarta, ketika Agustina masih menjadi anggota Komisi X DPR RI, komisi yang membidangi pendidikan dan menjadi mitra kerja Kemendikbudristek.
Ia menyebut pertemuan itu terjadi atas penugasan langsung dari Nadiem Anwar Makarim, yang saat itu menjabat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Kami diminta, kemudian mengajak semua direktur untuk ikut ke Hotel Fairmont. Kita diundang ke atas,” kata Jumeri dalam persidangan.
Dalam pertemuan itu, Agustina memperkenalkan tiga pengusaha yang disebut akan mengajukan diri sebagai rekanan pengadaan Chromebook. Mereka adalah Hendrik Tio dari PT Bhinneka Mentari Dimensi, Michael Sugiarto dari PT Tera Data Indonusa (Axioo), dan Timothy Siddik dari PT Zyrexindo Mandiri Buana.
“Yang saya ingat ada tiga orang,” ujar Jumeri.
Tak lama setelah pertemuan tersebut, ketiga perusahaan itu kemudian terlibat dalam proyek pengadaan Chromebook tahun 2021.
Nilai Proyek dan Dugaan Keuntungan
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut kebutuhan Chromebook pada 2021 mencapai 431.730 unit. Sebagian pengadaan dibiayai melalui APBN 2021 sebanyak 189.165 unit, sementara sisanya 242.565 unit menggunakan DAK fisik pendidikan.
Jaksa menyatakan proyek tersebut menguntungkan sejumlah perusahaan. PT Bhinneka Mentari Dimensi disebut menerima keuntungan Rp 281,6 miliar, PT Tera Data Indonusa (Axioo) sebesar Rp 177 miliar, dan PT Zyrexindo Mandiri Buana sebesar Rp 41,1 miliar.
Politikus Lain dan Dugaan Pendekatan Penyedia
Selain Agustina, Jumeri juga menyebut nama Sofyan Tan, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan. Ia mengaku pernah dipertemukan dengan seorang pengusaha oleh Sofyan Tan untuk membahas pengadaan Chromebook tahun 2022.
“Beliau mengajak saya sarapan di Hotel Fairmont. Saya dipertemukan dengan seorang pengusaha,” kata Jumeri.
Jaksa kemudian menanyakan apakah pendekatan penyedia terhadap pejabat kementerian masih berlanjut pada pengadaan tahun berikutnya. Jumeri menjawab bahwa pendekatan tersebut memang ada.
Aliran Uang dan Barang
Dalam persidangan yang sama, Jumeri juga mengakui pernah menerima uang dan sebuah telepon genggam dari dua terdakwa, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah. Meski jumlahnya tidak disebutkan secara langsung di persidangan, jaksa mencatat nilai uang tersebut sebesar Rp 100 juta.
“Beliau berdua men-support kami untuk kegiatan kami. Terkait dengan dukungan pengadaan,” ujar Jumeri.
Chromebook Dinilai Tak Layak Sejak Awal
Saksi lain, Hamid Muhammad, Dirjen PAUD Dikdasmen periode 2015–2020, menyampaikan bahwa penggunaan Chromebook sebenarnya telah diuji coba sejak 2018 dan dinilai tidak berhasil.
Menurut Hamid, kegagalan itu disebabkan keterbatasan listrik dan internet, terutama di wilayah 3T, serta ketidakcocokan sistem operasi Chromebook dengan aplikasi pembelajaran nasional yang berbasis Windows.
“Chromebook itu tidak bisa jalan tanpa jaringan internet dan listrik,” kata Hamid.
Ia menyebut hasil uji coba tersebut telah disampaikan kepada tim terkait, termasuk Ibrahim Arief, Jurist Tan, dan Fiona Handayani, serta pernah dilaporkan kepada Nadiem Makarim dalam rapat. Namun, menurut Hamid, peringatan tersebut tidak mendapat respons berarti.
“Sepertinya, ya, kayak mengabaikan aja,” ujarnya.
Kerugian Negara Triliunan Rupiah
Jaksa menyebut total kerugian negara mencapai Rp 2,1 triliun dalam perkara digitalisasi pendidikan 2019–2022. Kerugian tersebut berasal dari selisih harga Chromebook sebesar Rp 1,56 triliun dan pengadaan Chrome Device Management (CDM) yang dinilai tidak dibutuhkan senilai Rp 621,3 miliar.
Dalam perkara ini, sejumlah pihak disebut turut diperkaya, termasuk Nadiem Anwar Makarim dengan nilai mencapai Rp 809 miliar. Sementara itu, satu tersangka lain, Jurist Tan, hingga kini masih buron dan diduga berada di luar negeri.
Dua terdakwa utama, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, didakwa melanggar ketentuan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana berat.
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
















Discussion about this post