Hoaks bukan sekadar berita bohong. Ia adalah serangan senyap yang perlahan menggerogoti bangsa, memecah belah persatuan, dan menurunkan kepercayaan publik.
Data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat, sejak Agustus 2018 hingga akhir 2023 terdapat 12.547 konten hoaks yang berhasil ditangani.
Ironisnya, alih-alih menurun, pada 2024 jumlahnya justru naik menjadi 1.923 konten, dengan puncaknya pada Oktober mencapai 215 konten (Komdigi: 2024). Fakta ini menunjukkan bahwa hoaks kian liar dan meresahkan.
Dalam perspektif Islam, hoaks bukan hanya informasi palsu, melainkan dosa sosial sekaligus pelanggaran moral. Alquran secara tegas mengingatkan pentingnya prinsip tabayyun (verifikasi informasi), sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al-Hujurat ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ٦
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Nabi Muhammad SAW pun memperingatkan dengan sabdanya:
عَنْ أَبِي ىُرَيْ رَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْوُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْوِ وَ سَلَّمَ قال : كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا، أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ (رواه مسلم)
“Cukuplah seseorang dianggap berdusta jika ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR Muslim)
Pesan ini sangat relevan di era digital. Tanpa tabayun, masyarakat mudah terprovokasi, menyebarkan kabar tanpa kepastian, dan akhirnya terjebak dalam lingkaran fitnah.
Karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Fatwa ini menegaskan larangan menyebarkan hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian.
Lebih dari itu, fatwa ini menggariskan etika bermedia sosial yang sejalan dengan nilai Islam yakni menjaga kejujuran, menghindari ghibah, dan tidak menyebarkan konten yang merusak persaudaraan.
Dengan kata lain, fatwa ini hadir bukan sekadar untuk melarang, melainkan juga memberi panduan praktis bagaimana seorang Muslim harus berinteraksi secara sehat di ruang digital.
Hoaks bukanlah persoalan kecil. Ia mampu merusak kepercayaan publik, memicu konflik horizontal, bahkan mengancam stabilitas negara. Karena itu, melawannya adalah tugas bersama yaitu pemerintah dengan regulasi, ulama melalui fatwa, dan masyarakat lewat kesadaran literasi digital.
Pada akhirnya, melawan hoaks bukan hanya soal menjaga kebenaran informasi, melainkan juga menjaga martabat bangsa. Setiap klik, setiap unggahan, dan setiap bagikan di media sosial adalah cermin tanggung jawab moral yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Penulis : Fitri Aulia Lestari, ed: Nashih
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post