Penyiaran yang sehat merupakan salah satu kunci untuk merawat keutuhan (persatuan dan kesatuan) bangsa. Pasalnya, penyiaran (isi siaran TV dan radio), masih dianggap sebagai sumber informasi utama (aman, benar dan terpercaya) sekaligus menjadi media penjernih.
“Persatuan itu bisa dikaitkan dengan penyiaran. Menjaga persatuan adalah amanah sejarah dan tugas bersama termasuk media massa (TV dan radio) dan juga Gen Z,” kata Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, dalam paparan sebagai nara sumber acara Sosialisasi Hasil Pengawasan Siaran TV dan Radio bertajuk “Merawat Persatuan Melalui Penyiaran yang Sehat dan Berkualitas” di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.
Ia menjelaskan kewajiban untuk merawat persatuan tidak lepas dari tantangan dengan makin massifnya informasi dan konten yang berasal dari media berbasis internet. Permasalahannya, informasi dan konten tersebut tidak benar-benar dapat diyakini kebenarannya. Terlebih media baru ini belum ada payung hukum yang tegas dan diawasi.
“Tantangan kita sekarang adalah berita hoaks dan fake. Secara undang-undang penyiaran nomor 32 hanya (mengawasi) televisi dan radio. Dalam undang-undang ini, ada peran KPI yang diberi kewenangan mengawasi siaran televisi dan radio,” jelas Mimah Susanti.
Karenanya, lanjut Santi (panggilan akrabnya), penting bagi media penyiaran menghadirkan siaran yang sehat untuk masyarakat termasuk Gen Z. “Mereka ini harus mendapatkan siaran yang penuh nilai, mendidik dan tidak menyesatkan. Pokoknya harus jauh dari konten yang merusak. Soalnya, mereka ini punya peran penting untuk merawat persatuan bangsa,” tuturnya.
Pandangan yang sama juga disampaikan nara sumber sosialisasi lainnya, Ngatoillah. Ia mengatakan, konten itu bisa memengaruhi pola pikir seseorang. Oleh karenanya, kualitas siaran itu harus dijaga. “Ini menjadi tanggung jawab bersama kita,” katanya.
Ngato yang juga Tokoh Masyarakat ini mengkhawatirkan pemberitaan hoaks di media berbasis internet. Menurutnya, sebagian masyarakat masih sangat mudah percaya dengan informasi demikian. Karenanya, lanjut Ngato, perlu ada literasi secara berkelanjutan untuk masyarakat.
“Literasi media (digital) untuk masyarakat masih terbatas. Mereka pun masih minim verifikasi ulang terhadap informasi tersebut. Ini juga termasuk tantangan regulasinya,” ujar Ngatoillah di tempat yang sama.
Head of Strategic Programming Department Metro TV, Rosalia Arlusi, mengatakan kebutuhan masyarakat sekarang adalah informasi yang valid. “Masyarakat tidak akan menjadi sehat jika mereka selalu disuguhkan tayangan tidak sehat (termasuk informasi hoak dan fake),” katanya.
Rosa juga menyoroti meredupnya bisnis industry TV karena hadirnya media baru. Padahal, lanjutnya, TV masih menjadi media yang dituhkan oleh masyarakat karena sebagai penetrasi.
“Media televisi, menurut saya, tantangan saat ini adalah tidak fair (adil) dengan media sosial. Pasalnya, media digital tidak perlu banyak karyawan sedang industry (media) TV adalah padat karya dan aturannya sangat banyak karena siaran kami berdampak besar bagi masyarakat,” ungkap Rosa seraya mendorong adanya keadilan dalam berusaha ini.
Sementara itu, Sekjen PB. PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), M. Irkham Tamrin, meminta adanya kolaborasi semua pihak untuk menumbuhkembangkan penyiaran di tanah air. Ia juga mendorong pemuda untuk berperan besar terhadap perkembangan dan persatuan bangsa. “Pemuda harus jadi agen of change dan pengontrol,” tandasnya. ***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post