Jakarta, Kabariku – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti keras proses penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang dinilai minim partisipasi publik dan berlangsung tertutup.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur mendesak pemerintah segera membuka Daftar Isian Masalah (DIM) versi pemerintah ke hadapan publik demi menjamin transparansi dan akuntabilitas proses legislasi.
Menurut Isnur, langkah pemerintah yang mengumumkan telah menyelesaikan DIM RUU KUHAP pada Senin (23/6/2025) tanpa membuka akses kepada publik, mencerminkan praktik legislasi yang tergesa dan tidak partisipatif.
“Padahal KUHAP adalah fondasi sistem peradilan pidana. RUU-nya tidak bisa disusun sembarangan, apalagi tanpa pengawasan publik,” tegasnya. Rabu (25/6/2025).
DIM Tertutup, RUU KUHAP Rawan Abaikan HAM
YLBHI menilai banyak pasal bermasalah dalam draf RUU KUHAP versi DPR yang dijadikan dasar penyusunan DIM pemerintah.
Mulai dari lemahnya pengawasan terhadap aparat penegak hukum, luasnya ruang diskresi penyidik, hingga kurangnya mekanisme perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Jika DIM tidak segera dibuka, publik kehilangan kesempatan untuk mengoreksi atau memberi masukan terhadap rumusan pasal yang sangat menentukan nasib keadilan pidana di Indonesia.
“Masalah krusial seperti penyiksaan, kriminalisasi, hingga salah tangkap masih rentan terjadi karena KUHAP lama memberi ruang bagi praktik sewenang-wenang. RUU KUHAP mestinya hadir untuk memperbaiki, bukan memperparah,” ujar Isnur.
YLBHI juga menekankan bahwa pembaruan KUHAP harus memperkuat kontrol terhadap tindakan aparat penegak hukum melalui pengawasan yudisial yang efektif, bukan semata administratif.
Skema pra-peradilan saat ini dinilai terlalu lemah karena bersifat prosedural dan tidak substantif melindungi hak korban atau saksi.
Sebagai negara yang telah meratifikasi berbagai konvensi internasional, seperti ICCPR (UU 12/2005), CAT (UU 5/1998), dan CEDAW (UU 7/1984), Indonesia memiliki kewajiban untuk mengintegrasikan standar hak asasi manusia ke dalam peraturan nasional, termasuk KUHAP.
“Posisi sistem peradilan pidana Indonesia masih lemah di mata dunia. World Justice Project 2024 menempatkan Indonesia di peringkat 86 dari 142 negara. Di ASEAN, kita bahkan tertinggal dari Vietnam, Malaysia, apalagi Singapura,” ungkap Isnur.
Kondisi ini, kata dia, tak hanya berdampak pada wajah hukum nasional, tetapi juga merembet ke sektor ekonomi karena ketidakpastian hukum turut memengaruhi kepercayaan investor.
Legislasi Jangan jadi Formalitas
YLBHI menyoroti kecenderungan pemerintah dan DPR yang hanya mengutak-atik aspek administratif tanpa menyentuh akar persoalan struktural.
Salah satu contohnya adalah wacana penggunaan body camera dalam KUHAP tanpa perbaikan terhadap mekanisme pengawasan kewenangan aparat.
“Body camera bukan solusi jika tidak disertai dengan aturan ketat mengenai bagaimana, kapan, dan oleh siapa kewenangan aparat digunakan. Tanpa itu, pelanggaran HAM akan tetap terjadi dan dibiarkan,” jelas Isnur.
YLBHI menegaskan bahwa reformasi KUHAP harus menyeluruh, tidak hanya menyentuh pelaku kejahatan, tetapi juga memberi perlindungan setara kepada korban dan saksi.
Bantuan hukum sebagai hak konstitusional juga perlu diperluas agar tidak dibatasi oleh jenis kasus atau ancaman hukuman semata.
Seruan: Publik Berhak Tahu
“RUU KUHAP adalah soal nasib setiap warga negara yang berpotensi bersentuhan dengan hukum. Masyarakat harus diberi akses terhadap semua dokumen pembahasan sejak awal. Jangan tunggu disahkan baru publik tahu isinya,” pungkas Isnur.
YLBHI mengajak masyarakat sipil, akademisi, organisasi bantuan hukum, hingga korban ketidakadilan hukum untuk mencermati proses legislasi ini secara kritis.
“Revisi KUHAP bukan sekadar perbaikan teknis, tapi menyangkut masa depan keadilan pidana di Indonesia,” tutupnya.
Sebagai informasi, Pemerintah Republik Indonesia telah menyepakati Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Kesepakatan ini ditandai dengan pembubuhan paraf DIM RUU KUHAP oleh Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas; Ketua Mahkamah Agung, Sunarto; Jaksa Agung, ST Burhanuddin; Kapolri Listyo Sigit Prabowo; dan Wakil Menteri Sekretariat Negara, Bambang Eko Suhariyanto, Senin (23/6/2025) di gedung Kementerian Hukum (Kemenkum).*
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post