Jakarta, Kabariku – Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL) telah melakukan penetapan terhadap 3 orang tersangka dalam perkara koneksitas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2016.
“Tindak pidana tersebut terkait pelaksanaan pengadaan berdasarkan Agreement for the Provision of User Terminals and Related Services and Equipment antara Navayo International AG dan Kementerian Pertahanan pada 1 Juli 2016,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya diterima Kamis (08/05/2025).
Berikut Amandement No. 1 to the Agreement for the Provision of User Terminal and Related Services and Equipment tanggal 15 September 2016 pada Kementerian Pertahanan yang dilaksanakan oleh Navayo International AG.
“Tim Penyidik Koneksitas menetapkan tiga orang tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025,” lanjutnya.
Disebutkan, tiga Tersangka tersebut, antara lain Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi (L), yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Sarana Pertahanan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Kemhan; Anthony Thomas Van Der Hayden (ATVDH) tenaga ahli satelit Kemhan; serta GK (Gabor Kuti) CEO Navayo International AG, perusahaan asal Hungaria.

Sementara itu, Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Brigjen Andi Suci, menjelaskan, Total kerugian negara di kasus ini mencapai Rp 300 miliar.
“Untuk kerugian negara di rupiahkan sekitar 300 miliar kalau kala itu Rp 15 ribu kurang lebih 1 dolar,” ucap Brigjen Andi Suci.
Kasus Posisi dalam Perkara
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui Tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan selaku PPK telah menandatangani kontrak dengan Tersangka GK selaku CEO Navayo International AG (Perusahaan Hungaria) tanggal 1 Juli 2016.
Perjanjian ini, untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment) senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000.
“Bahwa penandatanganan kontrak antara Navayo International dengan PPK yakni Tersangka LNR dilakukan tanpa ada tersedianya anggaran,” jelasnya.
Selanjutnya, penunjukan adanya Navayo International AG sebagai pihak ketiga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa dimana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi aktif dari Tersangka ATVDH.
Navayo International AG mengklaim telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kementerian Pertahanan RI dengan berdasar kepada 4 buah Certificate of Performance (CoP) yang telah ditandatangani Letkol Tek JKG dan Kolonel Chb MRI.
Pekerjaan tersebut atas persetujuan Mayor Jendral TNI (Purn) BH dan Tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR, dimana CoP tersebut yang telah disiapkan oleh Tersangka ATVDH dan Tersangka GK tanpa dilakukan pengecekan/pemeriksaan terhadap barang yang dikirim Navayo terlebih dahulu.
Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan mengirimkan 4 (empat) invoice (permintaan pembayaran dan CoP).
“Namun sampai dengan tahun 2019 Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit,” lanjut Andi Suci.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan Navayo International AG diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampling barang yang dikirim Navayo.
“Sehingga diperoleh hasil bahwa Handphone sebanyak 550 buah bukan merupakan handphone satelit dan tidak terdapat Secure Chip sebagaimana spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak,” bebernya.
Terhadap master program yang dibuat Navayo yaitu sebanyak 12 buku Milstone 3 Submission setelah dinilai oleh ahli satelit dengan kesimpulan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah program user Terminal.
Adapun pihak JAM PIDMIL telah memeriksa 52 orang saksi sipil dan 7 orang saksi militer serta 9 orang Ahli.
Kementerian Pertahanan RI harus membayar sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani CoP.
Sementara menurut perhitungan BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak USD 21.384.851,89.
Untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris terhadap Putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura.
Pasal yang Disangkakan
Terhadap para Tersangka disangkakan Primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP
Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
Lebih Subsidair, Pasal 8 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.*
*Siaran Pers Nomor: PR-394/024/K.3/Kph.3/05/2025
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post