Jakarta, Kabariku- Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengevaluasi secara menyeluruh terkait penempatan perwira TNI aktif dalam sejumlah jabatan sipil di Kementerian dan Lembaga.
Hal ini buntut dari kasus korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas), Jokowi menyebut evaluasi tersebut dilakukan agar kejadian serupa tidak lagi terulang.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku tidak ingin ada penyelewengan kekuasaan lagi yang dilakukan perwira TNI.
“Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu (red-kasus suap Basarnas). Semuanya, karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi,” kata Jokowi kepada awak media, Senin (31/7/2023).
Lebih lanjut, Jokowi menuturkan bahwa penetapan tersangka terhadap Kabasarnas hanya masalah koordinasi.
Menurutnya, perlu ada koordinasi antara instansi-instansi terkait dalam proses penegakan hukum kasus dugaan suap di Basarnas tersebut.
Presiden Jokowi pun mengingatkan koordinasi perlu dilakukan instansi pemerintah sesuai kewenangan masing-masing.
“Menurut saya, masalah koordinasi ya, masalah kooridnasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan. Sudah, kalau itu dilakukan, rampung,” ucapnya.
Senada dengan Presiden Jokowi, Panglima TNI saat memimpin upacara serah terima jabatan sejumlah pejabat utama TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta beberapa waktu lalu mengatakan kasus dugaan suap yang terjadi di Basarnas harus menjadi bahan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang.
“Peristiwa di Basarnas perlu menjadi evaluasi kita. Kita harus mawas diri dengan hal seperti itu. Jangan dilihat negatifnya berita itu. Mari kita evaluasi bersama sehingga ke depan tidak terjadi lagi di tubuh TNI ataupun para prajurit TNI yang bertugas di luar struktur TNI. Sehingga kita tetap solid untuk melaksanakan tugas pokok atau fungsi TNI,” ucap Yudo.
Berdasarkan UU TNI Pasal 47 Ayat 2, prajurit TNI aktif dapat menduduki 10 Kementerian dan Lembaga.
Kementerian dan Lembaga itu antara lain, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Sekretaris Militer Presiden, dan Intelijen Negara.
Selanjutnya, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Dengan usulan penambahan delapan Kementerian dan Lembaga, nantinya TNI dapat menempatkan prajurit aktif ke 18 Kementerian dan Lembaga, apabila usulannya terealisasi.
Delapan kementerian yang diusulkan untuk dapat diisi oleh prajurit aktif TNI yakni:
-Kementerian Koordinator Bidang -Kemaritiman dan Investasi
-Kementerian Kelautan dan Perikanan
-Staf Kepresidenan
-Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
-Badan Nasional Penanggulangan Bencana
-Badan Nasional Pengamanan Perbatasan -Kejaksaan Agung, serta
-Kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan Presiden.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Kepada Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan kasus Korupsi pengadaan barang dan jasa.
Kabasarnas Henri Alfiandi diduga ‘mengakali’ sejumlah pengadaan proyek dalam sistem lelang elektronik LPSE di Basarnas. Henri diduga menerima suap hingga Rp88,3 miliar.
Dengan kode istilah “Dako” (dana komando) itu diduga merupakan fee dari sejumlah pengerjaan proyek dari hasil lelang di Basarnas. Diduga ada fee sebesar 10 persen dari setiap proyek.
Namun, polemik muncul setelahnya. Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI merasa, Henri yang berstatus prajurit TNI aktif mestinya diproses hukum oleh mereka, bukan oleh KPK kendati kepala Basarnas adalah jabatan sipil.
Atas peristiwa tersebut, KPK akhirnya meminta maaf setelah pertemuan tersebut.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post