Jakarta, Kabariku- Sejumlah terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan telah menghadapi proses hukum di Pengadilan Negeri Surabaya.
Beberapa terdakwa sudah dijatuhi vonis oleh Majelis Hakim, yaitu Abdul Haris (Ketua Panpel) divonis satu tahun enam bulan penjara.
Kemudian Suko Sutrisno (Security Officer) divonis satu tahun penjara, AKP Hasdarmawan (Danki III Brimob Polda Jawa Timur) divonis satu tahun enam bulan penjara.
Serta Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag ops Polres Malang) dan AKP Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang) diputus bebas.
Menyikapi putusan dalam kasus Tragedi Kanjuruhan itu, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), LBH Surabaya, LBH Pos Malang, Lokataru dan IM 57+ Institute, telah melakukan pemantauan atas proses hukum dan persidangan.

“Proses pemantauan kami lakukan sejak pendalaman fakta dilakukan oleh sejumlah lembaga negara hingga adanya putusan pengadilan terhadap sejumlah terdakwa. Metode pemantauan yang kami lakukan dengan cara pemantauan secara langsung di persidangan maupun pemantauan melalui media. Selain itu, kami juga melakukan penelusuran atas sejumlah dokumen yang terkait dengan tragedi ini,” ungkap Koalisi Masyarakat Sipil dalam rilisnya diterima Kabariku pada Rabu (22/3/2023).
Koalisi menyatakan, dari hasil pemantauan yang dilakukannya, pihaknya mendapatkan sejumlah temuan yang diduga proses hukum yang berjalan sejak awal, diduga dirancang untuk gagal dalam mengungkap fakta dan kebenaran yang ada.
Dengan kata lain, lanjutnya, ada upaya melindungi aktor-aktor lain yang seharusnya bertanggung jawab secara hukum.
“Diberikannya vonis ringan dan putusan bebas terhadap sejumlah terdakwa, merupakan bentuk pelecehan atas nilai-nilai keadilan dan kebenaran yang selama ini diperjuangkan para korban,” paparnya.
Koalisi juga menyimpulkan, proses peradilan terkait tragedi Kanjuruhan, sebagai bagian dari mata rantai impunitas terhadap sebuah tindak kejahatan.
“Minimnya upaya memberikan penghukuman maksimal terhadap berbagai aktor yang terlibat dalam tragedi ini, adalah langkah yang melumpuhkan kemungkinan proses peradilan sebagai instrumen yang memastikan masyarakat tidak akan menjadi korban kejahatan yang serupa di kemudian hari,” bebernya.
Keputusan ini menjadi semacam lampu hijau bagi tindakan-tindakan pelanggaran hak asasi manusia di kemudian hari.
“Proses hukum dalam mengungkap fakta secara utuh di balik tragedi ini telah gagal sehingga tak ada keadilan untuk seluruh korban dan keluarga korban,” ungkap Koalisi.
Kenyataan itu, lanjutnya, merupakan bentuk pelanggaran terkait hak atas keadilan dan hak atas proses peradilan yang fair sebagaimana diatur oleh berbagai instrumen hak asasi manusia seperti UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik hingga Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan.***
Red/K.002
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post