Garut, Kabariku- Permohonan Praperadilan dengan Pemohon Asep Muhidin, SH dan Rahadian Pratama, SH., CHCA., ditolak Majelis Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus.
Dalam amar putusan menyatakan :
Pertama, Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus berwenang mengadili perkara ini,
Kedua, Menyatakan permohonan Praperadilan nomor: 19/Pid.Pra/2022/PN Bandung tidak dapat diterima, dan
Ketiga, Membebankan biaya perkara ini kepada pemohon sebesar nihil.
Asep Muhidin, SH dan rekannya mengatakan, telah membaca pertimbangan Hakim, diantaranya pada halaman 41, Hakim menilai permohonan praperadilan dianggap bersifat ‘prematur’.
“Prematur disini artinya terlalu dini untuk diajukan Praperadilan,” ujar Asep Muhidin. Jum’at (25/11/2022).
Akan tetapi, Asep Muhidin menjelaskan, Majelis Hakim sepertinya tidak menjadikan dasar Pasal 25 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dalam Pasal tersebut menyebutkan penanganan perkara korupsi harus didahulukan dan diutamakan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya,” beber dia.
Selain itu, Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan “Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan”.
“Artinya majelis Hakim seharusnya dapat berusaha mengatasi hambatan, rintangan yang ada demi tercapainya keadilan,” tukasnya.
Menurut Asep Muhidin, Tindakan penegak hukum yang menunda berlarut-larut, tidak menjalankan SOP penanganan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi.
“Itu bisa disamakan dengan penghentian penyidikan sebagaimana beberapa yurisprudensi yang telah banyak diadopsi hakim-hakim,” ujarnya.
Asep Muhidin menyebut, Diantaranya Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor: 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 9 April 2018 pada halaman 6 yang mengutip Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor: 01/PRA/2014/PN.Byl yang diputuskan tanggal 05 Desember 2014 dan diucapkan tanggal 08 Desember 2014.
“Intinya, Praperadilan ini belum memeriksa materi perkara, sebagaimana disebutkan Hakim dalam pertimbangannya,” terang dia.
Pihaknya memastikan dalam waktu dekat akan mengajukan kembali satu persatu, termasuk mengajukan Praperadilan penanganan dugaan korupsi DPRD Garut (BOP, RESES, dan POKIR) yang telah bertahun-tahun.
“Saat ini saya sedang menyiapkan dokumen Praperadilannya untuk didaftarkan dalam waktu dekat ini,” cetusnya.
Sekitar 3 (tiga) praperadian yang akan diajukan nanti, diantaranya: penanganan dugaan Korupsi BOP, POKIR dan RESES, dan satu gugatan Perbuatan Melawan Hukum.
“Karena Kejaksaan Negeri Garut hingga saat ini belum melakukan langkah dan upaya terhadap laporan dugaan korupsi di Inspektorat Garut,” tandasnya.
Diketahui sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut hingga saat ini telah melakukan pemanggilan kepada sejumlah mantan anggota maupun pimpinan DPRD Kabupaten Garut, Jawa Barat, periode 2014-2019.
Pemanggilan tersebut untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi Biaya Operasional (BOP) dan Dana Reses.
Kejari Garut beberapa waktu lalu menyebutkan telah menaikkan status dugaan korupsi di lembaga DPRD Garut ketahap penyidikan, dan saat ini kasusnya masih terus didalami dengan memeriksa saksi-saksi.
Tercatat jumlah saksi yang diperiksa, kata dia, kurang lebih sudah 500 orang dari sejumlah kalangan pegawai, termasuk mantan anggota DPRD Garut pada periode 2014-2019.***
Red/K.101
BACA juga Berita menarik Seputar Pemilu KLIK disini
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post