Jakarta, Kabariku– Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Drs. Firli Bahuri, M.Si., bersama Tim didampingi Forkopimda setempat menemui tersangka kasus korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe pada Kamis (3/11/2022) pekan lalu.
Pertemuan yang berlangsung di rumah Lukas di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua tersebut mendapat apresiasi hingga kritik sejumlah pihak.
“Masyarakat kita telah makan berita hukum hampir tiap hari, mereka telah memiliki kecerdasan hukum yang tinggi”. Kamis (10/11/2022).
Demikian disampaikan Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H., Wakil Ketua KPK, menanggapi kabar yang menyebutkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK tak permasalahkan pertemuan Ketua KPK dengan tersangka kasus suap dan gratifikasi Gubernur Papua.
Bahkan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyarankan Dewas ‘membaca ulang’ Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, dimana pimpinan dilarang menemui pihak berperkara.
“Sebaliknya, sangat disayangkan adik-adik dan pegiat antikorupsi memahami hukum secara letterlijk (memajami Hukum hanya secara harfiah),” kata Ghufron.
Menurut Ghufron, Dengan pemahaman yang sempit tersebut menimbulkan masalah yang semestinya tak ada masalah.
“Sehingga menimbulkan kegaduhan yang tidak semestinya,” tuturnya.
Mantan Dekan Fakultas Hukum di Universitas Jember ini menjelaskan, Pasar 36 ayah 1 UU 30/2002 harus dipahami dan dibaca sebagai larangan personal kepada pimpinan untuk tidak “mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung” yang didasari atas kepentingan atau inisiasi sendiri.
“Jadi larangan untuk mengadakan pertemuan dengan alasan apapun tersebut adalah alasan pribadi apapun,” terangnya.
Sementara yang dilakukan oleh ketua KPK, lanjut dia, adalah didasarkan perintah tugas institusional.
“Bukan sekedar diketahui bahkan dirapatkan dan ditugaskan mewakili lembaga KPK,” tegasnya.
Ghufron menyatakan, Sangat tidak mungkin KPK dapat melakukan penindakan jika tidak menemui tersangka.
“Alasan pimpinan KPK bukan Penyidik dan Penuntut semakin menunjukkan pemahaman teman pegiat antikorupsi gagal paham bahwa kewenangan itu lahir dari 3 dasar,” paparnya.
Tiga hal tersebut disebutkan Ghufron, yaitu: 1. Atribusi, 2.Delegasi, dan 3. Mandat.
Dimana Pimpinan KPK telah ditugaskan dalam pasal 6 hirup e untuk melakukan penyidikan dan penuntutan.
“Sehingga memaksakan pandangan yang salah dan sempit dalam hal yang tidak penting itu mubadzir,” ujarnya.
Ghuforn mengajak para pegiat antikorupsi untuk tetap konsisten dalam semangat memberantas korupsi.
“Jika teman-teman pegiat antikorupsi konsisten pada semangat pemberantasan korupsi, khususnya dalam kasus sdr LE ini,” katanya.
KPK mengimbau semua pihak mengawal dan mengawasi KPK dalam menjalankan initi dari tugas memberantas korupsi.
“Mari kawal dan awasi KPK dalam kerja-kerja substansialnya, bukan pada hal yang tidak penting seperti ini. Karenanya saya berharap kita tidak perlu memperpanjang masalah ini,” Nurul Ghufron menutup.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post