GARUT, Kabariku- Terjangan pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir, kemudian perang Rusia-Ukraina, harus menjadi perhatian para aktivis di negeri ini, terhadap perubahan politik tanah air ke depan.
“Saat kita harus melawan virus akibat ulah kita sendiri dan sekarang kita harus menghadapi perang Ukraina yang ini sama dahsyatnya, pengaruhnya karena sama ulah manusia,” kata Hariman, dihari pertama kegiatan kemping bersama aktivis lintas generasi berlangsung di Soendaj Campfire, kaki gunung Cikuray, Garut, Jawa Barat. Sabtu – Minggu (18 – 19 Juni 2022).
Hariman menyebut, Ketika bertemu banyak orang hampir semua berbicara dan lebih menganggap hari kebelakang, bukan masa depan.
“Kaya tadi yang saya denger ceritanya itu ngomong dibelakang, sebenarnya kalau kita ngomong ke belakang itu belum tentu klop antara masa depan sama apa yang ada dibelakang,” tuturnya.
Hariman mencontohkan, Kalau dibelakang mengahadapi rezim otoriterir Soeharto yang tantangannya jelas musti digulingkan.
“Otoriterir saat itu hanya ada satu kata, Lawan! Kita ga ribut gantinya siapa? terserah, pokoknya lebih bagus,” cetusnya.
Ia menjelaskan, Dulu (tahun 1998-red) seharusnya itu revolusi namun yang terjadi reformasi.
“Saya selalu yang mulai ngomong, jadi yang kita mau dulu itu adalah revolusi bukan reformasi. Itu sebenernya kita ga teguh, karena dengan reformasi itu perubahan yang cepet,” terangnya.
Lebih jauh Hariman mengatakan, Dalam reformasi orde baru itu ibarat membangun struktur baru, yang berdiri diatas kultur (budaya lama), ditengahnya harus berdiri nilai baru yang akan menerima perubahan dan tantangan baru.
“Yang dilakukan orde reformasi itu, mulai dari amandemen UUD, KPK, MK, semua sudah dibuat tapi pada akhirnya karena yang ditengah itu ga tumbuh nilai-nilai baru. Kulturnya yang terlalu kuat,” bebernya.
Tokoh utama peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) tahun 1974 ini mengatakan, Kultur kuat itu feodalisme, jalan sepintas, mata duitan, dan lainnya yang membuat struktur yang dibangun malah terkorup.
“Jangan takut entar saya jadi apa, anak saya jadi apa, saya juga dari dulu gini-gini saja,” kata Hariman.
Antara knowledge dengan paham, lanjut dia, paham yang ini yang dimaksud mengerti akan keadaan. Sementara knowledge itu bisa didapat dengan kecanggihan teknologi.
“Kita paham itu pengertian akan keadaan ini, kita ngerti kita begini untuk mengatasi krisis. Undang-Undang untuk mengarahkan regulasi dan karena itu kita harus hati-hati, mengeti dulu. Jangan sampai punya penjelasan tanpa pengetahuan,” ujarnya.
Flashback saat mendukung Jokowi untuk Gubernur Jakarta, karena tahu kerjanya benar semuanya menunggu dengan janjinya.
“Tapi sekarang kita bingung dengan Jokowi yang sekarang, kita tahu masa jabatan Presiden itu dua periode. Makanya saya bilang hei mahasiswa bangkitlah, bangkitlah, karena hanya kita yang bisa melawan rezim ini,” tegasnya.
Hariman menegaskan, Jangan sampai hilang pegangan dengan cara berkumpul seperti ini akan paham yang harus diberdayakan itu rakyat.
“Kita mau berkorban karena kita ada concern (kekhawatiran-red), saya datang karena diundang temen-temen Garut. Karena dengan berkumpul kaya gini, harus memperkuat. Jangan saling melemahkan,” kata Hariman.
Terakhir Hariman mengingatkan, Pahami situasi hadirnya rencana perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode, kemudian penundaan Pemilu 2024, harus menjadi perhatian seluruh kalangan aktivis saat ini.
“Kita harus tetap ingat, the powering pada rakyat. Paham dulu jangan so Presiden tiga periode terus so ikut nentuin Presiden. Masih 2023, belum jelas semua. Saya kira nanti kalian semua akan bereaksi sendiri,” Hariman menutup.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post