JAKARTA, Kabariku- Satu diantara sebab carut marutnya Penegakkan Hukum di Kabinet Indonesia Maju adalah akibat tidak melaksanakan Perintah Pengadilan Tingkat Mahkamah Agung sebagai Negara Hukum.
Menteri ATR BPN tidak melaksanakan Perintah UU sebagai Negara Hukum.
Dua Keputusan PK (Peninjauan Kembali) Mahkamah Agung “dipeti-es-kan” oleh Sofyan Djalil, bahkan dengan beraninya, Sofyan mengeluarkan surat keputusan dalam perkara yang sedang berposes di Pengadilan.
“Dari 3 peristiwa tersebut, Sofyan Djalil telah dan sangat merusak tatanan hukum Negara ini”.
Hal tersebut diungkapkan, Pengamat Perampasan Tanah, BeaThor Suryadi, melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (15/12/2021).
“Diduga Sofyan Djalil menerima sogok dari pihak pihak yang di untungkan karena Menteri ATR BPN tidak melaksanakan Perintah Putusan PK No 121/ K/ TUN/2020 Mahkamah Agung RI,” kata BeaThor.
Kedua, Sofyan Djalil juga membangkang Putusan Peninjauan Kembali No 72K/ TUN/2009 tanggal 16 September 2009.
“Menurut pihak yang menang perkara di Mahkamah Agung ini, mereka juga sudah melaporkan ke Bareskrim Polri,” ungkapnya.
Kementerian ATR BPN pun, dikatakan Mantan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden tahun 2014-2019, belum melaksanakan sistem GeoSpasial untuk mempercepat proses terbentuknya Satu Data Tanah.
“Akibat menghindari sistem GeoSpasial ini, maka berbagai pihak dilibatkan Sofyan Djalil membentuk SatGas Mafia Tanah,” ujar BeaThor.
Padahal ini, menurut BeaThor, urusan internal ATR BPN sebagai satu-satunya Institusi pelaksana pendaftaran Tanah.
Diketahui, terjadi perampasan Tanah warga oleh pihak pihak lain, karena oknum BPN mengeluarka 2 dokumen dilahan yang sama, dan seharusnya di selesaikan oleh Pihak BPN itu sendiri, bukan ke Pengadilan.
“Itulah pentingnya GeoSpasial. Salam Juang,” tandas BeaThor.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post