JAKARTA, Kabariku- Kejaksaan Agung mulai menyelidiki kasus dugaan korupsi mafia pelabuhan. Kejagung menilai, kasus ini telah memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi (tipikor) pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH., MH., mengatakan, penyelidikan dilakukan berdasar Surat Perintah Penyelidikan Nomor: 2973/M.1/Fd.1/12/2021 yang diterbitkan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Selasa tanggal 14 Desember 2021.
“Kasus dugaan mafia pelabuhan ini telah memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi (tipikor) pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta,” kata Kapuspen dalam keterangan resminya dikutip Kamis (16/12/2021).
Hal dimaksud, dijelaskan Leonard, yaitu penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi sehubungan dengan berkurangnya Penerimaan Negara dari Pendapatan Devisa Ekspor dan Bea Impor.
“Yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan ekspor-impor yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE),” kata Kapuspenkum.
Menurutnya, Fasilitas Penggunaan Kawasan Berikat pada Pelabuhan Tanjung Priok periode tahun 2015 sampai dengan tahun 2021.
“Bahwa pada tahun 2015 sampai dengan 2021, berdasarkan pemberitahuan impor barang sejumlah perusahaan ekspor-impor melakukan kegiatan impor barang berupa garmen ke Indonesia dengan menggunakan fasilitas Kemudahan Impor dengan tujuan Ekspor (KITE) tanpa bea masuk,” jelas Kapuspen.
Selanjutnya, perusahaan tersebut menyalagunakan fasilitas KITE dengan cara melakukan manipulasi data dan pengiriman barang menggunakan fasilitas Impor dengan tujuan ekspor yang seharusnya barang impor berupa garmen tersebut diolah menjadi produk jadi.
“Kemudian dilakukan ekspor ke luar negeri dan negara menerima pendapatan devisa atas ekspor tersebut, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh perusahaan ekspor-impor dimaksud dan menjual barang yang di impor (garmen) tersebut di pasar dalam negeri,” kata Leonard.
Kemudahan impor tanpa bea masuk tersebut, kata Leonard, diberikan agar perusahan ekspor-impor melakukan ekspor atas barang impor.
“Dengan tujuan negara mendapatkan pemasukan/penerimaan negara dari sektor devisa negara berupa ekspor,” ungkapnya.
Namun sejumlah perusahaan tersebut menyalahi fasilitas KITE yang diberikan dengan melakukan penjualan barang impor di dalam negeri tanpa melakukan ekspor atas barang dimaksud.
“Sehingga memberikan pengaruh terhadap perekonomian negara dalam hal berkurangnya devisa ekspor serta mempengaruhi tingkat atau harga pasar di dalam negeri,” tutup Leonard.
*Sumber: Siaran Pers/Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung
Nomor: PR –1052/056/K.3/Kph.3/12/2021.