Jakarta, Kabariku – Komisi Percepatan Reformasi Polri telah menyerahkan perumusan Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur secara jelas dan komprehensif jabatan sipil yang dapat diisi oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Kebijakan tersebut disiapkan untuk memberikan kepastian hukum atas penempatan anggota Polri di Kementerian dan lembaga negara.
Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri dan Kepala Lembaga Republik Indonesia yang dihadiri Komisi Percepatan Reformasi Polri di Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
Yusril mengatakan, pembentukan PP dinilai penting karena memiliki cakupan lintas sektor dan dapat mengikat seluruh kementerian, lembaga, serta badan negara.
Dengan demikian, regulasi ini diharapkan mampu mengakhiri perbedaan tafsir terkait jabatan sipil bagi anggota Polri.
“Dengan persetujuan Presiden Prabowo, akan dirumuskan satu peraturan pemerintah yang dapat melingkupi seluruh instansi, kementerian, dan lembaga,” ujar Yusril.
Menurutnya, peraturan pemerintah tersebut akan menjadi tindak lanjut Undang-Undang (UU) Polri, UU Aparatur Sipil Negara (ASN), dan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 terkait jabatan anggota Polri.
Meski demikian, rencana tersebut menuai tanggapan dari Koordinator SIAGA 98, Hasanuddin.
Ia menilai Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian terlalu dini menyimpulkan persoalan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 dengan langsung merekomendasikan pembentukan PP kepada Presiden.
“Seharusnya persoalan Perpol ini menjadi satu kesatuan rekomendasi hasil kerja komisi, bukan dibuat parsial,” kata Hasanuddin, Selasa (23/12/2025).
Hasanuddin menegaskan, komisi dibentuk untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap institusi Polri dan menyerap aspirasi publik guna mendorong reformasi kepolisian yang komprehensif.
Karena itu, pembahasan Perpol 10/2025 seharusnya dilakukan setelah seluruh tugas komisi diselesaikan.
Ia juga meminta agar penerapan Perpol tersebut ditunda hingga rekomendasi resmi komisi diserahkan kepada Presiden.
Menurutnya, beban reformasi Polri semestinya tidak kembali dibebankan kepada Kepala Negara.
“SIAGA 98 berharap regulasi yang disusun nantinya memberikan batasan tegas terhadap peran Polri di kementerian, lembaga, dan badan negara,” ucapnya.
Hasanuddin menekankan, peran tersebut harus tetap berada dalam koridor penegakan hukum.
“Status ASN Polri adalah aparatur sipil negara penegak hukum. Itu yang harus menjadi garis tegas dalam setiap kebijakan,” pungkasnya.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com















Discussion about this post