Jakarta, Kabariku – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Direktur Utama PT Wahana Adyawarna, Menas Erwin Djohansyah (MED), tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Penahanan dilakukan setelah penyidik KPK menangkap MED dalam operasi penegakan hukum pada Rabu, 24 September 2025 sekitar pukul 18.44 WIB di sebuah rumah kawasan BSD, Tangerang Selatan, Banten.

“Penyidik kemudian melakukan pemeriksaan secara intensif dan melakukan penahanan terhadap saudara MED untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 25 September hingga 14 Oktober 2025 di Cabang Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (25/9/2025).
MED disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK Lakukan Penangkapan Paksa
KPK sebelumnya telah menetapkan dua tersangka dalam perkara ini, yaitu Hasbi Hasan (HH), mantan Sekretaris MA periode 2020–2023, dan Menas Erwin Djohansyah (MED). Namun, MED tercatat tiga kali mangkir dari panggilan pemeriksaan tanpa alasan sah. Dua di antaranya bahkan diabaikan tanpa keterangan sama sekali.
“Karena tidak kooperatif, KPK melakukan upaya paksa penangkapan terhadap tersangka MED pada 24 September 2025,” ujar Asep Guntur.
Nama MED sempat mencuat dalam persidangan Hasbi Hasan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 5 Desember 2023, ketika jaksa mengungkapkan Hasbi menerima fasilitas wisata ke Bali bersama seorang artis hingga akomodasi hotel senilai ratusan juta rupiah.

Konstruksi Perkara: Suap Pengurusan Perkara MA
KPK memaparkan konstruksi perkara yang menjerat para tersangka. Sekitar awal 2021, seorang perantara berinisial FR mempertemukan MED dengan HH.
Dalam pertemuan itu, MED meminta bantuan HH untuk mengurus sejumlah perkara hukum milik rekan-rekannya.
Setelah beberapa kali bertemu di tempat umum, HH menyarankan agar pembicaraan dilakukan di tempat tertutup dan bahkan meminta disiapkan “posko khusus”. Lokasi posko kemudian dicarikan oleh FR dan pembayarannya ditanggung oleh MED.
Dalam periode Maret–Oktober 2021, terjadi serangkaian komunikasi dan pertemuan antara FR, MED, dan HH. Dalam pertemuan tersebut, MED meminta bantuan untuk menangani sejumlah perkara, diantaranya:
-Sengketa lahan di Bali dan Jakarta Timur
-Sengketa lahan di Depok
-Sengketa lahan di Sumedang
-Sengketa lahan di Menteng
-Sengketa lahan tambang di Samarinda
HH menyanggupi untuk membantu mengurus perkara-perkara tersebut sesuai permintaan MED. Sebagai imbalan, MED memberikan sejumlah biaya pengurusan yang bervariasi, tergantung kasus yang ditangani. Pembayaran dilakukan secara bertahap mulai dari uang muka hingga pelunasan jika perkara berhasil ditangani.
Namun, perkara-perkara tersebut justru berujung kekalahan. MED yang merasa dirugikan kemudian meminta FR menyampaikan permintaan kepada HH untuk mengembalikan uang muka yang telah diserahkan.
Supremasi Hukum Harus Dijaga
Asep Guntur menegaskan, langkah KPK dalam menangani kasus ini bukan semata menyelesaikan satu perkara korupsi, tetapi juga untuk memastikan bahwa hukum berlaku sama bagi semua pihak.
“Supremasi hukum harus dijaga demi tegaknya keadilan dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” tegasnya.
Dalam perkara ini, Hasbi Hasan telah divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta setelah terbukti menerima suap senilai Rp3 miliar untuk mengurus gugatan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di tingkat kasasi MA. Uang tersebut diterima Hasbi dari Heryanto Tanaka melalui Dadan Tri Yudianto, dengan total uang pengurusan perkara mencapai Rp11,2 miliar.***
Baca juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post