Jakarta, Kabariku- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan seseorang yang berumur kurang dari 40 tahun asal mempunyai pengalaman sebagai Kepala Daerah, untuk menjadi Capres atau Cawapres, merupakan keputusan yang mengabaikan persoalan etis dalam kompetisi politik.
Keputusan MK ini memberi jalan bagi Gibran untuk dapat ikut dalam kontestasi Pilpres 2024 disaat Jokowi sang ayah masih menjabat sebagai Presiden. Kondisi ini akan menimbulkan konflik kepentingan dan konflik etika, yang mengarah pada pelanggaran hukum.

Hal tersebut disampaikan oleh Almisbat (Aliansi Masyatakat Sipil untuk Indonesia Hebat) organisasi relawan pendukung Jokowi, melalui pesan tertulisnya diterima Kabariku, Selasa (17/10/2023).
Keputusan itu menurut Almisbat terjadi karena MK telah menutup mata atas kondisi yang terjadi saat ini dan melihat konstitusi sebagai sebuah prinsip, aturan, dan nilai-nilai dasar ketatanegaraan, secara kaku.
Anggota Dewan Pertimbangan Nasional (DPN) Almisbat Teddy Wibisana mencontohkan, soal pembatasan usia capres/cawapres di UU Pemilu bisa dianggap sebagai bentuk ketidak-adilan dalam demokrasi (terutama bagi kaum muda).
Anggapan itu menurut Teddy bisa benar jika praktek demokrasi telah berjalan sempurna, baik prosedur maupun substansinya.
“Kenyataannya politik dan demokrasi saat ini diwarnai oleh praktek nepotisme dari para oligark, sehingga tanpa batas usia para oligark akan lebih cepat masuk dalam puncak kekuasaan politik,” ujar Teddy
Menurut Teddy, keberhasilan para oligark ini sudah mempengaruhi prilaku masyarakat. Oligark menjadi role model bagi mereka. “Termasuk Pak Jokowi pun mungkin sudah terpanguruh ingin menjadi oligark baru,” ujarnya.
Sementara Piryadi, Sekjen Almisbat melihat keputusan MK itu dari sisi amanat reformasi. Ia mengingatkan, demokrasi dan kebebasan yang saat ini kita nikmati adalah buat dari perjuangan reformasi, sehingga tidak lah patut jika amanat itu dikhianati.
“Keputusan hakim MK ini justru bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang menentang segala bentuk kolusi, korupsi dan nepotisme. Demokrasi itu bukan hanya persoalan prosedur tetapi harus di bangun dengan nilai etis dalam pengelolaan negara,” kata Piryadi
Dengan adanya keputusan MK ini, dia berharap semua komponen bangsa dapat berpijak pada akal sehat, dan berani untuk mengoreksi berbagai penyimpangan.
Baginya, solusi terbaik untuk mengatasi dampak dari keputusan MK, adalah dengan mendukung figur alternative yang kompeten, memiliki landasan etik, dan dekat dengan masyarakat
“Kita harus mendukung dan dapat memenangkan capres dan cawapres yang memiliki kriteria tersebut,” tandasnya.***
Red/K.101
Baca Juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post