Jakarta, Kabariku – Posko Nasional untuk Sumatera, gabungan dari 21 organisasi masyarakat sipil mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan Status Bencana Nasional untuk Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Desakan ini disampaikan menyusul kondisi darurat kemanusiaan yang dinilai terus memburuk hingga hari ke-16 pascabencana.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana banjir dan longsor di tiga provinsi tersebut telah menyebabkan 985 orang meninggal dunia, 226 orang hilang, dan lebih dari 5.400 warga terluka.
Sementara itu, ribuan warga lainnya masih terisolasi tanpa akses logistik, layanan kesehatan, sanitasi layak, maupun pasokan listrik.
Posko Nasional menilai penanganan pemerintah pusat berjalan lamban dan tidak sebanding dengan skala bencana. Pernyataan Presiden yang memuji penanganan bencana dinilai bertolak belakang dengan realitas yang dihadapi masyarakat di wilayah terdampak.

Akses Terputus dan Krisis Kemanusiaan di Aceh
Di Aceh, sejumlah wilayah seperti Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, dan Aceh Timur hingga kini masih terputus total. Distribusi bantuan hanya dapat dilakukan menggunakan helikopter atau perahu nelayan. Akibatnya, bantuan logistik menumpuk di Bireuen dan belum menjangkau warga di kawasan pegunungan yang terancam kelaparan.
“Pengungsi terbanyak adalah bayi, anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang penyakit kronis. Pengungsian tidak layak, layanan medis minim, sanitasi memburuk, harga bahan pokok melonjak, dan listrik tidak stabil,” ujar Afif dari WALHI Aceh dalam keterangan pers bersama Posko Nasional untuk Sumatera, Jumat (12/12/2025).
Ia menegaskan, kondisi ini mencerminkan ironi penanganan negara. “Jika pemerintah tidak memberi kejelasan, sebagian warga bahkan mengatakan lebih baik dikirimi kain kafan. Yang mematikan bukan hanya bencananya, tetapi penanganannya,” katanya.
Sumatera Utara: Desa Terisolasi dan Krisis Air Bersih
Situasi serupa terjadi di Sumatera Utara. Di wilayah Sibolga, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan, puluhan titik longsor membuat sejumlah desa sepenuhnya terisolasi.
“Warga harus berjalan menembus longsor untuk menjemput bantuan. Krisis air bersih meluas karena PDAM rusak,” kata Maulana Sidiq dari WALHI Sumatera Utara. Ia juga menyebutkan kerusakan parah di Batang Toru akibat gelondongan kayu yang terseret banjir, serta peristiwa longsor di Tapanuli Selatan yang menewaskan 22 orang dan dimakamkan secara massal.
Menurutnya, proses pencarian korban terhambat keterbatasan tenaga, minimnya alat berat, serta pemadaman listrik yang belum teratasi.

Sumatera Barat: Pengungsian Tak Layak dan Risiko Sosial
Di Sumatera Barat, banjir dan longsor menyebabkan banyak nagari terputus akibat jembatan runtuh dan sungai meluap. Kondisi pengungsian juga dinilai belum memenuhi standar perlindungan kelompok rentan.
“Tenda pengungsian belum layak, anak-anak, perempuan, dan laki-laki masih bercampur. Ini meningkatkan risiko kekerasan seksual jika penanganan tidak tepat,” ujar Lany Verayanti dari Posko Sumbar Pulih.
Ia juga mengingatkan potensi konflik ulayat jika pemerintah merencanakan relokasi tanpa mempertimbangkan struktur kepemilikan adat yang kuat di Sumbar.
Minimnya respons pemerintah pusat mendorong warga di berbagai lokasi membangun hunian sementara secara swadaya.

Desakan Status Bencana Nasional
Posko Nasional untuk Sumatera menilai penetapan Status Bencana Nasional mendesak dilakukan mengingat besarnya jumlah korban, lambannya distribusi logistik, serta potensi korban selamat yang justru meninggal akibat keterlambatan penanganan.
Menurut Edy K. Wahid, Pengacara Publik dari YLBHI, penetapan status tersebut penting untuk membuka akses bantuan internasional, mempercepat mobilisasi helikopter dan alat berat, serta memperluas koordinasi pusat dan daerah.
“Dalam prinsip Maximum Available Resources, negara wajib memaksimalkan seluruh sumber daya untuk menjamin keselamatan rakyat. Parameter dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 dan PP Nomor 21 Tahun 2008 sudah terpenuhi. Ini sudah masuk kategori kelalaian negara,” tegasnya.
Kritik Kebijakan dan Seruan Alihkan Anggaran
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, menyatakan tragedi kemanusiaan ini tidak terlepas dari arah kebijakan negara.
“Berbagai Proyek Strategis Nasional, termasuk program Makan Bergizi Gratis, harus segera dihentikan dan anggarannya dialihkan untuk korban bencana. Agama adalah komitmen kemanusiaan,” ujarnya.
Sementara itu, Feri Amsari dari Themis Indonesia menilai pemerintah justru merespons bencana ini sebagai isu politik.
Ia menyebut distribusi logistik tidak merata, listrik dan internet masih padam di banyak wilayah, serta Presiden dinilai tidak melihat kondisi lapangan secara langsung.
“Negara gagal melindungi rakyat. Presiden telah mengabaikan keselamatan dan hak dasar warga,” katanya.
Agus Sarwono dari Transparency International Indonesia (TII) menambahkan bahwa batas maksimal kedaruratan adalah 14 hari, sementara kini banyak wilayah masih terisolasi.
“Status bencana nasional mendesak agar logistik dan peralatan bisa segera didistribusikan,” ujarnya.
Tuntutan Posko Nasional untuk Sumatera
Atas kondisi tersebut, Posko Nasional untuk Sumatera mendesak Presiden Prabowo Subianto segera mengambil langkah luar biasa dengan:
Satu, Menerbitkan Keputusan Presiden yang menetapkan bencana ekologis di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebagai Bencana Nasional.
Dua, Mengerahkan logistik kebutuhan pokok, bahan bakar, obat-obatan, kebutuhan khusus perempuan, ibu dan anak, penyandang penyakit kronis, serta menyediakan hunian layak bagi pengungsi, termasuk pengerahan aparat, alat berat, dan sarana transportasi untuk mempercepat distribusi dan pembersihan wilayah terdampak.
Di tengah kegagalan negara memenuhi kewajibannya, solidaritas “rakyat bantu rakyat” kembali menjadi penyelamat tercepat bagi warga terdampak. Sementara itu, pemerintah masih sibuk dengan jargon nasionalisme dan harga diri bangsa.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com

















Discussion about this post