Jakarta, Kabariku – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil dinilai sebagai langkah penting dalam menjaga independensi aparatur negara.
Kalangan akademisi menilai putusan tersebut masih perlu diselaraskan dengan berbagai aturan lain agar implementasinya berjalan efektif.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Dr. Parulian Paidi Aritonang, S.H., LL.M., MPP., menyebut ketentuan ini sebenarnya sudah seharusnya diatur sejak lama.

Ia menyoroti fakta bahwa selama ini terdapat puluhan hingga ratusan jabatan sipil yang diisi oleh anggota Polisi aktif, suatu kondisi yang menurutnya berpotensi mengaburkan batas antara aparat penegak hukum (APH) dan sipil.
“Ketika Polisi aktif menduduki jabatan sipil, secara karakter dan penugasan mereka masih membawa sifat APH. Independensi antara sipil dan APH tidak sepenuhnya terjadi,” kata Dr. Parulian dihubungi Minggu (16/11/2025).
Polisi Tetap APH, Pendidikan dan Kultur Berbeda dengan Sipil
Dr. Parulian menjelaskan bahwa penugasan polisi ke jabatan sipil seharusnya bersifat ad hoc dan hanya dalam konteks kebutuhan tertentu, seperti pengamanan Pemilu atau event nasional.
Penempatan jangka panjang-apalagi sebagai pimpinan-dinilainya tidak sejalan dengan karakter pendidikan dan kurikulum yang membentuk aparat Kepolisian.
“Menjadi pejabat sipil itu ada sekolahnya, kurikulumnya berbeda dengan pendidikan untuk menjadi APH. Cara memimpin dan membuat keputusan pun tidak sama. Tidak bisa APH serta-merta menjabat sipil seakan-akan jabatan sipil berada di bawah kurikulum APH,” tuturnya.
Menurutnya, pendekatan pendidikan aparat penegak hukum—yang menekankan komando dan ketegasan-sangat berbeda dengan pendekatan dalam birokrasi sipil yang bersifat administratif dan pelayanan publik.
Karena itu, ia menilai putusan MK ini tidak hanya harus diterapkan pada Polri, tetapi juga pada TNI.
MK Cabut Frasa ‘Penugasan Kapolri’ dalam UU Polri
Dalam putusan yang dibacakan Kamis (13/11/2025), MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Frasa ini sebelumnya menimbulkan ketidakjelasan hukum mengenai penugasan polisi aktif ke jabatan sipil, namun MK memutuskan bahwa Polisi aktif hanya bisa menduduki jabatan sipil setelah pensiun atau mengundurkan diri dari dinas kepolisian.
Putusan tersebut tertuang dalam Perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan.
Dengan keputusan ini, anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian jika telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.
Pemohon Soroti Banyaknya Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil
Dalam persidangan pada 29 Juli 2025, pemohon Syamsul Jahidin memaparkan bahwa sejumlah jabatan publik strategis kini diisi oleh polisi aktif.
Menurut Syamsul, penempatan polisi aktif tanpa proses pengunduran diri atau pensiun tersebut bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, merugikan kualitas demokrasi, serta mendistorsi sistem meritokrasi dalam pengisian jabatan publik.
“Hal itu merugikan hak konstitusional warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam mengisi jabatan publik,” ujarnya dalam persidangan.
Perlu Penataan Lintas Sektor
Dr. Parulian menekankan bahwa langkah MK harus diikuti penataan regulasi lintas sektor agar tidak terjadi kekosongan aturan atau resistensi dalam implementasi.
Menurutnya, pembatasan serupa juga perlu diberlakukan untuk TNI agar prinsip netralitas dan profesionalisme aparatur negara tetap terjaga.
“Putusan MK ini patut diapresiasi sebagai penegasan penugasan. Kedepan ini bukan hanya untuk kepolisian, tetapi juga untuk TNI,” tegasnya.
Putusan MK tersebut diharapkan menjadi momentum perbaikan tata kelola jabatan publik yang lebih adil, transparan, dan selaras dengan prinsip negara hukum.***
Baca juga :
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com



















Discussion about this post