Oleh: Ibrahim Iskhak
Kabariku – Gelombang kritik terhadap tindakan represif aparat kepolisian dalam menangani demonstrasi pada 25 hingga 30 Agustus 2025 terus berdatangan. Sejumlah kalangan dari berbagai lapisan masyarakat ikut menanggapi dan menilai penggunaan kekuatan berlebihan oleh kepolisian telah mencederai hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
Berdasarkan rekaman yang beredar di seluruh platform media sosial, tampak jelas memperlihatkan adanya sweeping, pemukulan, hingga penganiayaan terhadap massa aksi, termasuk jurnalis. Sampai saat ini belum terhitung secara pasti berapa orang yang ditangkap secara sewenang-wenang.
Pengamanan aparat dalam sepekan terakhir menunjukkan penggunaan kekuatan yang berlebihan. Tindakan represif itu bahkan berujung pada jatuhnya korban jiwa, salah satunya Affan Kurniawan. Unsur masyarakat turut menyampaikan desakan, salah satunya Presiden diminta segera memberhentikan Kapolri karena dianggap gagal mengamankan jalannya demonstrasi.
Pesohor, Nicholas Saputra ikut bersuara atas insiden yang menewaskan seorang pengemudi ojek online (ojol) setelah ditabrak mobil Brimob semalam, Kamis (28/8/2025). Melalui akun media sosial X @nicsap, Nicholas menanggapi berita yang berisi pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang meminta maaf kepada keluarga besar ojol.
Dalam unggahannya, Nicholas hanya menuliskan singkat, “Mundur Pak.” Postingan itu langsung menuai respons luas dari warganet.
Selain itu, Koalisi yang terdiri dari 200 lebih organisasi masyarakat sipil sebelumnya mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mundur dari jabatannya. Desakan tersebut imbas dari kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap masyarakat saat demonstrasi di Jakarta dan kota-kota lainnya pada Kamis, 28 Agustus 2025. Jika Listyo tak segera mundur, koalisi mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mencopotnya.
Ada Indikasi pihak pihak yang mendalangi kerusuhan
Kerusuhan di penghujung Agustus 2025 ini memang memberi keuntungan politik bagi kelompok politik tertentu, yakni bagi mereka yang selama ini terindikasi kuat masih dalam lingkaran Kekuasaan.
Jika mengacu pada jaringan kekuasaan informal yang disebut-sebut dibangun oleh lingkaran dalam pemerintahan Jokowi selama dua periode masa jabatan presidennya, ada istilah “Geng Solo” mencuat sebagai simbol kelompok yang memiliki kedekatan khusus dengan Jokowi—baik secara kultural, struktural, maupun loyalitas politik. Listyo Sigit, dinilai masuk dalam lingkaran tersebut karena kedekatan dan kariernya yang melejit pesat sejak era Jokowi.
Seiring waktu berjalan, tepat hari ini, Minggu 31 Agustus ada dua dinamika yang terjadi di dua tempat namun sangat kontras jika kita cermati, dari konferensi pers di Istana Negara dimana Presiden ditemani Megawati hadir dihadapan publik beserta unsur pimpinan Partai Politik lainnya namun tanpa ada kehadiran Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Sementara, itu ada kunjungan sekelompok warga yg mendatangi kediaman Jokowi di Solo yang berlangsung aman seolah tidak terganggu dengan perkembangan kerusuhan demonstrasi di berbagai tempat.
Tindakan Tegas Prabowo
Jokowi bersama lingkaran kekuatannya ini masih memegang kendali signifikan di pemerintahan. Meskipun Jokowi telah lengser, namun figur-figur loyalisnya masih bercokol di kabinet maupun lembaga negara yang strategis, termasuk Listyo Sigit.
Tindakan kekerasan polisi ke masyarakat yang melakukan protes terhadap kebijakan negara, adalah bentuk kesewenangan dan pengabaian perlindungan negara kepada warganya, dan arahan terbaru Kapolri perihal tindakan tembak ditempat bagi pelaku Kerusuhan sudah sangat terencana baik.
Presiden Prabowo Subianto juga sudah menyatakan keprihatinan dan kesedihan yang mendalam atas peristiwa tersebut. Prabowo mengaku terkejut dan kecewa terhadap kesewenang-wenangan polisi dalam menghadapi aksi unjuk rasa masyarakat.
Serangkaian peristiwa ini, khususnya tragedi yang menimpa Affan akibat dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob ditambah soal perintah tembak di tempat bagi perusuh, seharusnya menjadi alasan yang lebih dari cukup bagi Prabowo untuk melakukan evaluasi total terhadap kepemimpinan di tubuh Polri.
Pergantian di pucuk pimpinan Polri bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah keharusan untuk memutus rantai kekerasan dan memastikan insiden serupa tidak akan pernah terulang di masa depan.*
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post