Ketua Fornas Perempuan Bhinneka Tunggal Ika
Ratri Wahyu Mulyani, MSi
Kabariku, Sesuai dengan pernyataan dari Kepala DPPPA Kota Bekasi mencatat laporan dari bulan Januari sampai dengan bulan November 2021 terdapat 35 kasus dengan 24 kasus pelecehan seksual dan 11 kasus perkosaan atau pencabulan, belum lagi dengan data di bulan Desember 2021 yang terus masuk terupdate.
Seperti kasus terakhir seorang ibu yang rela menangkap sendiri pelaku pencambulan terhadap anaknya, ketika laporan kepolisian belum ditidaklanjuti karena belum masuk tahap penyidikan, akibatnya dikhawatirkan akan banyak korban dan keluarga yang akhirnya mengambil langkah langkah diluar hukum. Tentunya hal ini tidak kita inginkan bersama.

Menurut Komnas Perempuan Republik Indonesia ada 15 jenis kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yaitu :
- Perkosaan.
- Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan.
- Pelecehan seksual.
- Eksploitasi seksual.
- Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual.
- Prostitusi paksa.
- Perbudakan seksual.
- Pemaksaaan perkawinan, termasuk cerai gantung.
- Pemaksaan kehamilan.
- Pemaksaan aborsi.
- Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi.
- Penyiksaan seksual.
- Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual.
- Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan.
Kasus kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak belum lagi yang tidak dilaporkan tentukan juga banyak dengan berbagai alasan korban akhirnya tidak melapor atau korban dan keluarga terpaksa memilih jalan kekerasan sendiri atau masalah diselesaikan secara kekeluargaan.
Berdasarkan data Komisioner Bidang Data dan Informasi KPAD Kota Bekasi yang dilangsir oleh Kompas.com pada tanggal 26 Oktober 2021, korban pelecehan seksual di Kota Bekasi mayoritas merupakan kelompok usia remaja.
“Rata-ratakan itu (korban) sekitar usia 12-15 (tahun) terkait kasus-kasus kekerasan seksual, angka di mana anak-anak masuk ke usia pubertas yang di luar dari kontrol orangtua”.
Kota Bekasi tentunya ingin melihat wajah wajah remaja perempuan yang berprestasi dan optimis tanpa tekanan ketakutan dalam berexpresi dan mengexplor kemampuan diri sendiri tanpa dibayangi ketakutan ketakutan terhadap kekerasan seksual yang akan menimpanya.
Pertanyaannya Akan Kota Bekasi menjadi salah satu kota yang menakutkan terhadap keamanan perempuan dan anak?
Sebagai kota yang bergerak sebagai kota satelit bukan hanya sebagai kota penyangga Ibukota seharusnya kota Bekasi dapat lebih menjadi kota yang aman dan ramah terhadap perempuan dan anak. Bagaimanapun kota Bekasi adalah kota industri bukan hanya bertumbuh pesatnya pemukiman tetapi juga akan menjadi kota dengan icon budaya. Tentunya keamanan dan jaminan hukum terhadap kekerasan seksual terhadap perempuan juga harus diprioritaskan.
Agar tidak ada lagi perempuan yang merasakan tidak aman dan “aib” ketika melapor saat menjadi korban. Harapan masyarakat tidak ada lagi keluarga keluarga korban yang melakukan tindakan “main hakim sendiri” terhadap pelaku karena tingkat kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah daerah dalam melindungi warganya.
Keamanan suatu daerah bukan hanya tanggung jawab dari Kepolisian Republik Indonesia tetapi bagaimana aparatur pemerintah daerah bisa menjaga hak dan martabat warganya.
Rancangan Undang Undang Penghampusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang akan menjadi payung hukum di negeri tercinta republik Indonesia yang saat ini masih dalam perdebatan di tingkat nasional dan masih digodok didalam prolegnas DPR RI masih jauh panggang dari api.
Apa yang bisa diharapkan dalam waktu dekat? Sedangkan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan anak kerap saja terjadi dan meningkat dari tahun ketahun di kota Bekasi!.
Karena itu Fornas Perempuan Bhinneka Tunggal Ika tingkat nasional dan Fornas Kota Bekasi menyerukan untuk pemerintah daerah benar benar melakukan Langkah kongkrit terkait pencegahan dan penanganan terhadap kasus kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak anak.
Penerbitan perda terkait kekerasaan seksual terhadap perempuan dan anak diharapkan nantinya berfungsi kedepannya sebagai instrumen kebijakan upaya pemerintah kota Bekasi menjadikan masyarakat diwilayahnya patuh hukum dan aman dan berbudaya, bebas dari kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Memastikan perlindungan dan keadilan untuk para korban adalah keharusan.***
Red/K.000
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post