GARUT, Kabariku- Dilantiknya empat kepala dinas yang dilaksanakan di Lapang Setda, dilanjutkan dengan serah terima jabatan (sertijab) Kepala Dinas Pendidikan dari Plt Kadisdik Dr. H. Suherman, SH., M.Si., kepada Ade Manadin, S.Pd, M.Pd., yang dilaksanakan di aula Dinas Pendidikan Garut.
Komite Rakyat Anti Korupsi (KRAK) mengucapkan selamat dan apresiasi atas dilantiknya Ade Manadin selaku Kadisdik Garut. Disamping itu, Andres Rampuji Ketua KRAK juga menyampaikan saran terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan.
“Agar pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan bersih dari praktik KKN, disebabkan masalah itu menjadi penghambat mutlak terhadap kemajuan dan peningkatan IPM Garut dari sektor pendidikan,” ungkapnya. Senin (27/12/2021).
Korupsi merupakan ancaman yang serius, kata Andreas, bagi negara dan sudah masuk ke setiap aspek kehidupan.
“Lalu bagaimana dengan korupsi di lembaga pendidikan? ada sebagian asumsi yang mengklaim bahwa pelaku pendidikan di sekolah tidak mungkin korupsi karena memang tidak ada bahan yang bisa dikorupsi,” ujarnya.
Benarkah sekolah masih menjadi moral force? Benarkah sekolah memang benar-benar daerah putih yang terbebas dari praktik korupsi?. Pertanyaan tersebut yang dilontarkan Ketua Komite Rakyat Anti Korupsi Garut.
“Menjawab pertanyaan diatas tentu tidak mudah. Tanpa mengetahui terminologi korupsi tentu akan memberikan jawaban yang bias,” katanya.
Ia menyebut, Joseph Nye (1967) yang menyatakan bahwa korupsi merupakan perilaku menyimpang dari tugas yang seharusnya yang dilakukan oleh pejabat untuk kepentingan pribadi, hal-hal yang berkaitan dengan keuangan atau peningkatan status, atau pelanggaran hukum terhadap jenis praktik tertentu karena kepentingan pribadi.
“Dengan mengacu pada terminologi di atas, kita dapat menyatakan bentuk-bentuk korupsi yang terjadi di lembaga pendidikan,” ujar Andreas.
Menurutnya, Bentuk dugaan korupsi di lembaga pendidikan sangat variatif, bahkan sering tidak disadari oleh pelaku misalnya lobi-lobi dengan uang suap untuk mendapatkan jatah bantuan atau anggaran dana dari pemerintah.
“Uang suap untuk mendapatkan jabatan tertentu, uang suap untuk mempermudah izin operasional sekolah baru, dan uang suap untuk memperlancar akreditasi sekolah, para pelaku praktik korupsi ini sering memandang uang suap sebagai adalah bagian dari servis kepada pemangku kebijakan penyelenggaran pendidikan,” bebernya.
Contoh lain, lanjut Andreas, orangtua siswa diarahkan untuk membeli buku atau alat bantu pembelajaran. Dalam konteks ini, guru berjualan karya yang “dipaksakan” untuk memperoleh keuntungan pribadi, modus lainnya orangtua disarankan memberi sumbangan untuk dana pembangunan dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
“Pengabaian dalam hal ini akan berakibat pada penahanan buku rapor/kartu arsip siswa sebagai salah satu sanksinya. Tragisnya lagi, di sekolah swasta uang sumbangan yang tidak lunas akan mempersulit siswa saat akan mengambil kartu peserta ujian semester atau ujian nasional,” jelas Andreas.
Ketua KRAK mengatakan, model-model korupsi seperti itu di lembaga pendidikan memang sulit dihentikan karena modusnya yang berbeda dengan korupsi di lembaga lain yang kebanyakan modusnya penyelewengan anggaran atau dalam bentuk penggelembungan anggaran.
“Korupsi dilembaga pendidikan semu, dan sejatinya mengandung potensi bahaya lebih tinggi,” tandasnya.
Jika korupsi anggaran hanya merugikan negara dalam bentuk uang, tegas Andreas, korupsi di lembaga pendidikan merugikan secara ekonomi dan non-ekonomi seperti merusak mental siswa dan merusak masa depan siswa.
“KRAK menegaskan sebagai Non Governmental Organization (NGO) yang concern terhadap Anti KKN, akan membayang-bayangi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang kotor menuju penyelenggaraan clear and clean governance,” pungkas Andreas.***
Red/K.101
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post