KABARIKU – Gugatan puluhan mahasiswa dari sejumlah universitas atas UU KPK hasil revisi ditolak hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman saat membacakan putusan, mengatakan, gugatan para mahasiswa salah objek atau error in objecto.
Disebutkan Anwar Usman, para pemohon meminta MK menguji Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Padahal, pemohon bermaksud menggugat UU KPK hasil revisi.
Anwar Usman menjelaskan, UU Nomor 16 Tahun 2019 mengatur tentang Perkawinan, sementara UU KPK hasil revisi dicatatkan sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019 hasil perubahan dari UU Nomor 30 Tahun 2002.
“Dengan demikian, permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut,” kata Anwar Usman dalam sidang yang digelar di MK, Kamis (28/11/2019).
MK menilai, tidak ada relevansi antara UU Nomor 16 Tahun 2019 dengan UU Nomor 30 Tahun 2002 atau UU Nomor 19 Tahun 2019.
Diketahui, gugatan atau uji materi atas UU KPK hasil revisi dilayangkan para mahasiswa pada Rabu tanggal 18 September 2019 lalu dan telah digelar beberapa kali sidang.
Terkait putusan MK, kuasa pemohon, Zico Leonard menyatakan ia sudah memperkirakan sejak awal.
“Oleh karena itu kami tak terkejut,” katanya kepada para wartawan.
Tapi mengapa gugatan sampai salah objek? Menurut Zico, hal itu terjadi lantaran MK memajukan jadwal sidang pertama dan kedua perkaranya. Awalnya, sidang dijadwalkan pada 9 Oktober 2019. Namun, MK memajukannya menjadi tanggal 30 September 2019. Saat itu UU KPK hasil revisi belum diregistrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sehingga para mahasiwa belum mencantumkan nomor UU KPK yang digugatnya. UU KPK hasil revisi baru diberi nomor pada 17 Oktober 2019.
Karena jadwal sidang pertama dimajukan, maka batas akhir penyerahan perbaikan permohonan pun maju lebih awal. Pemohon diberi waktu hingga 14 Oktober 2019 atau 14 hari setelah sidang pertama untuk memperbaiki berkas permohonannya. Padahal, di tanggal tersebut, UU KPK belum juga diregistrasi dan diberi nomor. Panitera MK juga kembali memajukan jadwal sidang kedua dari yang semula tanggal 23 Oktober 2019, menjadi 14 Oktober 2019.
Meski Zico dan rekanannya menolak dengan alasan menunggu UU KPK diberi nomor, namun panitera MK tetap meminta agar jadwal sidang dimajukan. Akhirnya Zico dan kawan-kawan sepakat memajukan sidang menjadi tanggal 21 Oktober. Pada berkas permohonan perbaikan, dituliskan UU KPK hasil revisi sebagai UU Nomor 16 Tahun 2019.
Menurut Zico, panitera menjanjikan untuk mengganti pencatatan nomor UU KPK dalam berkas permohonan pada sidang kedua. Ternyata, dalam persidangan majelis hakim tak mengizinkan pemohon mengganti catatan nomor UU KPK hasil revisi. (Ref)