Jakarta, Kabariku.com – Mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution, didakwa rugikan negara sebesar Rp285,18 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang terjadi sepanjang 2013–2024.
Dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi Setyawan dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (24/12/2025).
Jaksa menilai, Alfian telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dalam tiga tahapan strategis tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
“Terdakwa terlibat dalam pengadaan sewa terminal BBM, pemberian kompensasi JBKP RON 90 tahun 2022–2023, serta penjualan solar nonsubsidi periode 2020–2021,” ujar Jaksa Andi saat membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/12/2025).
Dalam perkara ini, Alfian didakwa bersama tujuh terdakwa lainnya, termasuk sejumlah pejabat tinggi Pertamina dan pihak swasta. Mereka di antaranya Hasto Wibowo, Toto Nugroho, Hanung Budya Yuktyanta, Dwi Sudarsono, serta perwakilan dari PT Pertamina International Shipping (PIS) dan perusahaan swasta nasional maupun asing.
Perkaya Korporasi dan Swasta
Jaksa mengungkap, dalam pengadaan sewa Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Merak, para terdakwa diduga memperkaya pihak swasta hingga Rp2,9 triliun. Sementara dalam skema kompensasi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) RON 90, negara dirugikan lantaran Pertamina Patra Niaga memperoleh keuntungan sebesar Rp13,12 triliun.
Tak hanya itu, perbuatan para terdakwa disebut memperkaya korporasi dalam penjualan solar non-subsidi ke PT Adaro Indonesia pada 2020–2021 hingga Rp630 miliar.
Jaksa menyebutkan, dalam perkara ini negara mengalami kerugian sebesar Rp285,18 triliun terdiri dari kerugian keuangan negara 2,73 miliar dolar AS dan Rp25,44 triliun. Kemudian, kerugian perekonomian negara sebesar Rp171,99 triliun, dan keuntungan ilegal 2,62 miliar dolar AS.
Kerugian tersebut, kata JPU, berasal dari kemahalan harga impor BBM, penjualan BBM nonsubsidi, hingga selisih harga impor yang melebihi kuota dibandingkan dengan pembelian dari sumber dalam negeri.
Jaksa mengungkapkan modus dan pelanggaran atas dugaan penunjukan langsung sewa TBBM kepada PT Oiltanking Merak yang tidak memenuhi syarat pengadaan. Selain itu, dalam kompensasi JBKP, Alfian diduga menyusun formula Harga Indeks Pasar (HIP) Pertalite RON 90 yang dinilai tidak sesuai ketentuan karena menggunakan skema harga BBM umum.
Dalam kasus penjualan solar nonsubsidi, Alfian juga disebut menyetujui harga jual kepada PT Adaro Indonesia tanpa mempertimbangkan bottom price dan tingkat profitabilitas sebagaimana diatur dalam pedoman Undang-Undang internal Pertamina.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara berat serta kewajiban pengembalian kerugian negara.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Kasus ini menjadi salah satu perkara korupsi terbesar dalam sejarah sektor energi nasional.
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com














Discussion about this post