Upaya pemerintah mengendalikan inflasi dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan segenap pemangku kepentingan. Ini harus dilaksanakan secara menyeluruh mulai dari pusat sampai daerah. Tingkat inflasi secara nasional pun turut ditopang dari tingkat inflasi di daerah.
Berkaca dari itu, Badan Pangan Nasional (Bapanas) turut mendorong peran krusial Bank Indonesia di setiap provinsi sebagai strategic advisor pemerintah daerah. Salah satu yang patut diamati perkembangan di daerah adalah kondisi perberasan. Mulai dari dinamika harga sampai ketersediaan bagi kebutuhan masyarakat di daerah.
“Jadi inflasi nasional year on year itu 2,65 persen. Kemudian komunitas penyumbang inflasi antara lain yang paling besar emas 0,53 persen, cabai merah 0,19 persen, bawang merah 0,19 persen, beras 0,17 persen hingga daging ayam ras 0,15 persen,” papar Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy saat mengisi Focus Group Discussion (FGD) bersama Kantor Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara di Jakarta pada Kamis (30/10/2025).
“Sementara inflasi di Provinsi Sulawesi Tenggara sampai September, year on year itu 3,68 persen. Artinya ini masih di atas rata-rata inflasi nasional. Ini cukup tinggi,” tambah Sarwo.
Dalam sajian data Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) memang tercatat mengalami inflasi secara tahunan di level 3,68 persen. Kelompok pengeluaran tertinggi adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 2,43 persen. Kendati begitu, inflasi September tersebut mulai membaik sejak titik puncak di 2025 yang sempat berada di 3,72 persen pada Juli.
“Untuk perkembangan harga beras nasional, baik beras premium dan medium masih ada lebih dari HET (Harga Eceran Tertinggi). Mudah-mudahan awal bulan depan ini ini sudah normal semua di bawah HET. Terlebih pemerintah saat ini sedang meningkatkan pengawasan bersama Satgas Pengendalian Harga Beras,” kata Sarwo lagi.
“Kalau harga beras di Sultra masih relatif normal, meskipun beras premium di atas HET sedikit, tapi masih normal. Mudah-mudahan dengan adanya tim pengawasan harga ke lapangan ini bisa langsung bergerak normal. Mari Bank Indonesia di provinsi juga bahu-membahu,” sambung Sarwo.
Beras sendiri dicatat BPS memiliki tingkat inflasi yang melandai. Di September 2025 bahkan mengalami deflasi 0,13 persen. Kondisi berbeda ada pada inflasi harga bergejolak (volatile food) atau inflasi pangan yang berada di 6,44 persen secara tahunan. Namun inflasi pangan tahunan sendiri di tahun sebelumnya pernah cukup tinggi hingga 10,33 persen di Maret 2024 dan berhasil ditekan hingga akhir tahun.
Terkait itu, Menteri Pertanian/Kepala Bapanas Andi Amran Sulaiman pernah menuturkan swasembada pangan dimulai dari daerah selepas serah terima jabatan sebagai Kepala Bapanas (13/10/2025) lalu. Menurutnya, telah terjadi peningkatan jumlah daerah yang mampu menopang kebutuhan konsumsi masyarakatnya sendiri, terutama komoditas beras.
“Kata kuncinya adalah mimpi kita sekarang alhamdulillah. Contohnya, Kalimantan yang dulunya mengambil beras dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, biaya ngangkutnya ditanggung oleh masyarakat. Sekarang ini kita swasembada dari 6 provinsi, kalau tidak salah, 4 sudah swasembada di pulau Kalimantan, sehingga inflasi, alhamdulillah posisi mungkin lima besar terbaik dunia,” pungkasnya.
Adapun salah satu torehan positif pada era pemerintahan Presiden Prabowo adalah dengan ditempatkannya Indonesia menjadi negara ke-4 sebagai produsen beras terbesar sedunia. Ini dilaporkan dalam Food Outlook Biannual Report on Global Food Markets yang dipublikasikan oleh FAO Juni ini.
Disebutkan pula, perkiraan produksi beras Indonesia pada periode 2025/2026 dapat mencapai 35,6 juta ton. Sementara negara produsen beras terbesar yang pertama adalah India dengan 146,6 juta ton. Lalu Tiongkok 143 juta ton dan di tempat ketiga adalah Bangladesh dengan 40,7 juta ton.
Akan tetapi dibandingkan 3 negara tersebut, Indonesia mencatatkan perkembangan produksi yang paling eksponensial terhadap periode sebelumnya, yakni 4,5 persen. Peningkatan produksi beras tersebut menempatkan Indonesia berada di urutan ke-2 dunia setelah Brasil.***
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
 
			 
                                 
    	 
		     
					
 
                                

















 
                 
                
Discussion about this post