Jakarta, Kabariku – Arah sistem kepemiluan Indonesia berubah, melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 26 Juni 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah tidak lagi digelar serentak.
Dalam skema baru, Pemilu Nasional-yang meliputi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, serta DPD RI-akan tetap digelar pada 2029.
Sementara itu, Pemilu Daerah-meliputi DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta pemilihan Gubernur, Wali Kota dan Bupati-diperkirakan akan diselenggarakan sekitar tahun 2031, dengan jeda waktu antara keduanya selama 2 hingga 2,5 tahun.
Perubahan Harus Diiringi Kepastian Hukum
Menanggapi putusan tersebut, Hasanuddin, Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 1998 (SIAGA 98) menyampaikan pandangannya terkait implikasi strategis maupun teknis dari pemisahan jadwal Pemilu ini.
“Perubahan ini tentu akan berdampak luas, baik pada tahapan penyelenggaraan Pemilu maupun pengelolaan pemerintahan ke depan,” kata Hasanuddin, Rabu (2/7/2025).
Dalam hal ini, SIAGA 98 tidak memperdebatkan isi atau formil putusan MK, namun lebih menyoroti pentingnya kepastian dan konsistensi hukum dalam sistem Pemilu.
“Setiap Pemilu sejak era reformasi selalu diiringi perubahan aturan. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dan mengaburkan tujuan awal dari peraturan: menjadi pedoman bersama yang konsisten,” ujarnya.
Dorongan Konsolidasi Lintas Lembaga
SIAGA 98 mendorong agar pemerintah, DPR, penyelenggara Pemilu, dan Mahkamah Konstitusi dapat duduk bersama untuk merancang sistem kepemiluan yang lebih stabil dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
“Sudah saatnya kita menata ulang sistem kepemiluan Indonesia secara menyeluruh dan komprehensif. Perlu kesepahaman lintas lembaga agar aturan tidak berubah-ubah setiap lima tahun,” tegas Hasanuddin.
SIAGA 98 juga berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mengambil peran penting dalam memimpin proses konsolidasi ini, demi menjamin arah demokrasi nasional tetap terjaga dan memiliki landasan hukum yang kuat.
“Sosok seperti Prof. Sufmi Dasco Ahmad juga bisa berperan menjembatani dialog antara penyelenggara pemilu, DPR, pemerintah, dan MK untuk membangun sistem yang adil, efektif, dan konsisten.”
Harapan terhadap Mahkamah Konstitusi
Menutup pernyataannya, SIAGA 98 berharap Mahkamah Konstitusi tetap menjaga marwahnya sebagai penjaga konstitusi dengan lebih berhati-hati dalam memutus setiap permohonan uji materi.
“Putusan MK memang final dan mengikat. Namun dalam jangka panjang, penting agar setiap putusan benar-benar berpijak pada kepentingan konstitusional yang lebih besar dan tidak menimbulkan keraguan publik,” ujar Hasanuddin.
Hasanuddin menegaskan perlunya sistem Pemilu yang kuat, konsisten, dan berlandaskan kepastian hukum.
“Jangan biarkan aturan berubah hanya karena kepentingan sesaat. Pemilu adalah fondasi demokrasi-maka aturannya harus kokoh dan bisa dipercaya oleh seluruh warga negara,” tandasnya.*
Berita tayang di Sorot Merah Putih
Jangan lupa, Ikuti Update Berita menarik dari kabariku.com dan klik follow akun Google News Kabariku dan Channel WhatsApp Kabariku.com
Discussion about this post